Fiqhislam.com - Seorang istri memegang peranan penting dalam kehidupan berumah tangga. Kedudukannya pun sangat vital. Di dalam rumah tangganya itulah seorang wanita akan mudah mendapatkan surga ataupun neraka.
Rasulullah SAW berpesan kepada sahabat dari kalangan kaum wanita, "Perhatikanlah bahwa posisimu dari dirinya (suami), karena sesungguhnya dia adalah surgamu dan nerakamu." (HR Ahmad).
Jika suami adalah surga dan neraka bagi wanita, maka seorang wanita (istri) hendaknya berusaha keras untuk dapat membahagiakan suami. Dengan mengetahuinya, seorang wanita akan berusaha keras untuk menghiasi dirinya dengan sifat-sifat terpuji sehingga dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sebaik-baik wanita adalah seorang istri yang membahagiakan suaminya ketika dia memandangnya, menaatinya ketika dia memerintahkannya, dan tidak menentangnya dalam urusan diri dan hartanya sehingga menyebabkan kebenciannya." (HR Ahmad, Nasa'i, dan Hakim).
Dalam hadits di atas Rasulullah SAW memberikan tiga kriteria seorang wanita (istri) yang dapat membahagiakan kaum pria (suaminya).
Pertama, membahagiakan suami. Agar dapat membahagiakan suami, seorang wanita (istri) hendaknya memiliki keterampilan dalam merias wajah, memilih riasan yang sesuai, dan bersikap lembut.
Mengenakan pakaian yang serasi, menjaga keindahan tubuh, mengatur pola kerja, pola makan, dan istirahat secara proporsional.
Kedua, menaati suami. Dalam hal ini, seorang wanita (istri) hendaknya memiliki seni dalam menaati suami, yaitu mengetahui akan hak dan kewajiban sebagai istri, mencintai pekerjaan rumah tangga, dan membantu suami dalam mengerjakan berbagai urusannya.
Ketiga, tidak melawan suami. Seorang wanita (istri) hendaknya mampu menyelaraskan visi dan misi dalam membangun keluarga bersama suami, berbicara kepada suami dengan bahasa yang santun dan mudah dipahami.
Selain itu, sebagai bentuk tidak melawan suami, seorang wanita (istri) hendaknya dapat mengelola urusan harta (keuangan) dalam keluarga.
Sebab, wanita (istri) menjadi pemimpin terhadap harta suaminya. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, "Seorang wanita (istri) menjadi pemimpin terhadap harta suaminya." (HR Abdur Razaq). [yy/republika]
Artikel Terkait:
- Sahih Bukhari
- HR Bukhari No 2698: Dia mengejar keledai itu hingga dapat membunuhnya. Kemudian dia memakan dagingnya. Sesungguhnya itu adalah makanan yang Allah berikan kepada kalian |ihram.halal.haram|
- HR Bukhari No 350: Beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat dengan mengusap kedua sepatunya |khuf|
- HR Bukhari No 1188: Ada seorang laki-laki yang sedang berihram dijatuhkan oleh untanya. Dia nanti akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah |haji.jenazah.kubur|
- HR Bukhari No 1443: Beliau membonceng Al Fadhal dari Al Muzdalifah hingga ke Mina. Nabi Saw bertalbiyah hingga Beliau melempar jumrah Al Aqabah |haji|
- HR Bukhari No 908: Bagaimana menurutmu apakah boleh jika sekarang Imam mendatangi para wanita untuk memberi peringatan kepada mereka setelah selesai dari khutbah |sedekah.idul fitri.idul adha|
- HR Bukhari No 2323: Seandainya aku tidak membawa hewan sembelihan (Al hadyu) tentu aku akan bertahallul. Wahai Rasulullah, ketentuan itu berlaku khusus untuk kami saja. Tidak, tapi untuk selamanya |haji.kurban|
- HR Bukhari No 683: Luruskanlah shaf-shaf kalian. Dan setiap orang dari kami merapatkan bahunya kepada bahu temannya dan kakinya pada kaki temannya |shalat|
- HR Bukhari No 1142: Bertepuk tangan itu adalah isyarat bagi kaum wanita. Maka siapa yang mendapatkan sesuatu yang keliru dalam shalat hendaklah mengucapkan SUBHANALLAH |imam.tasbih|
- HR Bukhari No 1486: Tempat singgah kita besok insya Allah di tempat peristirahatan Bani Kinanah saat mereka saling bersumpah setia diatas kekafiran |haji|
- HR Bukhari No 3339: Para sahabat-sahabatku belajar dari perkara-perkara kebaikan sedangkan aku belajar dari perkara yang buruk