Shalat Sunnah Rawatib, Apa Saja dan Bagaimana Caranya?
Fiqhislam.com - Shalat sunnah rawatib sangat dianjurkan Rasulullah SAW. Ada banyak keutamaan melaksanakan Shalat sunnah rawatib.
Hadits yang diriwayatkan dari Ummu Habibah, istri Nabi SAW mengungkapkan Rasulullah SAW bersabda "Tidaklah seorang hamba Muslim mengerjakan Shalat tathawwu' selain Shalat fardhu, sebanyak dua belas rakaat dalam sehari semalam karena (mengharap ridha) Allah, melainkan Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga, (atau melainkan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di Surga)." (HR Muslim).
Dalam riwayat at-Tirmidzi dan an-Nasa'i, dua belas rakaat yang dimaksud ditafsirkan sebagai empat rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat setelah Zuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya dan dua rakaat sebelum Subuh." Meski demikian, ada juga ulama yang mengatakan, Shalat sunnah rawatib dua rakaat sebelum Zuhur. Ini didasarkan dari sebuah dalil yang diriwayatkan Abdullah bin Umar.
Dari Abdullah bin Umar dia berkata: "Aku senantiasa mengerjakan Shalat sepuluh rakaat dari Rasulullah SAW, dua rakaat sebelum dan sesudah Zuhur, dua rakaat setelah Maghrib di rumahnya, dua rakaat setelah Isya di rumahnya, dan dua rakaat sebelum Shalat Subuh. Itulah saat ketika tidak ada yang masuk menemui Nabi. Hafshah memberitahuku bahwasanya jika seorang muadzin telah mengumandangkan adzan dan fajar telah terbit. Beliau pun mengerjakan Shalat dua rakaat."
Dikutip dari Shalat-Shalat Sunah Rasulullah karangan Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Shalat sunnah sebelum Subuh termasuk Shalat sunnah rawatib yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW. Sampai-sampai, Rasulullah SAW menjelaskan, dua rakaat sebelum Subuh itu lebih baik dari dunia dan seisinya.
Nabi SAW selalu mengerjakannya serta tidak pernah meninggalkannya baik saat berada di rumah atau dalam perjalanan. Hadits sahih dari Abu Maryam menceritakan, Rasulullah pernah dalam satu perjalanan malam. Di ambang Subuh, Rasulullah singgah kemudian tidur. Orang-orang pun ikut tidur. Mereka kemudian terbangun ketika matahari telah terbit menyinari. Rasulullah pun menyuruh muadzin mengumandangkan adzan. Kemudian, Nabi mengerjakan Shalat dua rakaat sebelum Shalat Subuh.
Rasulullah pun mencontohkan untuk berbaring di atas lambung kanan setelah menunaikan Shalat sunnah itu. Meski demikian, apa yang dicontohkan itu bukan termasuk wajib, melainkan sunnah. Ini berdasarkan keterangan dari Aisyah yang diriwayatkan Imam Bukhari, Nabi terbiasa berbincang-bincang dengan Aisyah, jika tidak maka beliau berbaring, setelah Shalat sunnah tersebut hingga dikumandangkan ikamah sebagai tanda Shalat.
Rasulullah SAW juga mencontohkan untuk mengerjakan Shalat sunnah rawatib Maghrib di rumah. Kecuali, bagi yang berhalangan. Penekanan ini pernah disampaikan Nabi mengerjakan Shalat Maghrib bersama mereka. Setelah mengucap salam, orang-orang lalu berdiri untuk mengerjakan Shalat sunnah. Dia pun berkata, "Kerjakanlah kedua rakaat ini di rumah kalian masing-masing." Diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai.
Aisyah RA juga menjelaskan Shalat sunnah rawatib di rumah saat ditanya oleh Abdullah bin Syaqiq. Menurut Aisyah, Rasulullah SAW biasa Shalat sunnah empat rakaat di rumah sebelum Shalat Zuhur. Kemudian, Rasulullah berangkat dan mengerjakan Shalat Zuhur berjamaah di masjid. Setelah itu, Nabi masuk rumah lagi dan mengerjakan Shalat dua rakaat. Dia juga biasa mengerjakan Shalat Maghrib bersama orang-orang lalu masuk rumah lagi dan mengerjakan Shalat sunnah dua rakaat. [yy/republika]
Artikel Terkait: