Fiqhislam.com - Menuntut ilmu (tholabul 'ilmi) wajib hukumnya bagi setiap muslim dan muslimah sejak dari ayunan hingga liang lahat. Dalam Kitab 'Bidayatul Hidayah' karya Imam Al-Ghazali dijelaskan ada 3 tipe penuntut ilmu.
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW) bersabda: "Di malam Aku melakukan Isra', aku melewati sekelompok kaum yang bibir mereka digunting dengan gunting api neraka. Lalu Aku bertanya, 'Siapa kalian?' Mereka menjawab, 'Kami adalah orang-orang yang memerintahkan kebaikan tapi tidak melakukannya, dan mencegah keburukan tapi kami sendiri mengerjakannya."
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali mengatakan, celakalah orang bodoh karena ia tidak belajar. Tapi celaka seribu kali bagi orang 'alim yang tak mengamalkan ilmunya.
Dalam menuntut ilmu, manusia terbagi atas 3 tipe:
1. Seseorang yang menuntut ilmu untuk dijadikan bekal akhirat dimana ia hanya ingin mengharap ridha Allah dan negeri akhirat. Ini termasuk kelompok yang beruntung.
2. Seseorang yang menuntut ilmu untuk dimanfaatkan dalam kehidupannya di dunia sehingga ia bisa memperoleh kemuliaan, kedudukan, dan harta. Ia tahu dan sadar bahwa keadaannya lemah dan niatnya hina. Orang ini termasuk ke dalam kelompok berisiko. Jika ajalnya tiba sebelum sempat bertobat, yang dikhawatirkan adalah penghabisan yang buruk (su'ul-khatimah) dan keadaannya menjadi berbahaya. Tapi jika ia sempat bertobat sebelum ajal tiba, lalu berilmu dan beramal serta menutupi kekurangan yang ada, maka ia termasuk orang yang beruntung.
3. Seseorang yang menuntut ilmu sebagai sarana untuk memperbanyak harta, serta untuk berbangga dengan kedudukannya dan menyombongkan diri dengan besarnya jumlah pengikutnya. Ilmunya menjadi tumpuan untuk meraih sasaran duniawi. Ia terperdaya oleh setan. Ia mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah karena ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian berbicaranya layaknya ulama, padahal ia begitu tamak kepada dunia.
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa tipe ketiga ini termasuk golongan yang binasa, dungu, dan tertipu. Ia tak bisa diharapkan bertobat karena ia tetap beranggapan dirinya termasuk orang baik.
Ia lalai dari firman Allah Ta'ala yang artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa-apa yang tak kalian lakukan?" (QS Ash-Shaff: 2).
Karena itu, jadilah golongan yang pertama. Waspadalah agar tidak menjadi golongan kedua karena betapa banyak orang yang menunda-nunda, ternyata ajalnya tiba sebelum bertaubat.
Apabila ada yang bertanya, 'Apa permulaan dari hidayah tersebut sehingga aku bisa menguji diriku dengannya?" Maka ketahuilah bahwa hidayah bermula dari ketakwaan lahiriah dan berakhir dengan ketakwaan batiniah. Tak ada balasan kecuali dengan takwa dan tak ada hidayah kecuali bagi orang-orang bertakwa. Takwa adalah ungkapan yang mengandung makna melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Doa Agar Ilmu Bermanfaat:
Rasulullah SAW mengajarkan satu doa untuk berlindung dari ilmu yang tak bermanfaat. Berikut doanya:
Allahumma innii a'udzubika min 'ilmi laa yanfa'u wa qalbin laa yakhsya' wa 'amalin laa yurfa'u wa du'ain laa yusma'u.
Artinya:
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari amal yang tak diterima, dan dari doa yang tak didengar. [yy/rusman siregar/sindonews]
Keutamaan dan Ganjaran Bagi Orang yang Menuntut Ilmu
Keutamaan dan Ganjaran Bagi Orang yang Menuntut Ilmu
Fiqhislam.com - Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan. Mereka yang menuntut ilmu akan mendapat ganjaran pahala dan derajat tinggi di sisi Allah Ta'ala.
Bagaimana pandangan Islam terhadap orang yang menuntut ilmu dan apa saja ilmu yang wajib untuk diketahui? Berikut penjelasan singkat Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, ulama besar Yaman (1634-1720) dalam kitab populernya 'An-Nashoihud Diniyah'.
Menurut Habib Abdullah Al-Haddad, orang yang mengabaikan ilmu karena menyibukkan diri dengan urusan dunia dan hawa nafsu akan menyebabkan murkanya Allah. Betapa mulianya mencari ilmu hingga Allah mewajibkannya dan mengganjarnya dengan pahala besar.Banyak hadits Nabi menerangkan keutamaan ilmu. Rasulullah SAW bersabda, Allah mengilhamkan ilmu bagi orang-orang yang bahagia dan mengharamkannya bagi orang-orang yang sengsara.
Kemudian, Nabi SAW bersabda yang artinya: "Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga."
Di hadits lain, Nabi bersabda: "Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi pencari ilmu karena senang dengan apa yang dilakukannya."
Adapun keutamaan menuntut ilmu dalam sabda Beliau SAW: "Menghadiri majelis ilmu lebih utama daripada salat seribu rakaat dan menjenguk seribu orang sakit serta melayat seribu jenazah."
Selain itu, Allah menjamin rezeki pencari ilmu. Ini adalah penjaminan khusus di samping penjaminan umum sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan tidak ada suatu binatang melata (makhluk) pun dibumi, melainkan Allah yang memberi rezekinya." (QS Hudd: 6).
Perumpamaan orang bodoh yang lalai dalam menuntut ilmu wajib atasnya adalah seperti hamba yang dikirim surat oleh tuannya. Ia menyuruhnya melakukan banyak perkara di dalamnya dan melarangnya melakukan banyak hal. Akan tetapi, ia tidak melihat isi surat itu dan tidak mengetahui isinya sama sekali, padahal ia mampu melakukan itu karena menguasainya.
Sedangkan perumpamaan orang alim (berilmu) yang tidak mengamalkan ilmunya adalah seperti orang yang membaca surat tuannya dan mengetahui isinya, namun tidak mematuhi perintahnya dan tidak menjauhi larangan yang disebutkan dalam surat itu.
Hal yang Wajib Diketahui Penuntut Ilmu
Setiap muslim wajib mengetahui ilmu-ilmu iman dan mempelajari akidah-akidah ringkas yang disusun oleh para imam.
Adapun ilmu-ilmu Islam dapat ditemukan dalam kitab-kitab para imam fiqih. Yang wajib dipelajari ialah kadar ilmu yang harus diketahui oleh seorang mukmin seperti kewajiban salat lima waktu dan cara menunaikannya, syarat-syarat dan waktu-waktunya serta bagaimana cara bersuci dan yang semakna dengannya.
Selain itu ilmu tentang wajib zakat dan kadar yang wajib darinya dan waktu di mana zakat menjadi wajib. Ilmu tentang puasa Ramadhan, syarat-syarat puasa dan berbagai perkara yang membatalkannya. Ilmu tentang kewajiban haji bagi yang mampu dan syarat-syarat kemampuan itu.
Singkatnya, setiap muslim wajib mengetahui kewajiban semua perkara yang wajib dan semua perkara yang diharamkan seperti zina, maksiat, minuman yang memabukkan, menganiaya orang lain, pencurian, pengkhianatan, dusta, namimah, ghibah dan semacamnya.
Habib Abdullah Al-Haddad berpesan agar umat Islam menempatkan ilmu sebagai hal yang sangat penting. Di samping wajib belajar untuk diri sendiri, seorang suami juga wajib mengajari istrinya dan semua orang yang ia pimpin.
Jika para suami tidak sanggup mengajari mereka, maka suami harus menyuruh istrinya keluar kepada ahli ilmu untuk belajar kadar yang diwajibkan. Jika tidak demikian, maka para suami akan menanggung dosa.
Ketahuilah, kebodohan adalah pangkal segala kejelekan dan bencana di dunia dan akhirat. Imam Ali radhialllahu 'anhu (RA) berkata: Ilmu itu lebih baik daripada harta, karena ilmu menjagamu, sedangkan engkau menjaga harta. Ilmu bertambah ketika diajarkan, sedangkan harta berkurang ketika dibelanjakan. Ilmu berkuasa sedangkan harta dikuasai. [yy/sindonews]