Fiqhislam.com - Dalam Alquran, anjuran serta teguran Allah SWT mengenai pentingnya menjadi manusia berakal kerap disinggung dalam sejumlah ayat-ayat-Nya. Namun begitu, Islam juga menekankan bagi setiap hamba untuk selalu menjadi pribadi yang taat dalam beribadah.
Lantas, manakah yang lebih baik antara ahli ibadah yang bodoh dengan orang yang lalim? Dalam sebuah hadis shahih yang diriwayatkan sahabat Anas bin Malik, dia berkata: “Aku memuji kebaikan seseorang di hadapan Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah justru bertanya: bagaimana akalnya? Mendengar hal ini, para sahabat berkata: wahai Rasulullah, ibadahnya... akhlaknya... kesopanannya, namun justru Rasulullah bertanya kembali: “Bagaimana akalnya?”
Mendengar jawaban Rasulullah, para sahabat justru terheran-heran lantas bertanya: “Wahai Rasulullah, kami memuji ibadahnya dan kebaikannya, sementara engkau bertanya kepada kami tentang akalnya?”. Mendengar hal ini, Rasulullah kemudian menjawab:
إنَّ الْأَحْمَقَ الْعَابِدَ يُصِيبُ بِجَهْلِهِ أَعْظَمَ مِنْ فُجُورِ الْفَاجِرِ وَإِنَّمَا يَقْرَبُ النَّاسُ مِنْ رَبِّهِمْ بِالزُّلَفِ عَلَى قَدْرِ عُقُولِهِمْ
“Innal-ahmaqa al-abida yushibu bijahlihi a’zhama min fujuril-fajiri wa innama yaqrabu an-nasu min Rabbihim bizzulafi ala qadri uqulihim,”. Yang artinya: “Ahli ibadah yang bodoh akibat kebodohannya dapat mendatangkan musibah yang lebih besar dibandingkan dengan kemaksiatan yang dilakukan seseorang yang zalim. Dan kedekatan manusia dengan Tuhannya (salah satunya) ditentukan berdasarkan kadar akalnya,”.
Imam al-Mawardi dalam bukunya yang diterjemahkan dengan judul Kenikmatan Kehidupan Dunia dan Agama menyebut, seandainya kecerdasan akal muktasab itu dikembangkan melalui proses pengembangan ketajaman berfikir, maka akal tersebut akan menemukan kesempurnaan secara mutlak dan pemiliknya berhak mendapatkan keutamaan dan kemuliaan dari ilmunya.
Kendati demikian, Islam juga tidak serta-merta menganjurkan para pengikutnya untuk menjadi pribadi yang zalim. Dalam berbagai literatur Islam, Rasulullah kerap menekankan kepada kaum Muslimin untuk menjadi umat yang kuat. Baik itu secara keilmuan, ketakwaan ibadah, maupun dalam status sosial serta kekayaan yang diperoleh secara halal. [yy/republika]
Artikel Terkait:
-
Sahih Bukhari
- HR Bukhari No 372: Salah seorang dari kami meletakkan salah satu dari ujung bajunya di tempat sujudnya karena panasnya |shalat|
- HR Bukhari No 1882: Dia terjadi pada sepuluh malam terakhir, juga pada sembilan hari yang terakhir atau pada yang ketujuh yaitu terjadinya Lailatul Qadar |ramadhan|
- HR Bukhari No 2581: Sesungguhnya di surga itu ada seratus derajat yang Allah sediakan buat para mujahid. Bila kalian minta kepada Allah maka mintalah surga firdaus karena dia adalah tengahnya surga dan yang paling tinggi |jihad.syahid.syuhada.akhirat|
- HR Bukhari No 71: Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal |ilmu|
- HR Bukhari No 765: Jika Nabi Saw melaksanakan shalat beliau membentangkan kedua lengannya hingga tampak putih ketiaknya
- HR Bukhari No 2416: Ada seorang laki-laki yang kepadanya Rasulullah Saw mempunyai hutang. Beli dan berikanlah kepadanya karena sesungguhnya yang terbaik diantara kalian adalah siapa yang paling baik menunaikan janji |munafik|
- HR Bukhari No 3256: Tidak akan terjadi hari kiamat hingga muncul seorang laki-laki dari suku Qahthan menggiring manusia dengan tongkatnya. Qahthan adalah nama wilayah atau suku di Yaman
- HR Bukhari No 2217: Seorang laki-laki datang menemui Nabi Saw untuk menagih unta yang dijanjikan kepadanya. Yang terbaik diantara manusia adalah mereka yang paling baik menunaikan janji |hutang.munafik|
- HR Bukhari No 3418: Kami pernah bersama Nabi Saw yang ketika itu beliau pegang tangan Umar bin Al Khattab |khulafaur|
- HR Bukhari No 184: Begitulah wudhunya Rasulullah Saw