Hukum Mewarnai Rambut dan Uban
Fiqhislam.com - Ulama telah bersepakat mengharuskan mencelup warna rambut dari warna hitam ke warna lain seperti merah dll, samada dengan inai dan apa jua pewarna yang dibenarkan syarak. (Rujuk Al-Fatawa al-Hindiyyah, jld 5,ms 359 ; Al-Istizkar, Ibn Abd Al-Barr , jld 27, ms 85 ; Mughni al-Muhtaj, As-Syabini, jld 1, ms 191 ; Kassyaf al-Qina', Al-Bahuti, jld 1, ms 77)
Mereka semua berdalilkan dengan hadith-hadith riwayat An-Nasaie, At-Tirmidzi, Ahmad, dan Muslim. Hampir kesemuanya mempunyai sanad hasan dan shohih dengan perawi yang thiqah. Demikian menurut Imam Al-Haithami dalam kitabnya Majma' az-Zawaid dan Imam As-Syawkani dalam Naylul Awtar.
Bagaimanapun ia diikat dengan syarat berikut :-
1- Pewarna tersebut bukannya jenis yang kekal, jika tidak ia mengubah ciptaan Allah SWT yang diharamkan.
2- Menggunakan pewarna yang suci dan halal.
3- Tidak mengakibatkan mudarat terhadap kesehatan individu. Seperti Kanker, kekeringan rambut dan merapuhkannya, atau alergi ataupun mudarat terhadap janin dll akibat bahan kimia pewarna tadi.
4- Memutihkan rambut yaitu dengan mengikis warna hitamnya dengan tujuan utk menghasilkan warna baru rambut yang lebih cantik, adalah makruh. kerana ia menukar ciptaan asal Allah.
HUKUM MENCELUP UBAN PUTIH KE HITAM
Ulama telah berbeda pandangan dalam hal ini seperti berikut :-
1. Makruh
Ia adalah pandangan Mazhab Maliki, Abu Hanifah, sebahagian ulama Syafie seperti Imam Ghazali, Al-Baghawi.
Tetapi kiranya ia dibuat untuk tujuan menakutkan musuh di dalam peperangan ia adalah HARUS.
Dalil mereka :
a) Sabda Nabi SAW : "Tukarlah ia (warna rambut, janggut & kumis ) dan jauhilah dari warna hitam" (Shohih Muslim)
b) Berkata Ibn Umar ra : "Kekuningan pewarna para mukmin, kemerahan pewarna para Muslimin, Hitam pewarna orang Kafir" (Riwayat At-Tobrani, Al-Haithami)
c) Nabi SAW bersabda : "Barangsiapa yang mewarnai rambutnya dengan warna hitam, niscaya Allah akan menghitamkan wajahnya di akhirat kelak" (Al-Haithami, bagaimanapun Ibn Hajar berkata seorg perawinya agak lemah, bagaimanapun rawi tersebut diterima oleh Imam Yahya Mai'en dan Imam Ahmad)
d) Dalil aqal, ia dikira suatu penipuan.
2. Haram
Ia adalah pandangan Mahzab Syafie. Dikecualikan kiranya untuk jihad. Mereka berdalil dengan dalil kumpulan pertama tadi.
3. Harus tanpa Makruh
Ia adalah pandangan Imam Abu Yusof dan Ibn Sirin.
Dalil mereka :
a) Sabda Nabi SAW : "Sebaik-baik pewarna yang kamu gunakan adalah warna hitam ini, ia lebih digemari oleh isteri2 kamu, dan lebih dapat menakutkan musuh" (Riwayat Ibn Majah, bagaimanapun ia adalah hadith Dhoif)
b) Diriwayatakan bhw sahabat dan tabi'ein ramai juga yang mewarnakan rambut mereka dengan warna hitam. Antara Sa'ad, ‘Uqbah bin ‘Amir, Az-Zuhri dan diakui oleh Hasan Al-Basri. (Lihat Fath al-Bari, Majma' az-Zawaid dan Tahzib al-Athar oleh At-Tabari)
Suka disebutkan di sini setiap mazhab mempunyai dalil masing-masing yang tidak dapat disebutkan kesemuanya di sini, demi meringkaskan tulisan ini.
Kesimpulan Hukum
Akibat terdapat zahir hadith dan athar yang berbeda antara satu sama lain, maka fuqaha mengambil jalan membuat takwilan bagi menggabungkan hadith-hadith ini. Ia seperti berikut :
a) Hadith larangan adalah menujukan kepada larangan penipuan umur yang tua akibat tua dan uban maka dihitamkan bagi kelihatan lebih muda. Tidak dibedakan lelaki maupun perempuan. Ia dilarang oleh Islam.
b) Adapun hadith yang mengharuskan adalah dalam keadaan dan sebab2 yang diiktiraf oleh syarak, seperti perang bagi menakutkan musuh, ataupun ia tidak mengandungi unsur penipuan, seperti merawat penyakit dll.
Ust Zaharuddin Abd Rahma | zaharuddin.net
ARTIKEL-2
Rasulullah SAW melarang untuk mewarnai rambut dengan warna hitam. Sedangkan bila warnanya bukan hitam maka tidak ada larangan. Sesuai dengan hadits Rasulullah SAW:
Orang Yahudi dan Nashara tidak menyemir rambut, maka kamu berbedalah dengan mereka.
Sesungguhnya sebaik-baik alat yang kamu pergunakan untuk mengubah warna ubanmu adalah hinna‘ dan katam
Hinna‘ adalah pewarna rambut berwarna merah sedangkan katam adalah pohon Yaman yang mengeluarkan zat pewarna hitam kemerah-merahan.
Namun demikian, untuk tujuan tertentu dibolehkan untuk mengecat rambut putih dengan warna hitam, meski para ulama berbeda pendapat dalam rinciannya:
A. Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah
Mereka menyatakan bahwasanya mengecat dengan warna hitam dimakruhkan kecuali bagi orang yang akan pergi berperang. Hal itu lantaran ada ijma’ yang menyatakan kebolehannya.
Maksudnya boleh karena mau pergi berperang adalah untuk memperdaya musuh, seolah-olah tentara Islam itu masih muda-muda, lantaran rambutnya masih berwarna hitam. Padahal mungkin saja ada yang sudah mulai beruban dan rambutnya berwarna putih.
Dan ‘illat (pautan hukum) yang paling utama dari haramnya menghitamkan rambut memang pada masalah memperdaya orang lain. Seolah-olah masih muda padahal sudah ubanan. Namun khusus dalam perang melawan orang kafir, dibolehkan berbohong dan memperdaya lawan.
B. Abu Yusuf dari Ulama Hanafiyah
Beliau berpendapat bahwasanya mengecat rambut dengan warna hitam dibolehkan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian
Rupanya kebolehan mengecat uban dengan warna hitam, selain dibolehkan untuk mengecoh lawan, juga boleh untuk urusan kebahagiaan suami istri. Dan Islam memang sangat menganjurkan agar seseorang berpenampilan paling baik di hadapan pasangannya. Termasuk mengecat uban menjadi hitam biar kelihatan awet muda.
C. Ulama Madzhab As-syafi’I
Mereka umumnya berpendapat bahwa mengecat rambut dengan warna hitam diharamkan, kecuali bagi orang-orang yang akan berperang. Ini berbeda dengan pendapat yang nomor satu di atas, di mana mereka tidak sampai mengharamkan, tetapi hanya sampai memakruhkan saja. Namun ulama Asy-Syafi’iyah memang berfatwa sampai mengharamkannya.
Pendapat mereka ini didasarkan kepada sabda Rasulullah SAW:
Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga.
Semua pendapat di atas hanyalah dalam konteks orang yang sudah tua dan ubanan serta memutih rambutnya tapi berkeinginan untuk mengecat rambutnya dengan warna hitam. Adapum mengecat rambut dengan warna selain hitam, tidak ada larangannya.
Media Pewarna
Sedangkan masalah media pewarnanya, sebenarnya tidak selalu harus hinna’ dan katam, tetapi boleh saja dengan pewarna rambut modern yang lebih praktis dan tersedia di mana-mana.
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc | Assunnah.or.id
ARTIKEL-3
Seiring berjalannya waktu rambut di kepala dan jenggot tak terasa memutih. Menyikapi fenomena ini sebagian orang berinisiatif untuk menyemir rambutnya. Tak sedikit yang memilih warna hitam. Apakah hal ini dibolehkan?
إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak menyemir uban. Oleh karena itu selisihilah mereka” (HR Bukhari no 3275 dan Muslim no 80)
Hadits ini adalah yang menunjukkan adanya anjuran untuk mengubah warna uban dengan yang lainnya dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi yang memiliki ciri khas tidak mau mengubah warna uban.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ
Dari Jabir bin Abdillah, Abu Quhafah (bapak dari Abu Bakr, pent) didatangkan ke hadapan Nabi saat Fathu Makkah dalam kondisi rambut kepala dan jenggotnya putih semua bagaikan tsaghomah (pohon yang daun dan bunganya berwarna putih, pent). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Ubahlah uban ini dengan sesuatu namun jauhilah warna hitam” (HR Muslim no 5631).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ فِى آخِرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لاَ يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di akhir zaman nanti akan ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam bagaikan tembolok burung dara. Mereka tidak akan mencium bau surga” (HR Abu Daud no 4212, dinilai shahih oleh al Albani).
Dua hadits shahih di atas menunjukkan dengan tegas bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu dilarang secara umum baik orang yang sudah sangat tua ataupun tidak. Di samping itu larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk salah satu umatnya itu berlaku untuk seluruh mereka kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.
Bahkan hadits yang kedua menunjukkan bahwa menyemir uban dengan warna hitam itu termasuk dosa besar. Oleh karena itu Ibnu Hajar al Haitami al Makki mengkategorikan perbuatan ini sebagai dosa besar sebagaimana dalam al Zawajir. Pernyataan beliau tersebut dikuatkan oleh hadits berikut ini.
وعن أبي الدرداء قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
من خضب بالسواد سو
Dari Abu Darda’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang menyemir uban dengan warna hitam maka Allah akan menghitamkan wajahnya pada hari Kiamat nanti” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/355 mengatakan, “Diriwayatkan oleh Thabrani dan Ibnu Abi Ashim dari Abu Darda’ secara marfu’ dan sanadnya lembek/tidak terlalu lemah”).
عن مجاهد قال : يكون في آخر الزمن قوم يصبغون بالسواد ، لا ينظر الله إليهم – أو قال : لا خلاق لهم
Dari Mujahid, seorang tabiin, “Di akhir zaman nanti ada sekelompok orang yang menyemir rambutnya dengan warna hitam. Allah tidak akan memandang mereka atau tidak ada bagian dari akherat untuk mereka” (Riwayat Abdur Razaq dalam al Mushannaf no 20182).
عن معمر أن رجلا سأل فرقد السبخي عن الصباغ بالسواد ، قال : بلغنا أنه يشتعل في رأسه ولحيته نار ، يعني يوم القيامة
Dari Ma’mar, ada seorang yang bertanya kepada Farqad al Sibkhi tentang menyemir rambut dengan warna hitam. Beliau berkata, “Ada riwayat yang mengatakan bahwa hukuman perbuatan tersebut adalah rambut kepala dan jenggot orang yang melakukan hal itu akan dibakar dengan api pada hari Kiamat nanti” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq no 20189).
عَنْ اِبْن شِهَاب قَالَ ” كُنَّا نُخَضِّب بِالسَّوَادِ إِذْ كَانَ الْوَجْه جَدِيدًا ، فَلَما نَغَصّ الْوَجْه وَالْأَسْنَان تَرَكْنَاهُ
Dari Ibnu Syihab az Zuhri, beliau berkata, “Kami semir uban dengan warna hitam ketika wajah masih tampak muda. Namun ketika wajah sudah tidak lagi muda dan gigi sudah ompong maka kami biarkan sebagaimana apa adanya” (Riwayat Ibnu Abi Ashim dalam kitab al Khidhab dan dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari).
Berdasarkan riwayat ini sebagian orang mengatakan bahwa larangan menyemir dengan warna hitam itu hanya berlaku untuk orang yang sudah sangat tua yang semua rambut kepala dan jenggotnya sudah beruban sedangkan orang yang keadaan dan usianya belum sebagaimana Abu Quhafah maka tidak dosa jika menyemir uban dengan warna hitam.
Namun pendapat semacam ini jelas kurang tepat dengan beberapa alasan.
Pertama, riwayat tersebut adalah perkataan seorang tabiin dan pendapat seorang tabiin sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai dalil.
Kedua, perkataan dan perbuatan siapapun tidak bisa menjadi dalil jika bertolak belakang dengan hadits Nabi. Tiga hadits yang telah kami sampaikan di atas adalah dalil yang menunjukkan kelirunya orang-orang yang mengatakan adanya rincian dalam masalah ini. Sabda Nabi kepada Abu Quhafah, ‘Jauhilah warna hitam’ tidaklah menunjukkan adanya rincian dalam masalah ini. Terlebih lagi jika mencermati dua hadits berikutnya.
Ketiga, al Albani mengomentari perkataan az Zuhri, “Di samping riwayat ini tidak layak dijadikan hujah karena faktor yang telah kami sebutkan (yaitu pendapat tabiin, pent), secara makna riwayat tersebut juga tidak menunjukkan adanya rincian dan juga tidak menunjukkan bahwa az Zuhri berpendapat haramnya semir dengan warna hitam untuk orang yang semua rambutnya sudah memutih. Karena riwayat tersebut hanya menceritakan perbuatan dan sikap az Zuhri dan hal ini semata tidaklah menunjukkan haramnya bersemir dengan warna hitam untuk orang yang semua rambutnya sudah memutih.
Secara implisit riwayat tersebut menunjukkan bahwa az zuhri sama sekali belum menjumpai hadits yang melarang bersemir dengan warna hitam. Oleh karena itu, beliau mengambil tindakan hanya dengan dasar perasaan. Bersemir dengan warna hitam ketika wajah masih nampak muda dan tidak lagi bersemir dengan warna hitam setelah berusia lanjut.
قَالَ مَعْمَرٌ وَكَانَ الزُّهْرِىُّ يَخْضِبُ بِالسَّوَادِ
Bahkan Ma’mar, salah seorang murid az Zuhri malah mengatakan, “Az Zuhri itu bersemir dengan warna hitam” (Riwayat Imam Ahmad 2/309 dengan sanad yang shahih sampai kepada Ma’mar).
Dalam riwayat ini Ma’mar menjelaskan bahwa Az Zuhri bersemir dengan warna hitam, tanpa memberi rincian atau mengkhususkannya dalam kondisi tertentu.
Ditambah lagi, aku tidak tahu secara persis, apakah sanad Ibnu Abi Ashim sampai ke Zuhri itu shahih ataukah tidak” (Ghayatul Maram karya Al Albani hal 70-71, cetakan al Maktab al Islami 1414 H)
Ini Juga Berlaku untuk Perempuan?
Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan menyemir uban dengan warna hitam itu hanya berlaku untuk laki-laki dan tidak berlaku untuk wanita.
عن قتادة قال : رخص في صباغ الشعر بالسواد للنساء
Dari Qatadah, seorang tabiin, beliau berkata, “Dibolehkan menyemir uban dengan warna hitam bagi perempuan” (Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq dalam al Mushannaf no 20182).
Dalam Tahdzib as Sunan, Ibnul Qoyyim berkata, “Sebagian ulama membolehkan bersemir dengan warna hitam untuk wanita dengan tujuan berdandan untuk suami namun hal ini terlarang untuk laki-laki. Inilah pendapat Ishaq bin Rahuyah. Seakan-akan beliau berpendapat bahwa larangan semir rambut dengan hitam itu hanya untuk laki-laki. Wanita dibolehkan mewarnai kuku tangan dan kakinya, suatu yang tidak dibolehkan untuk laki-laki” (Aunul ma’bud 9/251, Syamilah).
Akan tetapi larangan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersifat umum, berlaku untuk laki-laki dan wanita. Sehingga pendapat yang lebih tepat, larangan ini tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Wallahu a’lam.
ustadzaris.com
ARTIKEL-4
Manusia hidup melalui proses, dari bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai menjadi tua. Masing-masing masa itu memiliki ciri-ciri secara fisik. Ciri fisik anak bayi misalnya tidak punya gigi, lalu semakin besar dia maka dia akan memiliki lalu ganti gigi hingga giginya kuat dan bila sudah tua maka gigi itu akan copot satu demi satu sampai ada orang tua yang tidak punya gigi lagi seperti layaknya anak bayi.
Diantara tanda-tanda fisik orang yang semakin tua adalah tumbuhnya uban di kepala atau rambut yang memutih pada bagian lain, misalnya kumis, jenggot dan cambang. Dengan tumbuhnya uban itu, maka manusia sebenarnya semakin diingatkan bahwa dia telah semakin tua dan relatif semakin dekat pada kematian, sehingga orang yang sudah tumbuh uban mestinya semakin sadar bahwa sebentar lagi dia akan kembali kepada Allah swt.
Ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa seorang muslim dilarang mencabut uban karena uban itu juga akan menjadi cahaya bagi seseorang dihari kiamat, Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Jangan kamu mencabut uban, karena ia merupakan cahaya bagi seorang muslim pada hari kiamat” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i dari Amru bin Syu’aib ra).
Kalau mencabut uban saja tidak dibenarkan oleh Rasulullah saw, apalagi menyemir rambutnya dengan warna hitam, karena hal itu akan membuat warna putih dari rambutnya itu akan hilang sehingga seseorang yang sudah tua akan tetap kelihatan muda, dalam kaitan ini Rasulullah saw melarang seseorang menyemir rambutnya dengan semir rambut yang berwarna hitam, sedang warna lain tidak dilarang oleh Rasul saw. Di dalam hadits shahih diriwayatkan: “Jabir ra berkata: ketika Abu Quhafah, ayah Abu Bakar Ash Shiddik dihadapkan kepada Rasulullah Saw pada waktu futuh Makkah (Penaklukkan kota Makkah) sedang kepala dan jenggotnya bagaikan bunga matahari yang amat putih, maka Rasullullah saw bersabda: rubahlah warna rambut ini tetapi hindari warna hitam” (HR. Muslim).
Oleh sebagian ulama, masalah warna adalah temporer; kata “hindari warna hitam” bukanlah isyarat mutlak haram, tetapi makruh; maknanya masih ada pilihan. Akan halnya semir rambut yang tetap terpakai pada waktu shalat, karena semir rambut tidak najis sifatnya, maka tidak dilarang, tidak membatalkan shalat atau wudhu.
nuansaislam.com