pustaka.png
basmalah2.png


15 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 04 Juni 2023

Utang dan Dusta

Utang dan Dusta

Fiqhislam.com - Kebutuhan hidup yang mendesak dan tidak seimbang dengan pendapatan mendorong seseorang untuk berutang. Utang bukan suatu hal yang terlarang selama itu untuk kebutuhan hidup.

Orang yang berutang pun harus memiliki tekad kuat untuk melunasi utangnya agar tidak semakin menambah beban hidup dan menghilangkan kepercayaan dari pemberi utang.

Persoalan yang kerap menimpa sebagian orang yang berutang adalah malas untuk melunasi utangnya dengan berbagai dalih yang tidak logis. Ketika sudah memiliki rezeki yang cukup, datang godaan lain seperti diskon belanja di supermarket, flash sale di marketplace, dan sebagainya.

Akibatnya, dia menunda pembayaran utang demi membeli barang-barang yang diinginkan. Namun ironisnya, mengaku belum mampu membayar utang kepada orang yang memberi pinjaman kepadanya.

Efek dari perilaku seperti ini akan menguras tabungan amal kebaikan pelakunya di hari pembalasan sebagai pengganti utangnya-utangnya semasa hidup di dunia.

Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mati dan dia memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang itu akan dilunasi dengan kebaikan-kebaikannya, karena di sana tidak ada dinar dan dirham.” (HR Ibnu Majah).

Fenomena yang kita saksikan di zaman sekarang ini cukup mengkhawatirkan. Munculnya bank keliling dengan modus koperasi berhasil mempengaruhi masyarakat untuk berutang dengan syarat administrasi yang cukup mudah.

Akhirnya, masyarakat tergiur untuk berutang tanpa memikirkan risiko bunga yang membengkak.

Belum lagi pinjaman online yang memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk mencari mangsa. Peminjam tidak perlu mengantre dan menunggu lama, cukup memencet di gawai, dana dengan cepat masuk ke rekening.

Begitu mudah para penyedia pinjaman itu mengiming-imingi calon peminjam. Tapi, ketika pembayarannya macet, serangan melalui pesan singkat sampai ancaman dilancarkan kepada peminjam.

Gaya hidup tinggi terkadang menjadi penyebab gampang berutang. Ambil kredit sana sini hanya demi mempertahankan gengsi.

Rasulullah SAW sangat khawatir dirinya terlilit utang, karena dapat menjadi pemicu perbuatan dusta dan ingkar janji yang merupakan sifat orang munafik.

Dari ‘Asiyah berkata, Rasulullah SAW sering meminta perlindungan dari banyaknya utang dan dosa, salah seorang berkata, "Wahai Rasulullah, engkau sering meminta perlindungan dari utang dan dosa." Beliau menjawab, “Sesungguhnya orang yang berutang apabila berkata ia sering berdusta, dan apabila berjanji ia sering mengingkari.” (HR an-Nasa’i).

Saat membutuhkan uang, pengutang akan mencari pinjaman sampai mengiba kepada orang lain. Tetapi ketika sudah tiba waktunya untuk membayar, dia berkilah mencari-cari alasan untuk menghindar.

Dusta pun tak bisa dihindari, untuk mengelabui pihak yang ingin menagih utang. Janji untuk membayar pun tak pernah ditepati, karena memang di dalam hatinya tidak punya iktikad baik dan tidak mau berusaha untuk bisa melunasinya.

Padahal kalau benar-benar bertekad untuk melunasi utangnya, pasti Allah SWT akan memudahkan jalan baginya. Wallahu a’lam. [yy/republika]

Oleh Safwannur