9 Ramadhan 1444  |  Jumat 31 Maret 2023

basmalah.png

Hati-hati Ungkapan 'Cukup Al-Quran dan Sunnah, Jangan Ambil dari Ulama'

Hati-hati Ungkapan 'Cukup Al-Quran dan Sunnah, Jangan Ambil dari Ulama'

Fiqhislam.com - Ilmu agama adalah perkara yang mulia. Untuk memahaminya butuh kajian mendalam dan pengetahuan yang luas. Ilmu syariat tidak bisa dipelajari secara instan hanya dengan bermodalkan buku-buku terjemahan atau internet semata.

Kita sering mendengar ungkapan "Cukup Al-Qur'an dan Sunnah, Jangan Ambil dari Ulama". Ucapan kembali kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah adalah mulia dan disetujui semua umat Islam. Tetapi, jika slogan ini targetnya untuk membuang jauh peran para ulama, justru bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

"Sangat sering kita dengar orang berkata 'Saya mengikuti Al-Qur'an dan Sunnah, tidak mau ikut ulama A dan B'. Perkataan itu benar jika posisi kita sudah menjadi mujtahid muthlaq, yaitu level mujtahid yang sudah mampu menggali langsung kerumitan persoalan syariat langsung dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, dengan dibekali berbagai ilmu alatnya yang kompleks," kata Ustaz Farid Nu'man Hasan, Dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia.

Ini baru ngaji satu dua majelis atau by Youtube dan WA, tapi dengan gagah mengatakan: "Saya tidak perlu ulama." Jika jujur ikut Al-Qur'an, maka pelajarilah agama melalui ulama sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur'an:

فَسۡـَٔلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلذِّكۡرِ إِن كُنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

"Maka bertanyalah kepada ahlu adz-dzikri jika kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Anbiya’: Ayat 7)

Siapa Ahludz Dzikri? Dia adalah ahli ilmu (ulama). (Tafsir Al Qurthubi, 10/108).

Jika jujur ikut As-Sunnah, maka pelajarilah lewat ulama. Sebab Rasulullah Saw memerintahkan mengembalikan sesuatu kepada ahlinya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Saw bersabda:

إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَة َ

"Jika urusan dikembalikan kepada bukan ahlinya, maka tunggulah waktu kehancurannya." (HR. Al-Bukhari No. 59, 6496)

Ustaz Farid Nu'man mengungkapkan, salah satu tanda akhir zaman adalah lenyapnya ilmu dengan wafatnya para ulama. Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

"Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan." (HR. Al-Bukhari No. 100).

Para imam besar seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam As-Syafi'i, dan Imam Ahmad bin Hambal, sering menganjurkan kepada murid-muridnya, untuk mengambil dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. Siapa murid-murid mereka? Yaitu para imam besar, bukan orang awam. Hari ini banyak orang awam merasa nasihat imam yang empat itu adalah untuk mereka, padahal bukan.

Demikian pandangan Ustaz Farid Nu'man Hasan terkait pentingnya mempelajari ilmu agama. Semoga Allah memberi kita taufik agar difaqihkan dalam urusan uruan agama.Wallahu Ta'ala A'lam. [yy/sindonews]