pustaka.png
basmalah2.png


7 Rabiul-Awwal 1445  |  Jumat 22 September 2023

Apa Sebenarnya Hukum Cadar Bagi Muslimah?

muslimah hijab cadar

Fiqhislam.com - Bagaimana sebenarnya hukum seorang Muslimah mengenakan cadar? Apakah dia diwajibkan, sunnah, mubah, atau haram? Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengena kan cadar. Ada ulama yang mewajibkan dan membolehkan. Bagi kalangan yang mewajibkan, mereka berpegang pada penafsiran atas beberapa dalil.

Contohnya yakni "Hai Nabi, ka takanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: `Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka`. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengam pun lagi Maha Penyayang.` (QS al-Ahzab: 59).

Ustaz Ahmad Syarwat LC dari Rumah Fiqih menjelaskan, ayat ini merupakan ayat yang pa ling sering dikemukakan oleh para ulama pendukung wajibnya cadar atau niqab. Mereka mengutip pendapat para ahli tafsir terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk men julurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, termasuk kepala, muka, dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat—dalam hal ini mata bagian kiri. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ubaidah as- Salmani, dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.

Sebenarnya, ayat ini turun setelah adanya perintah untuk mengenakan kerudung pada QS an-Nur ayat 30-31. Ayat tersebut merupakan ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimah untuk menutup aurat. "Katakanlah kepada wanita yang beriman. 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya."

Dikisahkan, pada saat itu perempuan-perempuan Muslimah kerap mendapat gangguan dari orang-orang Yahudi Madinah setelah ke kebun kurma untuk menunaikan hajatnya. Allah SWT lantas menurunkan QS al-Ahzab ayat 59 untuk melindungi mereka.

Ayat lainnya ada pada QS al- Ahzab: 53, yakni "Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah."

Para pendukung kewajiban cadar juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka. Tidak hanya itu, wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski ayat ini ditujukan kepada istri Nabi, namun kewajib annya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.

Dalil lainnya yakni larangan Rasulullah SAW bagi Muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.`Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sarung tangan`.

Dengan adanya larangan ini, lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Karena itu, perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.

Sementara itu, Syekh Yusuf Qaradhawi menilai kebanyakan ulama tidak menganggap wajah sebagai aurat. Dia mengutip hadis dari Imam Bukhari dan Muslim serta Ashhabus Sunan meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan dari Khats'am meminta fatwa kepada Rasulullah SAW pada waktu haji wada. Saat itu, al-Fadhl bin al-Abbas bersama Nabi dalam satu kendaraan. Dalam satu riwayat disebutkan al-Fadhl bin Abbbas melirik perempuan itu yang ternyata berwajah cantik.

Nabi SAW pun memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Kemudian, al-Fadhl bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau palingkan anak pamanmu?" Rasulullah pun menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya merasa tidak aman akan gangguan setan terhadap mereka berdua."

Syekh Qaradhawi menjelaskan, sebagian ahli hadis dan fuqaha melakukan istimbat (menetapkan sesuatu dengan mengambil sumber) dari hadis ini tentang bolehnya melihat wajah wanita jika aman dari fitnah. Nabi SAW pun tidak memerintahkan wanita tersebut menutup wajahnya. Jika wajah tertutup, Ibnu Abbas tidak akan tahu apakah wanita itu cantik atau jelek.

Ustaz Adi Hidayat dalam salah satu kajiannya menjelaskan sikap hukum empat madzhab tentang masalah cadar. Menurut Ustaz Adi Hidayat, keempat madzhab yang utama tidak melarang Muslimah untuk menutup wajah.

Pendapat madzhab Hanafi mengungkapkan jika wajah wanita bukanlah aurat. Menurut madzhab yang dicetuskan Imam Abu Hanifah ini, wajah dengan telapak tangan itu yang biasa tampak karena kebutuhan tertentu bukan merupakan aurat dan tidak diwajibkan untuk ditutup.

Namun, menurut madzhab Hanafi, mengenakan cadar hukumnya sunnah. Karena itu, madzhab ini berpandangan meski cadar tidak wajib, tetapi tidak boleh dilarang.

Boleh jadi, Muslimah yang bercadar ingin menutupi karena merasa bagian dari sunnah dan ingin menjaga ketaatan dan kehormatannya. Tak hanya itu, madzhab Hanafi juga mewajibkan cadar jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Sama seperti madzhab Hanafi, madzhab Maliki juga mengungkapkan tidak ada kewajiban dalam bercadar. Namun, hukumnya bisa menjadi wajib jika khawatir menimbulkan fitnah. Salah satu syekh pada madzhab Maliki bahkan mengungkapkan, jika seorang perempuan amat cantik, maka wajib hukumnya untuk ditutup. Termasuk bagian telapak tangan. Namun, kecantikannya pudar karena sedemikian sepuh, misalnya, maka dibolehkan untuk membuka cadar.

madzhab as-Syafi'i lebih ketat dari Hanafi. Menurut madzhab ini, setiap perempuan yang hadir di depan mahramnya maka hukumnya wajib mengenakan jilbab seluruhnya atau bercadar. Menurut Ustaz Adi Hidayat, pendapat ini merupakan pendapat utama. Meski demikian, ada pilihan pada madzhab ini yang minimal menghukumi cadar sebagai sunnah.

Menyerupai madzhab as-Syafi'i, madzhab Hanbali juga berpendapat jika cadar hukumnya wajib. Tak hanya itu, bagian punggung sampai telapak tangan juga dinilai sebagai aurat. Namun, sama seperti as-Syafi'i, madzhab Hanbali juga memberi pilihan yang lebih ringan, yakni sunnah. Wallahu 'alam. [yy/republika]

 

muslimah hijab cadar

Fiqhislam.com - Bagaimana sebenarnya hukum seorang Muslimah mengenakan cadar? Apakah dia diwajibkan, sunnah, mubah, atau haram? Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengena kan cadar. Ada ulama yang mewajibkan dan membolehkan. Bagi kalangan yang mewajibkan, mereka berpegang pada penafsiran atas beberapa dalil.

Contohnya yakni "Hai Nabi, ka takanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: `Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka`. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengam pun lagi Maha Penyayang.` (QS al-Ahzab: 59).

Ustaz Ahmad Syarwat LC dari Rumah Fiqih menjelaskan, ayat ini merupakan ayat yang pa ling sering dikemukakan oleh para ulama pendukung wajibnya cadar atau niqab. Mereka mengutip pendapat para ahli tafsir terhadap ayat ini bahwa Allah mewajibkan para wanita untuk men julurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka, termasuk kepala, muka, dan semuanya, kecuali satu mata untuk melihat—dalam hal ini mata bagian kiri. Riwayat ini dikutip dari pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Ubaidah as- Salmani, dan lainnya, meskipun tidak ada kesepakatan di antara mereka tentang makna `jilbab` dan makna `menjulurkan`.

Sebenarnya, ayat ini turun setelah adanya perintah untuk mengenakan kerudung pada QS an-Nur ayat 30-31. Ayat tersebut merupakan ayat pertama yang memerintahkan kaum Muslimah untuk menutup aurat. "Katakanlah kepada wanita yang beriman. 'Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya."

Dikisahkan, pada saat itu perempuan-perempuan Muslimah kerap mendapat gangguan dari orang-orang Yahudi Madinah setelah ke kebun kurma untuk menunaikan hajatnya. Allah SWT lantas menurunkan QS al-Ahzab ayat 59 untuk melindungi mereka.

Ayat lainnya ada pada QS al- Ahzab: 53, yakni "Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka, maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti Rasulullah dan tidak mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah."

Para pendukung kewajiban cadar juga menggunakan ayat ini untuk menguatkan pendapat bahwa wanita wajib menutup wajah mereka. Tidak hanya itu, wajah termasuk bagian dari aurat wanita. Mereka mengatakan bahwa meski ayat ini ditujukan kepada istri Nabi, namun kewajib annya juga terkena kepada semua wanita mukminah, karena para istri Nabi itu adalah teladan dan contoh yang harus diikuti.

Dalil lainnya yakni larangan Rasulullah SAW bagi Muslimah untuk menutup wajah ketika ihram.`Janganlah wanita yang sedang berihram menutup wajahnya (berniqab) dan memakai sarung tangan`.

Dengan adanya larangan ini, lazimnya para wanita itu memakai niqab dan menutup wajahnya, kecuali saat berihram. Karena itu, perlu bagi Rasulullah SAW untuk secara khusus melarang mereka. Seandainya setiap harinya mereka tidak memakai niqab, maka tidak mungkin beliau melarangnya saat berihram.

Sementara itu, Syekh Yusuf Qaradhawi menilai kebanyakan ulama tidak menganggap wajah sebagai aurat. Dia mengutip hadis dari Imam Bukhari dan Muslim serta Ashhabus Sunan meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan dari Khats'am meminta fatwa kepada Rasulullah SAW pada waktu haji wada. Saat itu, al-Fadhl bin al-Abbas bersama Nabi dalam satu kendaraan. Dalam satu riwayat disebutkan al-Fadhl bin Abbbas melirik perempuan itu yang ternyata berwajah cantik.

Nabi SAW pun memalingkan wajah al-Fadhl ke arah lain. Kemudian, al-Fadhl bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau palingkan anak pamanmu?" Rasulullah pun menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya merasa tidak aman akan gangguan setan terhadap mereka berdua."

Syekh Qaradhawi menjelaskan, sebagian ahli hadis dan fuqaha melakukan istimbat (menetapkan sesuatu dengan mengambil sumber) dari hadis ini tentang bolehnya melihat wajah wanita jika aman dari fitnah. Nabi SAW pun tidak memerintahkan wanita tersebut menutup wajahnya. Jika wajah tertutup, Ibnu Abbas tidak akan tahu apakah wanita itu cantik atau jelek.

Ustaz Adi Hidayat dalam salah satu kajiannya menjelaskan sikap hukum empat madzhab tentang masalah cadar. Menurut Ustaz Adi Hidayat, keempat madzhab yang utama tidak melarang Muslimah untuk menutup wajah.

Pendapat madzhab Hanafi mengungkapkan jika wajah wanita bukanlah aurat. Menurut madzhab yang dicetuskan Imam Abu Hanifah ini, wajah dengan telapak tangan itu yang biasa tampak karena kebutuhan tertentu bukan merupakan aurat dan tidak diwajibkan untuk ditutup.

Namun, menurut madzhab Hanafi, mengenakan cadar hukumnya sunnah. Karena itu, madzhab ini berpandangan meski cadar tidak wajib, tetapi tidak boleh dilarang.

Boleh jadi, Muslimah yang bercadar ingin menutupi karena merasa bagian dari sunnah dan ingin menjaga ketaatan dan kehormatannya. Tak hanya itu, madzhab Hanafi juga mewajibkan cadar jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah.

Sama seperti madzhab Hanafi, madzhab Maliki juga mengungkapkan tidak ada kewajiban dalam bercadar. Namun, hukumnya bisa menjadi wajib jika khawatir menimbulkan fitnah. Salah satu syekh pada madzhab Maliki bahkan mengungkapkan, jika seorang perempuan amat cantik, maka wajib hukumnya untuk ditutup. Termasuk bagian telapak tangan. Namun, kecantikannya pudar karena sedemikian sepuh, misalnya, maka dibolehkan untuk membuka cadar.

madzhab as-Syafi'i lebih ketat dari Hanafi. Menurut madzhab ini, setiap perempuan yang hadir di depan mahramnya maka hukumnya wajib mengenakan jilbab seluruhnya atau bercadar. Menurut Ustaz Adi Hidayat, pendapat ini merupakan pendapat utama. Meski demikian, ada pilihan pada madzhab ini yang minimal menghukumi cadar sebagai sunnah.

Menyerupai madzhab as-Syafi'i, madzhab Hanbali juga berpendapat jika cadar hukumnya wajib. Tak hanya itu, bagian punggung sampai telapak tangan juga dinilai sebagai aurat. Namun, sama seperti as-Syafi'i, madzhab Hanbali juga memberi pilihan yang lebih ringan, yakni sunnah. Wallahu 'alam. [yy/republika]

 

Memakai Jilbab Wajib atau Tidak?

Ada sedikit hal yang perlu diluruskan dari istilah jilbab. Sebab ternyata di dunia Islam, penggunaan istilah jilbab ini dipahami dengan berbagai bentuk yang berbeda.

Ada yang mengatakan bahwa jilbab itu adalah pakaian yang dikenakan wanita dan menutup seluruh tubuhnya, termasuk wajah. Sebagian lainnya mengatakan bahwa jilbab adalah pakaian yang besar, longgar, menyatu antara atasan dan bawahannya, serta menutup semua tubuh wanita.

Yang lainnya lagi mengatakan bahwa jilbab adalah cadar, yaitu kain yang menutup wajah para wanita.

Maka dengan perbedaan-perbedaan penggunaan istilah di atas, wajar pula kalau ada banyak perbedaan pandangan dari segi hukum untuk mengenakannya.

Hukum memakai cadar atau baju besar terusan dari atas ke bawah memang masih menjadi perbedaan pendapat. Demikian juga, pakaia wanita yang menutup seluruh tubuh tanpa kecuali, masih menjadi perbedaan pendapat.

Jilbab = Pakaian penutup aurat

Yang disepakati oleh para ulama adalah bahwa setiap orang, baik pria atau wanita, diwajibkan untuk menutup aurat. Dan bukan hanya selama mengerjakan shalat saja, melainkan ketika berhadapan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Sementarabatasan aurat wanita itu adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua tapak tangannya. Batasan ini sudah sampai tingkat ijma' dari kebanyakan para ulama. Sehingga bukan pada tempatnya lagi untuk diperdebatkan. Sama dengan ijma' para ulama tentang wajibnya shalat lima waktu, wajibnya puasa bulan Ramadhan.

Kalau masih ada orang yang mempertanyakan kewajiban shalat lima waktu atau puasa di bulan Ramadhan, maka jelas-jelas dia kufur kepada perintah Allah SWT. Maka kalau ada orang Islam yang mengatakan bahwa aurat tidak wajib ditutup di depan lawan jenis yang bukan mahram, maka dia telah kufur dari ketetapan Allah SWT. Sebab kepastian akan kewajiban menutup aurat telah sampai ke level ijma' ulama.

Menutup Aurat = Etika dan Kewajiban Paling Dasar

Sebagai seorang muslim, seharusnya kita sudah tidak lagi bermain-main di wilayah yang sudah bersifat baku, seperti masalah kewajiban menutup aurat. Sebab menutup aurat itu merupakan insting paling dasar manusia. Menutup aurat adalah salah satu karakteristik dasar yang membedakan antara manusia dan hewan.

Oleh karena itu ketika nabi Adam alaihissalam melanggar larangan Allah, nampaklah aurat mereka. Maka secara insting beliau segera menutup auratnya dengan daun-daun surga.

Maka syaitan membujuk keduanya dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. (QS. Al-A'raf: 22)

Dan ketika nabi Adam diturunkan ke bumi, Allah SWT pun menginformasikan bahwa telah diturunkan pakaian untuk menutup aurat. Bahkan pakaian itu juga berfungsi sebagai perhiasan.

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan (QS. Al-A'raf: 26)

Hanya manusia saja yang punya insting untuk menutup aurat dan mengenakan pakaian. Hewan dan tumbuhan sama sekali tidak punya naluri itu. Apakah sekarang kita inginmenghilangkan naluri manusia untuk berpakaian dan menutup aurat?

Apakah kita ingin mengatakan bahwa wanita tidak perlu menutup auratnya? Apakah kita ingin mengatakan bahwa agama Islam tidak mewajibkan wanita menutup aurat? Lalu kita ingin mengingkari Al-Quran dan sunnah Rasulullah SAW? Apakah kita tega membodohi umat dengan mengatakan bahwa tidak ada dalil yang mewajibkan menutup aurat?

Padahal Rasulullah SAW telah bersabda:

Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk unta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian. (HR Muslim)

Maka sebaiknya kita berhenti dari dosa sistem yang ingin mengubah paradigma berpikir umat Islam dengan mengatakan bahwa menutup aurat tidak wajib. Berhentilah dari kesalahan berpikir yang fatal dan memalukan ini, selagi ajal belum datang menjemput. Sudah bukan zamannya lagi kita membodohi umat dengan argumentasi lemah buah karya setan sekulerime dan liberalisme.

Karena sekulerisme dan liberalisme sudah mati terkubur oleh zaman. Mungkin 20 tahun yang lalu boleh mereka berbangga, tapi Allah SWT telah berkehendak lain. Hari ini gelombang orang menutup aurat nyaris tidak terbendung lagi. Hari ini adalah hari penyesalan bagi kalangan sekuleris dan liberalis karena kampanye anti jilbab yang mereka usung berpuluh tahun telah mengalami kegagalan total.

Kalau hari ini masih ada orang yang mengatakan menutup aurat tidak wajib, maka sebenarnya ajaran ini telah out of date, ketinggalan zaman, kuno, konvensional, sudah tidak musim lagi. Wallahu a'lam bishshawab. [yy/rumahfiqih]

Ahmad Sarwat, Lc

 

Tags: Cadar | Hijab | Jilbab | Niqab