pustaka.png
basmalah2.png


26 Jumadil-Awwal 1445  |  Minggu 10 Desember 2023

Sosok Mulia Maryam binti Imran, Ibunda Nabi Isa yang Sangat Sabar Hadapi Cobaan Besar

Sosok Mulia Maryam binti Imran, Ibunda Nabi Isa yang Sangat Sabar Hadapi Cobaan Besar

Fiqhislam.com - Kaum Muslimin pasti sudah mengetahui sosok mulia Maryam binti Imran. Beliau adalah ibunda Nabi Isa Alaihissallam. Maryam adalah perempuan yang banyak menghadapi ujian berupa celaan dan fitnah. Namun dengan penuh kesabaran, keluhuran budi pekerti, kekuatan iman, dan keikhlasan dalam menghamba kepada Allah Subhanahu wa ta'ala; ia mampu meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Ta'ala sehingga menghasilkan kenikmatan yang dapat dirasakan seluruh kaum Bani Israil yaitu Nabi Isa menjadi pemimpin bagi umatnya.

Maryam binti Imran merupakan perempuan yang namanya diabadikan dalam kitab suci Alquran sebanyak 34 kali. Ia menjadi perempuan satu-satunya yang namanya dijadikan nama salah satu surah Alquran. Satu-satunya perempuan yang bisa memasuki Al Quds, Palestina, yang saat itu hanya boleh dimasuki kaum laki-laki.

Kelahirannya di tengah budaya patriarki yang kuat menjadikan Maryam dianggap sebagai aib bagi masyarakat sekitar. Pada zamannya, melahirkan seorang putri adalah hal yang memalukan.

Dikutip dari laman resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (30/9/2021), ibunda Maryam yakni Hannah binti Fakhud adalah sosok perempuan dengan kesabaran yang sangat luar biasa manakala Allah Subhanahu wa ta'ala menjadikan dia sebagai perempuan yang tidak kunjung memiliki keturunan.

Meski begitu, tidak ada keputusasaan pada diri Hannah akan harapan memiliki anak meskipun sampai usia tua, hingga akhirnya Allah Subhanahu wa ta'ala hadirkan Maryam untuk mengisi kesepiannya.

Sesuai nadzar sang ibunda, Maryam tumbuh sebagai pelayan Tuhan di dalam Baitul Quds. Suatu area yang sangat suci bagi masyarakat sekitar, dan hanya boleh dimasuki laki-laki. Sosok Maryam yang kuat tercermin pada kemampuannya bertahan hidup di dalam Baitul Quds dengan pekerjaan kasar seperti mengangkat kendi, mengisi air, membersihkan baitul quds, menyiapkan makan dan kebutuhan para agamawan.

Menjadi yatim piatu di usia 6 tahun menjadikan Maryam memiliki keikhlasan dan ketegaran hati yang begitu mengakar di dalam jiwanya dalam menjalankan setiap hari demi hari kehidupannya dengan ibadah. Pagi harinya dia gunakan untuk berpuasa, malam hari sampai datang waktu pagi lagi untuk bertasbih. Tidak pernah Maryam tinggalkan mihrabnya, kecuali hanya untuk bekerja dan berhajat ke kamar mandi.

Egosentris laki-laki penghuni Baitul Quds memuncak sejak kehadiran Maryam sebagai satu-satunya perempuan yang menjadi pelayan di rumah Tuhan. Tidak sedikit perlakuan kasar dan merendahkan yang diterima Maryam selama hidup di dalam Baitul Quds.

Ketidakadilan yang Maryam terima sebatas karena terlahir sebagai seorang perempuan. Kaum perempuan dilemahkan dan dianggap mustahil mampu mengerjakan pekerjaan mereka dengan alasan lemah secara fisik dan mental sesuai kodratnya.

Di tengah budaya jahiliyah yang identik dengan sistem patriarki yang mengikat dalam setiap tatanan social masyarakat Timur Tengah, Maryam membuktikan bahwa dirinya mampu menuntaskan pekerjaan yang dianggap hanya bisa dikerjakan laki-laki.

Sebagaimana tersebut dalam sejarah bahwa pada zaman pra-Islam, orang Arab merasa malu jika istrinya melahirkan seorang anak perempuan. Hal ini dianggap sebagai aib terbesar bagi keluarga. Oleh karena itu, bayi perempuan yang baru lahir langsung dikubur hidup-hidup. Hal ini digambarkan Al Quran dalam Surah At Takwir Ayat 8–9:

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ

بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ

"Apabila bayi perempuan dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh?"

Begitulah Maryam. Teramat haru kisahnya dalam berjuang membuktikan bahwa perempuan berhak akan kesetaraan dalam hal beribadah. Perempuan pertama yang mampu menduduki dan hidup dalam Al Aqsa sebagai pelayan Tuhan.

Dari kisah ini kita menyadari, sungguh bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala tidak sekalipun meninggalkan hamba-Nya. Allah Maha Mengetahui setiap doa hamba-Nya, baik yang terucap maupun tidak terucap. Kebaikan dan pahala tidak terhitung adalah bagi mereka yang mau bersabar atas setiap ujian yang diberikan oleh Allah Ta'ala. Rahmat Allah Ta'ala adalah kekal bagi mereka yang memegang teguh iman mereka. Wallahu a'lam bishawab. [yy/okezone]