Fiqhislam.com - Setiap jiwa sejatinya mendambakan kebahagiaan, keberhasilan, kesuksesan, dan kemenangan di dalam menjalani kehidupan dunia ini.
Hal ini karena fitrah manusia memang menghendaki segala macam kebaikan dan pencapaian keberhasilan yang membahagiakan.
Mengenai hal tersebut, Alquran ternyata memberikan pesan atau tepatnya perintah yang tegas jika benar-benar menginginkan keberhasilan yang sejati, yakni bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.
"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertobat besertamu dan janganlah kamu melampaui batas." (QS Hud [11]: 112).
Ibn Katsir menjelaskan, Allah memerintahkan Rasul dan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk teguh dan selalu tetap dalam istiqamah. Sebab, hanya itulah gerbang terbaik untuk mendapatkan pertolongan yang besar dalam meraih kemenangan atas musuh-musuh dan dapat menghindari bentrokan, serta dapat terhindar dari perbuatan melampaui batas, karena melampaui batas itu merupakan kehancuran.
Jika kita klasifikasi, kita dapati tiga perkara utama. Pertama, istiqamah. Kedua, bersama orang-orang yang tobat. Ketiga, tidak melampaui batas.
Istiqamah sangat penting karena tanpa keistiqamahan iman dan Islam seseorang akan mudah goyah, rapuh, dan pada akhirnya runtuh. Oleh karena itu, kala seorang sahabat bertanya kepada Nabi perihal urusan paling penting dalam hidup yang ia tidak perlu bertanya kepada siapa pun. Nabi berpesan tegas, "Katakanlah aku beriman lalu istiqamahlah." (HR Muslim).
Istiqamah yang dimaksud adalah terhadap segala hal yang Allah perintahkan (kama umirta), yang itu berarti tidak ada yang lebih patut diutamakan dalam hidup ini selain menjalankan perintah-Nya, bagaimanapun situasi dan kondisinya. Misalnya, perintah shalat, menutup aurat terutama bagi wanita, apa pun kondisinya, menjalankan perintah tersebut hingga akhir hayat adalah wajib istiqamah.
Selanjutnya, bersama orang-orang yang bertobat. Artinya, kita mesti menjaga pergaulan agar dapat memastikan perintah istiqamah tetap terjaga. Jika seorang Muslimah ingin istiqamah dengan hijab, sudah sepatutnya ia memilih berada dalam komunitas orang yang menjaga hijab. Bukan malah sebaliknya, bergaul tanpa batas yang akhirnya menggoyahkan iman dan tekadnya dalam hijrah di jalan-Nya.
Terakhir, tidak melampaui batas. Hal ini berlaku dalam semua hal, termasuk ibadah dan amal saleh. Beribadah, shalat sunah, misalnya, sangat tidak dianjurkan sampai semalam suntuk. Termasuk bersedekah, juga tidak boleh terlalu royal sampai kemudian harus hidup dalam kesulitan, apalagi sampai meminta-minta. Semampu diri saja melakukannya karena amal yang terbaik dalam pandangan Allah adalah yang dikerjakan secara konsisten, ajek, alias istiqamah meski sedikit.
Pernah pada masa Rasulullah seorang sahabat tidak mau makan (puasa terus-menerus) tidak mau tidur (shalat malam, semalam suntuk), bahkan tidak pula mau membersamai istrinya. Rasulullah menegur dan mengatakan bahwa hiduplah sebagaimana Nabi hidup. Ada kalanya puasa, tapi juga tetap berbuka. Mengisi malam dengan shalat, tetapi juga tetap tidur, dan tidak meninggalkan kewajiban membersamai istri. [yy/republika]
Oleh Imam Nawawi
Artikel Terkait:
- Sahih Bukhari
- HR Bukhari No 1053: Nabi Saw bila berdiri melaksanakan shalat malam, Beliau memulainya dengan membaca doa istiftah |shalatul lail|
- HR Bukhari No 2271: Beliau minum sementara disamping kanan Beliau seorang anak kecil sedangkan di sebelah kiri Beliau ada para orang tua. Aku tidak akan mendahulukan seorangpun daripadaku selain anda |majelis|
- HR Bukhari No 3513: Kami sedang menggali parit dan mengangkut tanah di atas punggung-punggung kami pada perang Khandaq. Ya Allah, tidak ada kehidupan yang hakiki melainkan kehidupan akhirat. Ya Allah, ampunilah kaum Anshar |doa.syair|
- HR Bukhari No 2228: Ada seorang membebaskan budak sepeninggal tuannya. Siapa yang mau membelinya dariku. Uang pembelian tersebut diberikan kepada laki-laki tadi
- HR Bukhari No 181: Orang-orang mengambil sisa air wudhu beliau
- HR Bukhari No 2717: Ya Allah aku serahkan urusan suku Quraisy kepada-Mu. Terutama Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah, Al Walid bin Utbah, Ubay bin Khalaf, Uqbah bin Abu Muaith |doa.zhalim|
- HR Bukhari No 307: Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rezeki dan ajalnya |takdir|
- HR Bukhari No 2534: Ketika meninggal dunia Rasulullah Saw tidak meninggalkan dirham, dinar, budak laki-laki maupun perempuan dan tidak meninggalkan sesuatupun kecuali baghol |wafat nabi.wasiat.waris.sedekah|
- HR Bukhari No 1008: Ia hanya mengambil segenggam kerikil atau tanah lalu menempelkannya pada mukanya. Di kemudian hari orang itu terbunuh dalam kekafiran |sajadah.sujud tilawah.surah|
- HR Bukhari No 604: Orang sudah merapikan shaf lalu Rasulullah Saw maju ke depan untuk memimpin shalat padahal waktu itu beliau sedang junub |imam.janabah|