Fiqhislam.com - Sebagai fondasi agama, shalat menjadi ibadah terpenting di dalam Islam. Jangankan tidak melakukannya, melalaikannya pun men jadi sebuah pelanggaran.
"Maka, celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya."(QS al-Maun: 4- 5).
Dalam menafsirkan ini, Imam Ibnu Katsir menukil salah satu pendapat ulama generasi tabiin, yakni Atha ibnu Dinar. Dia memuji Allah SWT yang telah menyebut lalai dari shalat dan bukan lalai dalam shalat. Mereka lalai karena tidak menunaikannya pada awal waktu. Mereka menangguhkannya sampai akhir waktu terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan.
Dalam menunaikan shalat, ada kalanya mereka tidak memenuhi rukun-rukun dan persyaratan sesuai dengan apa yang diperintahkan. Kondisi lainnya, mereka melakukan shalat tidak me menuhi rukun-rukun dan persyaratan sesuai dengan apa yang diperintahkan. Adakalanya juga mereka tidak khusyuk dan tidak merenungkan maknanya. Menu rut Atha, pengertian lalai dalam ayat tersebut mencakup semua itu.
Meski demikian, dia memberi catatan, orang yang menyandang sesuatu dari sifat-sifat tersebut berarti dia mendapat bagian dari apa yang diancamkan oleh ayat ini. Barang siapa yang menyandang semua sifat tersebut, berarti telah sempurnalah bagiannya. Ja dilah dia seorang munafik dalam amal perbuatannya.
Salah satu tujuan adanya perintah shalat, yakni untuk mengingat Allah SWT. "Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku."(QS Thaha: 14). Imam Al Ghazali ber kata, lalai adalah lawan dari ingat. Karena itu, barang siapa lalai dalam seluruh shalatnya, tidaklah mungkin ia mendirikan shalat untuk mengingat-Nya. Di sisi lain, Allah SWT berfirman, "Dan janganlah engkau termasuk dalam golongan orang-orang lalai." (QS al-Araf: 205).
Ayat tersebut bermakna la rang an yang memiliki makna lahir sebagai pengharaman. Tak hanya cukup di situ, Allah SWT pun berkata, "Hingga kalian mengerti apa yang kalian katakan." (QS an-Nisa: 43). Keadaan ini menjadi sebab dilarangnya orang mabuk untuk shalat. Kondisi ini pun berlaku kepada orang-orang yang lalai serta orang yang pikirannya timbul dan tenggelam. Dia selalu waswas dalam shalatnya. Pikirannya dipengaruhi oleh dunia meski berada dalam rukuk dan sujud.
Maka dari itu, amat benar perkataan Rasulullah SAW, "Sesungguhnya shalat hanya kemantapan hati dan kerendahan diri." Nabi SAW juga membatasi sabdanya dengan alif dan lam serta dengan kata 'innama'. Maksudnya, menetapkan dan menguatkan.
Begitu juga sabda Rasulullah SAW," Barang siapa shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, ia tidaklah bertambah dari Allah kecuali jauhnya." Menurut Imam Al Ghazali, shalatnya orang lalai itu tidak mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Tidak heran jika Nabi SAW bersabda, "Betapa banyak orang yang melaksanakan shalat, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya selain kelelahan dan kepayahan. " Bukankah Nabi SAW juga bersabda, "Tidaklah seorang hamba mendapatkan sesuatu dari shalatnya selain apa yang disadari oleh akalnya."
Enam ungkapan
Al-Ghazali menghimpun sikap-sikap batin dalam enam ungkapan. Kehadiran hati, pemahaman (makna), sikap mengagungkan, rasa takut, rasa harap, dan rasa malu. Kehadiran hati adalah kosongnya hati dari segala sesuatu selain dari apa yang dia kerjakan dan ucapkan. Jadi, ilmu tentang perbuatan dan perkataan selalu mengiringi keduanya. Pikiran pun tidak beredar selain kepada keduanya.
Pemahaman terhadap makna perkataan merupakan sesuatu yang berada di balik kehadiran hati, yaitu mengandungnya hati atas ilmu tentang makna lafal. Betapa banyak makna-makna halus yang dipahami oleh orang yang mengerjakan shalat mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar.
Sikap mengagungkan adalah sesuatu yang berada di balik ke hadiran hati dan pemahaman ser ta meningkatkan keduanya. Rasa takut meningkatkan sikap mengagungkan, yakni rasa takut yang ditumbuhkan oleh pengagungan dan pemuliaan. Rasa harap adalah hasrat untuk mendapat pahala dari Allah SWT.
Penyeimbangnya adalah rasa takut terhadap siksaan dari Allah atas kelalaiannya dalam menjalankan syariat-Nya. Terakhir, rasa malu bermakna merasa diri berkekurangan dalam menjalan kan syariat dan merasa banyak dosa.
Lantas, apa penyebab hadir nya sikap batin ini? Al Ghazali melanjutkan, kehadiran hati disebabkan oleh perhatian. Ia tidak ha dir pada apa yang tidak kita perhatikan. Hati itu tercipta de mikian dan tunduk kepada hal ter sebut. Ketika dia tidak hadir dalam shalat, ia sedang beredar pada urusan-urusan dunia yang menarik perhatian.
Pemahaman disebabkan oleh pemusatan hati untuk memahami makna. Cara memperolehnya, yakni dengan pemusatan pikiran disertai dengan kesiagaan penuh untuk menghalau segala bisikan ketika shalat.
Caranya, berlepas diri dari berbagai sebab yang memancing bisikan setan. Sikap mengagungkan disebabkan oleh dua keadaan hati. Pertama, pengenalan tentang ke muliaan dan keagungan Allah Azza wa Jalla. Kedua, pengenalan tentang kehinaan dan kerendah an diri serta kejadian diri sebagai hamba yang ditundukkan dan dipelihara.
Rasa takut timbul dari keadaan jiwa yang lahir dari pengenalan terhadap kekuasaan Allah dan keberpengaruhan-Nya dan keterlaksanaan kehendak-Nya. Tanpa disertai dengan menyombongi-Nya. Adapun rasa harap lahir dari pengenalan tentang ke lembutan Allah, kemurahan-Nya, kemerataan pemberian-Nya, dan kecermatan ciptaan-Nya. Sementara itu, rasa malu muncul karena adanya perasaan kekurangan dalam beribadah dan mengetahui ketidakmampuan diri untuk me negakkan hak-hak Allah Azza wa Jalla. Wallahu 'alam. [yy/republika]
Artikel Terkait:
- Sahih Bukhari
- HR Bukhari No 2412: Disamping kanan Beliau ada seorang anak kecil sedangkan di sebelah kiri Beliau ada orang-orang tua |majelis|
- HR Bukhari No 3100: Yang pertama kali diberikan pakaian pada hari kiamat adalah Nabi Ibrahim as dan ada segolongan orang dari sahabatku yang akan diculik. Itu Sahabatku, Itu sahabatku. Sesungguhnya mereka menjadi murtad sepeninggal kamu |kiamat.quran|
- HR Bukhari No 3147: Seandainya bukan karena perbuatan Bani Israil maka daging tidak akan membusuk, dan seandainya bukan karena Hawa' istri Nabi Adam As tentu wanita tidak akan mengkhianati suaminya selama-lamanya |yahudi.istri|
- HR Bukhari No 3162: Demi Dzat Yang telah memilih Musa untuk seluruh manusia. Janganlah kalian bandingkan diantara sesama Nabi-nabi Allah. Lalu sangkakala ditiup lagi, akulah orang yang pertama dibangkitkan hidup lagi |kiamat.arsy.anbiya.yahudi|
- HR Bukhari No 1535: Apakah Abdullah berjalan biasa bila telah sampai di Rukun Yamani. Tidak, kecuali bila sudah merapat dengan Ar-Rukun (Al Hajar Al Aswad), dia tidak akan meninggalkannya sebelum mengusapnya |haji.thawaf|
- HR Bukhari No 1558: Rasulullah Saw menunggang tunggangannya hingga sampai di Muzdalifah lalu Beliau shalat. Rasulullah Saw senantiasa membaca talbiyah hingga sampai di jamarah |haji.arafah.jumrah.jamak|
- HR Bukhari No 1815: Apabila seorang wanita sedang mengalami haid maka dia tidak shalat dan tidak puasa. Yang demikian itu menunjukkan kurangnya agamanya |qadha|
- HR Bukhari No 2123: Nabi Saw telah melarang uang bayaran zina |jual beli.haram|
- HR Bukhari No 3152: Nabi Musa As adalah seorang pemuda yang sangat pemalu. Sesungguhnya tidaklah dia ini menutupi tubuhnya melainkan karena kulit tubuhnya sangat jelek, bisa jadi karena menderita sakit kusta, bisul |quran.yahudi|
- HR Bukhari No 1855: Nabi Saw melarang berpuasa pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Dan melarang pula shalat setelah Subuh dan Ashar |haji.waktu shalat.ihtiba|