Fiqhislam.com - Mengamalkan ibadah sangat dianjurkan. Namun bagaimana bila amalan tadi ternyata bercampur riya tidak dilakukan secara ikhlas.
Mengutip penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah dalam kitabnya Al-Qaulul Mufid: 2/125-126 menjelaskan sebagaimana dituliskan kembali oleh Zahir Al Minangkabawi.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: "Hukum ibadah yang dicampuri oleh riya, ada tiga macam:"
Pertama, apabila pendorong ibadah tersebut adalah murni ingin dilihat oleh orang dari awal, seperti seorang yang sholat karena ingin dilihat oleh manusia, tidak ada sedikitpun tujuan mencari wajah Allah Subhana Wata'ala maka ini merupakan syirik dan ibadah tersebut bathil (tidak sah).
Kedua, apabila riya tersebut mencampuri di tengah-tengah ibadah, maknanya pendorong di awal ibadah adalah ikhlas kerena Allah kemudian muncul riya di tengah-tengah ibadah, maka:
Apabila ibadah tersebut tidak saling berkaitan antara akhir dan awalnya, maka bagian awal ibadah tersebut sah sedangkan akhirnya (yang tercampur riya) batal. Misalnya, seorang yang memiliki 100 riyal yang telah dia persiapkan untuk sedekah. Lalu ia pun bersedekah 50 dengan ikhlas dan 50 dalam keadaan riya, maka bagian pertama sah sedangkan bagian kedua batal.
Adapun apabila ibadah tersebut merupakan ibadah yang saling berkaitan antara awal dan akhirnya, maka ada dua keadaan yakni:
1. Ia berusaha untuk menolak riya tersebut serta tidak merasa tenang dengannya. Bahkan dia berpaling dan membencinya. Maka seperti ini tidak berpengaruh terhadapnya, berdasarkan sabda Nabi Muhammad :
“Allah memaafkan ummatku dari segala yang dibisikkan dan dikatakan hatinya, selama belum dilakukan atau diucapkan.” (HR. Bukhari: 6664, Muslim: 127)
Misalnya, seorang sholat dua rakaat ikhlas karena Allah ?, dan pada raka’at kedua ia merasa ada riya namun dia segera menolaknya, maka hal ini tidak mempengaruhi sholatnya sedikitpun.
2. Dia merasa tenang dengan riya ini dan tidak berusaha untuk menolaknya, maka kedaan seperti ini membatalkan semua ibadah, karena ibadah tersebut akhirnya dibangun dari awalnya dan berkaitan. Misalnya, seorang sholat dua raka’at ikhlas kepada Allah SWT dan pada raka’at kedua muncul riya karena dia merasa ada orang yang melihatnya, kemudian dia malah merasa tenang dan menurutinya, maka batal semua sholatnya dikarenakan keterkaitan antara sebagian dengan sebagian yang lain.
3. Riya yang muncul setelah selesai ibadah, maka hal ini tidak mempengaruhi sedikitpun. Kecuali apabila ada kelaliman seperti menyebut-nyebut sedekah dan menyakiti orang yang menerima. Kelaliman ini dosanya menjadi penghapus pahala sedekahnya sehingga menjadi batal, berdasarkan firman Allah SWT :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (QS. Al-Baqarah:264). [yy/okezone]
Artikel Terkait: