Bekerja Sebagai Jalan ke Surga
Fiqhislam.com - “Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Taubah [9]: 105).
Dalam hidup, kita sebagai pekerja, hampir 60 persen waktu digunakan untuk bekerja di kantor. Sedangkan, umur kita berdasarkan dalam hadis dikatakan rata-rata antara 60-70 tahun dan sedikit yang mencapai 80 tahun. Pada umumnya tak jauh dari usia Rasulullah SAW.
Dalam perkiraan hitungan usia tersebut, jika dalam sehari kita satu jam beribadah pada Allah SWT dan 12 jam beraktivitas penunjang pekerjaan, diperoleh hitungan bahwa total dalam seluruh hidup hanya dua tahun yang digunakan untuk shalat.
Apa bisa diandalkan ke surga? Sedangkan, total waktu kerja kita dapat mencapai 25 tahun. Sungguh akan sangat bernilai jika kita dapat mengoptimalkan kerja di kantor maupun di rumah sebagai jalan ke surga.
Maka, persiapkanlah bekal yang cukup untuk dapat meraih surga yang telah Allah janjikan. Jika kita hanya mengandalkan pahala shalat, tentu saja tipis sekali. Bayangkan kalau hanya sekali shalat lima menit berarti semalam hanya 25 menit, satu bulan hanya 750 menit (12,5 jam).
Jika kita diberikan jatah usia 60 tahun, waktu yang kita gunakan untuk shalat hanya 285 hari (tidak sampai setahun).
Sementara, waktu yang kita gunakan untuk bekerja jika delapan jam saja sudah sepertiga usia kita. Jadi, dari usia 60 tahun untuk bekerja saja sudah 20 tahun, sedangkan yang kita gunakan untuk shalat hanya 285 hari, itu pun belum terpotong oleh lupa, malas, dan yang lainnya.
Sebagai sebuah ibadah, bekerja harus senantiasa dilatari oleh ketulusan kepada Allah SWT sebab ibadah yang akan dibalas pahala adalah ibadah yang didasari oleh niat tulus kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Dan sesungguhnya setiap perbuatan bergantung niatnya” (HR Bukhari).
Niat yang ikhlas ini pasti akan menjadikan seorang pekerja beretos kerja tinggi.
Sebab ia sadar bahwa ia bekerja bukan untuk memuaskan konsumennya semata, tetapi memuaskan Allah SWT. “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat” (QS as-Syura [42]: 20).
Orang yang bekerja untuk Allah SWT pasti akan juga mengindahkan aturan-aturan-Nya yang lain, termasuk ibadah-ibadah lainnya. Maka tidak ada dalam kamus kehidupannya pekerjaan yang bentrok dengan ibadah lainnya.
Maka tidak ada lagi karakter para pekerja yang abai dari shalat, abai dari membaca Alquran, dan ibadah lainnya karena kesibukan bekerja. Orang yang masih selalu abai dari ibadah karena pekerjaannya pertanda bekerjanya bukan ibadah.
Ketika kita bekerja baik dari rumah maupun di kantor karena Allah SWT, lelah seluruh badan dan pikiran kita karena pekerjaan, surga balasannya dan kelelahan dapat menjadi penghapus dosa. Wallahu a'lam bishawab. [yy/republika]
Oleh Biki Zulfikri Rahmat
Artikel Terkait: