Wahai Rasul, Wanita Bagaimana yang Paling Baik?
Fiqhislam.com - Siapakah kiranya wanita terbaik itu? Apakah dia yang muda usianya, cantik rupanya, wangi baunya, cerdas pemikirannya dan lemah lembut tutur katanya? Lalu, siapa pula wanita terburuk itu? Apakah dia yang telah layu dimakan usia, bodoh tingkah lakunya, kasar ucapannya dan tak indah lagi dipandang mata? Ternyata bukan kriteria semacam itulah yang menjadikan seorang muslimah disematkan julukan wanita terbaik oleh Rasulullah.
Seorang sahabat bertanya pada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, wanita yang bagaimana yang paling baik?" maka beliau menjawab, "Wanita yang menyenangkan hati jika dilihat (suami), taat jika diperintah dan tidak menyelisihi pada sesuatu yang ia benci terjadi pada dirinya (istri) dan harta suaminya." (HR Ahmad)
Hal ini selaras pula dengan penuturan seorang badui ketika ditanya tentang wanita, ia menjawab, "Wanita yang paling utama adalah yang paling tinggi ketika berdiri dan paling besar ketika duduk, paling jujur ketika berbicara, jika tertawa cukup tersenyum, jika membuat sesuatu sangatlah baik, taat kepada suaminya, mengurusi rumahnya, mulia di hadapan kaumnya, rendah dalam dirinya, penuh cinta kasih dan banyak anak, serta yang segala sesuatunya terpuji."
Selanjutnya dia menjawab, "Yang paling jelek di antara mereka adalah yang tertawa tanpa sebab yang pasti, berkata bohong, suka menyumpahi suaminya, hidungnya di langit (sombong), dan pantatnya di air (rendah martabatnya)."
Begitulah wanita yang terbaik, yaitu mereka yang taat kepada suaminya, memenuhi hak-hak suaminya dan mampu menjaga amanah diri dan harta suaminya ketika ditinggal berpergian. Wanita ini pula yang mampu menjadi penyejuk suami kala di dunia dan teman setia meniti tangga menuju surga.
Sedangkan wanita terburuk adalah mereka yang menjadi neraka bagi suaminya, yang merasa angkuh dan lebih tinggi kedudukannya, padahal Allah telah berfirman dalam surah An Nisa' ayat 34 yang berbunyi, "Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita." maka sudah seyogyanya pula seorang wanita harus menaati suaminya dengan catatan bahwa segala perintah tersebut tidak bertentangan dengan syariat agama Islam.
Marilah kita simak perbincangan indah Abu Darda kepada istrinya Ummu Darda, "Jika kamu melihatku sedang marah, relakanlah aku. Jika aku melihatmu sedang marah, aku akan merelakanmu. Jika tidak, kita tidak akan pernah berteman (bersatu)."
Shalihat, mari kita berusaha menjadi wanita terbaik sesuai penuturan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam? Semoga yang belum menikah memanfaatkannya sebagai ilmu memantaskan diri sedangkan yang sudah menikah dijadikannya semangat perbaikan hingga layak menyaingi para bidadari di surga kelak. Aamiin ya Rabbal 'alamin. [yy/inilah]
Artikel Terkait: