pustaka.png
basmalah2.png


10 Rabiul-Awwal 1445  |  Senin 25 September 2023

Kekafiran Bisa Disebabkan oleh Keyakinan, Ucapan dan Perbuatan

Kekafiran Bisa Disebabkan oleh Keyakinan, Ucapan dan Perbuatan

Fiqhislam.com - Imam Ibnu Hazm berkata: Ahlusunnah tidak berselisih bahwa di dalam Kitabullah ada penyebutan kekafiran dan kepastian vonis kafir terhadap orang yang melontarkan ungkapan-ungkapan yang sudah dikenal, seperti firman-Nya:

Sungguh telah kafirlah orang-orang yang berkata; Sesungguhnya Allah itu dialah Al Masih putra Maryam. (Al Maidah 17)

Sungguh mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran dan telah menjadi kafir setelah Islam. (At Taubah 74)

Maka terbukti secara sah bahwa yang dimaksud kekafiran di sini adalah ucapan.(Al Muhalla 13/498)

Ibnu Qoyyim berkata:

Cabang-cabang iman itu ada dua macam, yakni ucapan (qauliyah) dan perbuatan (fi’liyah). Begitu juga dengan cabang-cabang kekafiran ada dua macam, ucapan (qauliyah) dan perbuatan (fi’liyah).(Kitabush Shalah, hal.53)

Ibnu Taimiyah berkata:

Secara umum, siapa saja yang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang merupakan kekafiran, maka dia kafir dengan sebab itu meskipun dia tidak bermaksud untuk kafir, karena tidak mungkin seseorang bermaksud untuk kafir kecuali yang Allah kehendaki.(Ash Sharimul Maslul, hal. 178)

Sheikh Sulaiman bin Abdullah (cucu Muhammad bin Abdul Wahhab) berkata:

Orang murtad secara syar’i adalah orang yang kafir setelah dia Islam, baik berupa ucapan, keyakinan, atau perbuatan.(At Taudhih An Tauludil Khallaq fi Jawabi Ahlil Iraq, hal. 42)

Sheikh Abdurrahman Ibnu Hassan Ibnu Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab berkata:

Para fuqaha juga telah memutuskan dalam hukum murtad, bahwa orang bisa kafir dengan ucapan atau perbuatan yang dia lakukan meskipun dia telah bersyahadat, shalat, shaum, dan sedekah, sehingga dia menjadi murtad.(Ad Durar As Sanniyah, hal. 214)

Maka kita bisa memvonis seseorang sebagai “murtad” atau ”kafir” jika dia telah memenuhi persyaratan tersebut, yakni mengucapkan kalimat kekufuran atau melakukan perbuatan kekufuran. Kita pun tidak perlu mempermasalahkan apakah dia melakukan perbuatan kekufuran baik apakah hatinya mengingkari atau tidak. Kita tetap bisa mengkafirkan orang tersebut karena melihat zhahirnya.

Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku tidak diutus untuk mengorek-ngorek isi hati manusia(Bukhari)

Adapun hadist tentang Usamah bin Za’id setelah dia membunuh seseorang yang mengucapkan 2 syahadat dan dia melaporkan hal itu kepada Nabi yang mana Nabi tidak menyetujui tindakannya itu lalu berkata:

“Kenapa engkau tidak belah saja dadanya untuk melihat isinya?” (Muslim)

Maka Imam Nawawi mengkomentari hal ini: Itu menunjukkah suatu kaidah populer dalam masalah fikih maupun prinsip (akidah) bahwa hukum diberlakukan sesuai dengan kondisi lahiriah. Sedangkan kondisi batin hanya Allah yang mengetahui.(Syarah Shahih Muslim, II/289)

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:

Tidak ada perselisihan bahwa tauhid itu harus dibuktikan dengan hati, lisan dan perbuatan. Apabila salah satu darinya lenyap, maka orang itu bukanlah muslim. Apabila dia mengetahui tauhid akan tetapi dia tidak mau mengamalkannya, maka dia kafir mu’anid (membangkang) seperti Firaun dan iblis dan yang sejenis dengan mereka.”. Wallahu’alam…

alislamarrahman.wordpress.com
Kasfusy Syubuhat, hal. 28