Tiga Tahap Tawakal
Fiqhislam.com - Salah satu dari asma Allah SWT. adalah Al Wakiil, Allah Yang Maha Mewakili atau Maha Memelihara dan Mengurusi kebutuhan seluruh makhluk-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT. di dalam Al Quran, “Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu.” (QS. Az Zumaar [39]: 62)
Sebagai makhluk Allah SWT., kita wajib bertawakal kepada-Nya. Karena hanya orang yang tawakal kepada Allah yang akan dicukupi setiap kebutuhannya oleh Allah SWT. Namun, jangan salah kaprah memahami arti tawakal. Jangan sampai seperti orang yang ingin hidup sejahtera tapi aktifitasnya hanya tidur saja, kemudian dia berdalih, “Ah kuda nil juga kerjaannya hanya berendam tapi gemuk-gemuk.” Tawakal bukanlah demikian.
Orang yang tawakal adalah orang berserah diri kepada Allah SWT. dengan segenap keyakinan bahwa Allah adalah Yang Menguasai segala sesuatu, kemudian mengiringinya dengan ikhtiar yang maksimal.
Dalam tawakal, ada tiga tahapan yang perlu kita penuhi;
Tahap Pertama, belajar tentang asma Allah SWT. Dengan belajar mengenai nama-nama atau asma Allah, maka kita akan semakin mengenal Allah, akan semakin dekat dengan Allah. Kita akan semakin mengerti tentang siapa Pencipta kita, siapa Pemberi Rezeki kita. Mengenal adalah gerbang pertama yang akan mengantarkan kita kemudian pada derajat yakin.
Tahap Kedua, belajar menyempurnakan ikhtiar. Jangan dulu melompat kepada tahap keyakinan. Ikatlah dahulu tali unta, atau kuncilah dahulu kendaraan kita dengan benar, baru bertawakal kepada Allah SWT.
Jadi jangan sampai kita merasa tahu kepada Allah SWT. kemudian langsung saja kita yakin bahwa Allah akan memenuhi kebutuhan kita. Sebagai contoh, ada seorang pemuda tidak melakukan pekerjaan apapun selain santai saja atau bermalas-malasan saja. Saat dia ditanya, “Mengapa kamu tidak bekerja?” Lantas dia menjawab, “Saya yakin Allah Maha Memberi Rezeki, pasti saya akan dapat rezeki!”
Jawaban pemuda ini sekilas nampak benar, tapi salah. Pemuda ini belum sampai mengenal Allah, dia baru sebatas tahu bahwa Allah Maha Menolong. Kalau pemuda ini mengenal Allah, dia pasti akan mengerti siapa saja dan seperti apa saja orang yang akan ditolong oleh Allah SWT. Maka, penting untuk menyempurnakan ikhtiar; menyempurnakan belajar, menyempurnakan berobat dan lainnya. Jangan dulu menyerahkan segalanya kepada Allah, sebelum melalui tahapan ini.
Rasulullah Saw. bersabda, “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung, di pagi hari dia pergi dalam keadaan lapar dan di sore hari dia pulang dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad)
Dalam hadits ini kita melihat burung itu tidaklah diam. Dia terbang menjemput rezeki Allah yang dia pun belum tahu ada di mana rezeki tersebut. Ini memperlihatkan bahwa memaksimalkan ikhtiar adalah bagian penting dari tawakal. Jangan sampai yakin kita kepada Allah hanya menjadi tempat kita bersembunyi dari kemalasan kita.
Tahap Ketiga, mantapkan tauhid di hati. Setelah kita mengenal Allah melalui asma-Nya, kemudian menyempurnakan ikhtiar kita sebagai bentuk ibadah kepada-Nya, maka tahap selanjutnya adalah memantapkan di dalam hati bahwa tiada yang kuasa menolong kita kecuali Allah semata. Setelah upaya yang kita lakukan dengan maksimal, maka janganlah bergantung kepada atasan, jangan bergantung kepada orangtua, jangan bergantung kepada makhluk, karena mereka semua hanyalah perantara. Bergantunglah hanya kepada Allah SWT.
Demikianlah, semoga kita menjadi hamba-hamba Allah SWT. yang tawakal kepada-Nya dengan sebenar-benarnya tawakal. Walloohu alam bishowab. [yy/eramuslim]
Artikel Terkait: