Fiqhislam.com - Saling bertamu menjadi sarana manusia mempererat tali silaturahim. Imam al-Ghazali menjelaskan, seyogianya, tamu yang di undang adalah bagian dari orang-orang bertakwa.
Meski begitu, mengundang tamu sebaiknya tidak dibatasi pada orang-orang kaya. Orang-orang fakir juga ha rus diikutsertakan seperti apa yang disampaikan Nabi SAW: "Makanan terburuk adalah makanan walimah (pesta/resepsi) tempat orang kaya diundang dan orang fakir dilarang."
Untuk mengundang tamu juga hendaknya tidak menyia-nyiakan sanak kerabat. Menyia-nyiakan mereka merupakan bentuk pengabaiaan dan pemutusan silaturahim. Dia juga semestinya mem perhatikan urutan dalam kawan-kawannya dan kenalannya.
Ketika mengkhususkan sebagian orang, bisa jadi menyinggung perasaan orang lain. Undangan pun hendaknya disampaikan dengan tidak bermaksud untuk bermegahan dan membanggakan diri. Undangan ini di maksudkan untuk menyambung hati para saudara dan menggemberikan orang-orang mukmin.
Di sisi lain, memenuhi undangan hukumya adalah sunnah muakad bahkan dikatakan wajib dalam beberapa kesempatan. Imam al-Ghazali menjelaskan tentang lima adab memenuhi undangan.
Pertama, seyogianya ia tidak membedakan orang kaya dan fakir dalam memenuhi undangan. Sikap tersebut merupakan kesombongan yang terlarang.
Kedua, janganlah dia tidak mau memenuhi undangan dengan alasan jauhnya jarak, sebagaimana keengganannya memenuhi undangan karena status pengundang.
Selama jarak masih dapat ditempuh menurut kebiasaan, tidak sepatutnya ia tak menghadirinya.
Ketiga, jangan sampai tidak memenuhi undangan dengan alasan sedang berpuasa. Jika berbuka puasa membuat hati saudaranya gembira, hendaklah dia berbuka. Selama dia berniat untuk menggembirakan hati saudaranya, di samping segala niat puasanya, dia telah mendapatkan apa yang lebih utama.
Hanya, jika dia sedang melakukan puasa wajib, hendaknya dia menyampaikan alasan itu ke pada saudaranya. Ibnu Abbas RA berkata, "Di antara kebaikan paling utama adalah memuliakan kawan-kawan duduk dengan berbuka puasa." Jadi, berbuka puasa dengan niat ini adalah ibadah dan akhlak yang baik. Pahalanya, di atas pahala puasa sunah.
Keempat, hendaknya ia tidak memenuhi undangan jika makanannya subhat. Hal lainnya adalah acara undangan diselenggarakan di tempat yang mungkar atau si pengundang adalah orang zalim dan fasik.
Kelima, janganlah ia menghadiri undangan dengan maksud memenuhi syahwat perut. Wallahu a'lam. [yy/republika]