pustaka.png
basmalah2.png


13 Rabiul-Awwal 1445  |  Kamis 28 September 2023

Khandaq, Saksi Keteguhan Iman Kaum Muslimin

Khandaq, Saksi Keteguhan Iman Kaum Muslimin

Fiqhislam.com - Setahun setelah Perang Uhud pada tahun ke-5 Hijriah kaum kafir Quraisy menggalang kekuatan untuk menghancurkan kaum Muslimin di Madinah. Kaum kafir Quraisy berkomplot dengan Bani Sualim, Kinanah, penduduk Tihamah dan Al-Ahabisy. Mereka menggelar pertemuan di Marru Dzahraan, sekitar 40 kilometer dari Makkah, untuk melakukan serangan besar-besaran.

Rencana jahat itu terdengar oleh kaum Muslimin di Madinah. Rasulullah SAW lalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Kekuatan tentara musuh terbilang sangat besar. Menurut Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah, jumlah kekuatan tentara musuh mencapai 10 ribu tentara.

Mereka membawa serta 300 ekor kuda dan 1.500 ekor unta, ujar Dr Akram. Sementara itu, menurut Ibnu Ishaq dalam Sirah Ibnu Hisyam, jumlah tentara kaum Muslimin hanya mencapai 3.000 personel. Bahkan, Ibnu Hazm menyebut jumlah pasukan Islam hanya 900 orang.

Dalam musyawarah itu, Salman Al-Farisi menggulirkan sebuah gagasan yang cemerlang. Ia mengusulkan agar umat Muslim menggali parit di wilayah utara kota Madinah, untuk menghubungkan antara kedua ujung Harrah Waqim dan Harrah Al-Wabrah. Daerah ini adalah satu-satunya yang terbuka di hadapan pasukan musuh, papar Dr Akram.

Sedangkan sisi lainnya, bagaikan benteng yang bangunannya saling berdekatan dan dipenuhi pohon-pohon kurma, yang dikelilingi oleh perkampungan kecil yang menyulitkan unta dan pejalan kaki untuk melewatinya. Dr Syauqi Syaqi Abu Khalil dalam Athlas Hadith Nabawi, parit yang digali kaum Muslimin itu terbentang dari utara sampai selatan Madinah.

Panjang parit itu mencapai 5.544 meter, lebarnya 4,62 meter, dan kedalaman 3.234 meter, ungkap DR Syauqi. Dr Akram menyebutkan, panjang parit itu mencapai 5.000 hasta, dan lebarnya sembilan hasta. Setiap 10 orang mendapat jatah untuk menggali sekitar 40 hasta.

Usulan Salman Al-Farisi itu diterima Rasulullah SAW beserta para sahabat, mengingat jumlah pasukan tentara musuh yang begitu besar. Lalu, dimulailah proses penggalian. Menurut Dr Akram, kaum Muhajirin bertanggung jawab untuk menggali dari sekitar benteng Ratij di sebelah timur sampai benteng Dzubab.

Sedangkan kaum Anshar menggali mulai dari benteng Dzubab sampai Gunung Ubaid di sebelah barat, tutur Dr Akram.  Menurut Dr Syauqi, proyek pengerjaan parit yang dilakukan secara gotong-royong itu berhasil diselesaikan selama 9-10 hari. As-Samhudyy dalam Wafa al-Wafa menyebutkan, proses pengerjaan parit itu hanya memakan waktu selama enam hari.

Tak mudah bagi kaum Muslimin menggali parit sepanjang lebih dari lima kilometer itu. Dalam Fathul Bari  dikisahkan,  pada saat itu kondisi Kota Madinah sangat dingin. Tak hanya itu, kaum Muslim pun kekurangan bahan makanan sehingga dilanda kelaparan.

Pada saat itu, persediaan bahan makanan bagi tentara sangatlah sedikit, yaitu gandum yang diaduk dengan minyak yang sudah busuk lalu direbus, papar Dr Akram. Meskipun bau dan rasanya tak enak, kaum Muslimin yang bertugas menggali parit itu terpaksa harus memakannya.

Maklum saja, mereka benar-benar kelaparan karena persediaan makanan sangat sedikit. Kadang-kadang, menurut Dr Akram, Nabi SAW serta para sahabat dari golongan Anshar dan Muhajirin tak kebagian makanan sehingga harus rela mengganjal perutnya dengan kurma seadanya.

Bahkan, pernah selama tiga hari mereka tak makan sama sekali. Kondisi itu tak menyurutkan semangat kaum Muslimin untuk tetap menggali tanah Madinah, yang tandus, kering, dan penuh bebatuan. Hangatnya keimanan yang ada dalam hati mereka, mampu mengusir cuaca dingin dan rasa lapar yang melilit-lilit, ujar Dr Akram.

Semua kaum Muslimin tanpa memandang status sosial bekerja bersama-sama. Rasulullah SAW pun turut memberi semangat dan teladan, dengan ikut menggali dan mengangkut tanah. Sehingga, perut Nabi Muhammad SAW dipenuhi debu. Untuk mengurangi rasa lapar yang melilit, beliau mengganjal perutnya dengan batu.

Para sahabat pun kerap meminta bantuan dari Rasulullah SAW untuk memecahkan bebatuan yang besar. Rasulullah SAW lalu mengambil cangkulnya dan membantu memecahkan batu-batuan yang besar itu. Untuk memberi semangat bagi para sahabat, Nabi SAW tetap mengerjakan pekerjaan berat itu dengan riang gembira.

Rasulullah SAW menggali parit dan memecahkan bebatuan yang besar sambil melantunkan syair: Ya Allah, kalau bukan karena Engkau, kami tak kenal hidayah… Tak kenal sedekah dan tak kenal shalat. Ya Allah, limpahkanlah ketabahan dan ketenangan. Mantapkan kaki dan tekad menghadapi lawan. Komplotan musuh siap menyerang kita membawa bencana. Namun, kita tak rela terhadap fitnah.

Sedangkan, menurut Dr Akram, kaum Muslimin juga menunjukkan wajah-wajah gembira di tengah pekerjaan yang sebenarnya berat. Untuk menghilangkan rasa lelah, mereka bersenandung: Kamilah yang telah membaiat Muhammad. Di atas Islam selama hayat masih dikandung badan.

Rasulullah SAW menjawab syair yang dilantunkan para sahabat itu dengan sabdanya, Ya Allah tak sesungguhnya tidak ada kebaikan kecuali kebaikan akhirat, maka berkatilah kaum Anshar dan Muhajirin. (Shahih Bukhari)

Kerja keras Rasulullah  SAW yang turut serta menggali parit telah membuat semangat  para sahabat meningkat. Sehingga, pembuatan parit yang begitu panjang dan lebar itu dapat dilakukan dengan begitu cepat. Sehingga, umat Islam dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi pasukan tentara musuh yang akan menyerang.

Menurut Dr Syauqi, bekas parit yang dibuat umat Islam untuk menghadapi pertempuran Khandaq itu di bagian selatan sudah hilang. Kini, didekatnya terdapat Masjid al-Fath. Khandaq telah menjadi saksi keteguhan iman umat Muslim pada zaman itu. [yy/republika]