pustaka.png
basmalah2.png


15 Jumadil-Awwal 1445  |  Rabu 29 Nopember 2023

Menjadi Mulia dengan Memuliakan Diri di Hadapan Allah

Menjadi Mulia dengan Memuliakan Diri di Hadapan Allah

Fiqhislam.com - Menjadi mulia adalah keinginan setiap manusia, namun tidak setiap manusia mengetahui hakekat kemuliaan. Kemuliaan yang hakiki adalah mulia di sisi Allah.

Mulia di sisi Allah pasti  mendatangkan keberkahan yang sebenarnya. Lalu ukuran apakah yang bisa digunakan untuk menilai seseorang mulia di sisi Allah atau tidak?

Satu-satunya ukurannya adalah ketakwaan. Jika seseorang sudah mencapai derajat takwa, dia telah mulia di sisi Allah. Semakin tinggi tingkat ketakwaannya, semakin mulia kedudukannya di sisi Allah. Sekadar ber-Islam dan beriman tanpa bertakwa bukanlah ukuran mulia di sisi Allah. Apatah lagi harta, kedudukan,  jabatan, profesi, gelar akademik dan gelar-gelar lainnya, prestasi akademik dan prestasi-prestasi lainnya, pakaian kebesaran dan pakaian-pakaian lainnya, popularitas, ketampanan atau kecantikan, dan hal-hal yang bersifat duniawi lainnya.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)

Dengan berpedoman pada wahyu-Nya tersebut, manusia bisa melihat dirinya sendiri dan orang lain secara kasat mata apakah telah mencapai derajat takwa dan seberapa tinggi tingkat ketakwaanya.

Salah satu ciri orang-orang yang bertakwa dalam al-Quran adalah “yuqiimuun ash-sholah” (mendirikan shalat) sebagaimana tersebut dalam dua ayat berikut ini.

Kitab  (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah [2]:2-3)

Kata ash-sholah di dalam al-Quran bergandengan dengan kata kerja dasar aqooma (mendirikan) bukan ’amala (mengerjakan). Dalam ayat tersebut di atas, kata yang bergandengan dengan kata as-sholah adalah yuqiimuna (mendirikan), bukan ya’maluuna (mengerjakan). Yang dimaksud dengan mendirikan shalat adalah memelihara atau menjaga shalat, dalam arti tidak melalaikannya. Definisi tidak melalaikan shalat adalah sebagai berikut: Shalat wajib lima waktu tidak ada yang bolong. Melakukan setiap shalat dengan khusyu’ dan tuma’ninah. Melaksanakan shalat fardhu tepat waktu (tidak menunda-nunda) dan bagi laki-laki wajib berjama’ah di masjid (musholla/surau/nama lainnya).

Selain mendirikan shalat. ciri orang bertakwa lainnya yang juga penting untuk dikemukakan di sini adalah sedikit tidur di malam hari dengan cara segera tidur di awal malam dan segera bangun di tengah malam atau di akhir malam sebelum fajar menyingsing untuk beribadah kepada Allah dengan mendirikan shalat Lail (tahajjud), membaca al-Quran, berdzikir, memanjatkan do’a, dan memohon ampun kepada Allah.

Al-Quran menyebutkan;

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. Adz-Dzaariyaat [51]:15-18)

Sedangkan ciri lain orang yang paling bertakwa adalah menafkahkan hartanya di jalan Allah.

Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya.” (QS. Al-Lail [92]:17-18)

Kemudian, keuntungan apa saja yang pasti diperoleh oleh orang-orang bertakwa?
Salah satu keuntungan yang didapatkan orang bertakwa di dunia adalah ketika ajal datang kepadanya malaikat mencabut nyawanya dalam keadaan baik. Ketika meninggal, setiap orang berbeda keadaannya, ada yang baik dan ada yang tidak baik. Baik atau tidak tergantung masing-masing individu, apakah telah mencapai derajad takwa atau tidak.

(yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun'alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan".” (QS. An-Nahl [16]: 31-32)

Di akhirat, keuntungan yang akan didapatkan orang-orang bertakwa adalah memperoleh surga yang memang sudah disediakan khusus oleh Allah untuk mereka.

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali I’mron [3]:133)

Dengan mengetahui keberkahan yang pasti diperoleh oleh orang-orang yang bertakwa yang tidak bisa diragukan lagi pasti mulia di sisi Allah apakah kita masih mengejar kemuliaan diri dan memuliakan manusia yang dimuliakan menurut kaca mata dan di mata manusia?

Karenanya, marilah kita jadikan diri kita, apapun profesi kita. Baik sebagai pemimpin, pejabat, pemilik dan pelaku media, selebritis, maupun lainnya berusaha menjadikan diri kita sendiri mulia di sisi Allah dan memuliakan orang-orang yang mulia di sisi Allah.

Abdullah al-Mustofa, penulis adalah kolumnis hidayatullah.com dan kandidat Master Studi Al-Qur'an di IIUM (International Islamic University Malaysia)

Cholis Akbar | hidayatullah.com