Niat, Kunci Amal
Fiqhislam.com - Niat merupakan salah satu hal yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang. Mungkin dalam shalat, hal yang satu ini tak pernah terlupakan, tapi bagaimana dengan perbuatan baik lainnya? Inilah yang harus dibiasakan. Di mana setiap amal perbuatan itu memiliki satu kunci, yakni niat.
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafs bin Khaththab RA dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya setiap eprbuatan tergantung niatnya dan setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang diniatkan. Siapa yang hijarahnya karena (ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan’,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Hadis ini muncul karena suatu sebab waktu itu para sahabat melaporkan adanya seseorang yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah untiuk menikahi seorang wanita bernama Ummu Qais. Secara zahir apa yang ia lakukan sama dengan apa yang dikerjakan oleh para sahabat. Tapi, niat dan tujuannya ternyata berbeda, yaitu untuk menikahi Ummu Qais. Oleh karena itu, ia dijuluki “Muhajir Ummu Qais” (orang yang berhijar demi Ummu Qais).
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku,” demikian terjemah surat Adz-Dzariyah ayat 56. Allah menegaskan bahwa tujuan hidup kita di dunia adalah beribadah atau mengabdi kepada Allah. Benar, itu saja tugas kita.
Lalu, tahukah Anda apa separuh dari ibadah itu? Ya, separuh dari ibadah itu adalah hadis di atas karena ia menjadi timbangan amalan batin. Sementara yang separuhnya lagi, yang menjadi timbangan amalan lahir, adalah hadis, “Barangsiapa mengada-ada suatu perkara dalam urusan agama kami, yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia tertolak,” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kedua hal tersebut, yaitu niat yang ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah, merupakan kunci diterimanya ibadah seseorang. Bertolak dari sini, meluruskan niat adalah keniscayaan bagi kita. Ada baiknya, sebelum beramal kita selalu bertanya pada hati kecil kita, “Apa niat yang saya lakukan ini dan untuk siapa perbuatan ini saya lakukan.” Mengapa? Karena mengetahui cacatnya niat di awal itu lebih baik daripada mengetahui di belakang.
Lalu, apa yang dimaksud niat di sini? Menurut Syaikh As-Sa’di, niat adalah menyengaja untuk melakukan suatu amalan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah serta mencari ridha dan pahala dari-Nya. Jadi, sabda Nabi “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya…” maksudnya ialah amalan-amalan yang berkenaan dengan ketaatan, bukannya amalan-amalan yang bersifat mubah, apalagi makruh dan haram.
Fungsi niat ialah untuk membedakan antara kebiasaan dan ibadah. Misalnya, Anda duduk di dalam masjid. Ini bisa diniatkan untuk sekedar istirahat, sebagai bentuk kebiasaan, namun bisa juga untuk beribadah, yaitu dengan niat keritikaf. Jadi, yang membedakan antara ibadah dan kebiasaan serta mendapat pahala atau tidak adalah niat.
Selain itu, niat juga berfungsi untuk membedakan antara satu bentuk ibadah dan bentuk ibadah yang lain. Contohnya ialah orang yang mengerjakan shalat empat rakaat. Shalat empat rakaat ini bisa merupakan shalat dzuhur atau pun shalat sunnah rawatib. Maka, yang membedakan antara keduanya adalah niat.
Adapun makna sabda Nabi “… dan setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan…” maksudnya ialah setiap perbuatan disesuaikan dengan niat pelakunya, baik mengenai sah atau rusaknya maupun kesempurnaan atau kekuarangannya. Orang yang melakukan suatu ketaatan dengan setengah hati maka pahala yang akan didapatkannya pun akan berkurang. Sebaliknya, orang yang beribadah dengan sepenuh hati maka ia pun akan memperoleh pahala yang sempurna.