Hati dan Pasukannya
Fiqhislam.com - Imam al-Ghazali memaknai hati sebagai al-Qalbu -salah satunya- dalam artian halus. Definisi nya bersifat ketuhanan dan kerohanian. Dialah hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian. Dia sumber pengetahuan dan kearifan. Sasaran dari segala perintah dan larangan Tuhan.
Hati yang bersifat halus bertautan dengan hati jasmani, segumpal daging berbentuk bulat panjang yang terletak di sebelah dada bagian kiri. Pertautan keduanya sedemikian erat. Hati halus ini memiliki pasukan yang siap untuk melakukan kehendak tuannya.
Di dalam QS al-Muddatsir ayat 31, Allah SWT berfirman. Dan, tidak ada yang mengetahui akan balatentara Tuhanmu kecuali hanya Dia.
Al Ghazali menyebut, Allah memiliki balatentara dan pasukan yang dikerahkan pada hati ma nusia, roh, dan sekalian alam.Tidak ada yang mengetahui perincian bilangannya. Tak seorang pun mengetahui kecuali Allah semata.
Hati diibaratkan sebagai seorang raja. Pasukan-pasukannya itu menjadi ajudan dan pelayan- pelayannya. Menurut al-Ghazali, hati memiliki dua jenis pasukan. Pasukan golongan pertama, dapat dilihat dengan mata kepala. Sementara itu, golongan lainnya hanya dapat dilihat dengan bashirah(kebijaksanaan hati).
Pasukan hati yang tampak oleh mata kepala adalah tangan, kaki, mata, telinga, lidah (mulut), dan semua anggota tubuh bagian luar dan dalam. Mereka meladeni hati dan tunduk kepadanya. Semua anggota tubuh pun sudah bernaluri untuk tunduk kepada hati.
Dia tidak bisa menyeleweng dan berkeras kepala. Apabila hati memerintahkan mata untuk terbuka, terbukalah mata. Ketika ha ti diperintah bergerak, dia harus bergerak. Begitu pula lidah (lisan) ketika diperintahkan untuk berbicara.
Kepatuhan anggota tubuh dan segenap indera kepada hati di sebut menyerupai ketaatan para malaikat kepada Allah SWT. Mereka diberi bakat untuk berbakti dan tidak bisa melakukan penyelewengan kepada Tuhan. Mereka tak pernah mengingkari segala yang diperintahkan Tuhan kepadanya. Mereka tiada men- durhakai Tuhan terhadap segala apa yang diperintahkan Tuhan kepada mereka. Dan, senantiasa melaksanakan apa yang diperin- tahkan atas mereka. (QS at- Tahrim:6).
Meski demikian, al-Ghazali menyebutkan, ada satu segi yang membedakan antara ketaatan malaikat dan anggota-anggota tubuh tadi. Malaikat tahu akan ketaatan dan kepatuhan mereka kepada Allah. Namun, sekelompok mata hanya taat dan tunduk kepada hati dengan dasar taskhir atau eksploitasi. Mata dan anggota tubuh lainnya tidak mendapat pengalaman, baik dari dirinya maupun kepatuhannya kepada hati.
Pasukan yang tidak tampak berfungsi sebagai pasukan penangkap dan pengenal. Pasukan ini menenangkan anggota-ang gota lahir, yaitu pancaindera, pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perasaan kulit. Sementara itu, peran pasukan kedua, yakni sebagai unsur yang menenangkan tempat-tempat bagian dalam, seperti isi otak.
Apabila seseorang memejamkan mata, dia akan mendapatkan gambaran sesuatu itu dalam jiwanya, yakni fantasi. Gambaran dalam jiwa itu tetap teguh karena adanya pasukan pelindung. Dia berpikir tentang apa yang tergambar di hatinya.
Bak puzzle, tersusunlah suatu gambaran dengan gambaran yang lain. Pasukan penenang itu bisa mengakses perasaan gabungan, daya fantasi, daya berpikir, ingatan dan hafalan.
Kedua pasukan yang berupa amarah (al-Ghadhab) dan syahwat terkadang patuh kepada hati. Jika sedang patuh, dapat menolong hati dalam perjalanan yang sedang ditempuh. Hubungan kedua pasukan itu baik sekali. Amarah akan menangkis segala bahaya dari beragam musuh. Sementara itu, pasukan syahwat amat berguna untuk memenuhi fitrah manusia sebagai makhluk biologis, seperti mencari makan dan memperbanyak keturunan.
Namun, kedua pasukan itu terkadang membantah dan melawan hati. Keduanya bahkan dapat menguasai dan memperbudak hati. Di sini, hati menjadi binasa. Terputus perjalanannya untuk mencapai kebahagiaan abadi.
Beruntung, hati memiliki pasukan lain bernama ilmu, hikmah, dan tafakur. Hati pun berhak meminta bala bantuan kepada pasukan yang disebut itu. Mereka adalah tentara Allah Ta'ala untuk melindungi kedua pasukan yang disebut terdahulu, amarah dan syahwat. Mereka terkadang bertemu dengan pasukan setan.
Jika hati tidak meminta tolong, dia akan binasa dan menda- pat kerugian besar. Demikian kebanyakan orang. Akal mereka dipaksa tunduk kepada syahwat da lam mendapatkan dan mencari berbagai tipu muslihat pemuas syahwat. Ditukil dari buku Keajaiban Hati karya Imam al-Ghazali. [yy/agung sasongko/ihram]
Artikel Terkait: