Dua Pilar Meraih Kemuliaan Islam
Fiqhislam.com - Diantara kesempurnaan agama Islam, seluruh ajarannya bisa dilaksanakan dan telah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (Saw) bersama para sahabat yang membersamai kehidupannya.
Dikatakan, setiap orang bisa menikmati kemuliaan itu selama ia istiqamah mengikuti tuntunan Nabi. Sebab agama Islam bukanlah ajaran yang datang dari negeri antah berantah.
Ajaran yang hanya indah dicerita tapi tak bisa diikuti oleh manusia setelah Nabinya tiada. Islam juga bukan syariat yang melulu bicara tentang akhirat dan melupakan kehidupan dunia, serta tidak pula sebaliknya.
Allah berfirman:
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذي أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه …
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya…” (Asy-Syura [42]: 13)
Ayat di atas menerangkan, untuk menggapai kemuliaan syariat Islam sebagai pemuncak peradaban terbaik manusia, setidaknya ada dua perkara yang harus menjadi perhatian utama umat Islam.
Pertama, “Tegakkanlah agama”
Pengarang Tafsir Fathu al-Qadir, Imam asy-Syaukani merangkum beberapa pendapat terkait perintah menegakkan agama tersebut.
Muqatil berkata, perintah menegakkan agama berarti meneguhkan urusan tauhid. Mujahid menjelaskan, tidaklah Allah mengutus Nabi dan Rasul kecuali mengajarkan shalat, zakat, dan istiqamah menetapi perintah-perintah Allah lainnya.
Sedang Qatadah berpendapat, agama ini bisa tegak jika kaum muslimin sudah sanggup menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram.
Senada, Mufassir Abdurrahman as-Sa’di menerangkan, menegakkan agama adalah mengerjakan seluruh syariat agama, baik yang bersifat ushul (pokok) maupun furu’ (cabang).
Semuanya diamalkan secara individu (fardhu ain) lalu didakwahkan kepada orang lain. Hal ini tentunya membutuhkan ta’awun (kerjasama), saling menasihati dan mengingatkan untuk perkara kebaikan dan ketakwaan.
Kedua: “Dan janganlah kalian berpecah belah padanya”
Masih menurut as-Sa’di, wihdatul ummah (persatuan umat) menempati ranking teratas dalam upaya mencapai kejayaan kembali umat Islam. Hendaknya umat Islam tidak terpecah hanya karena urusan furu’ semata.
Meski demikian, setiap Muslim harus menyadari dalam urusan prinsip agama, akidah sama sekali tak boleh diusik atau ditolerir hanya karena khawatir dikatakan radikal dalam perkara keyakinan.
Diingatkan as-Sa’di, jika bibit perpecahan itu terus dipelihara maka sejatinya yang menangguk keuntungan adalah musuh-musuh agama, bukan yang lain apalagi yang sedang bertikai.
Umat Islam sendiri hanya beroleh kerugian dan kehilangan kekuatan. Sebab perpecahan itu menimbulkan kerenggangan ukhuwah dan keberkahan jamaah. Untuk itu hendaknya realitas di lapangan bisa menjadi cermin buat seluruh umat Islam.
Ibarat bola liar, kini upaya penistaan agama dan bentuk pelecehan syariat kian menggelinding dan terus berkembang dari waktu ke waktu.
Mirisnya, umat Islam seolah tak pernah berdaya menghadapi itu semua. Justru yang terjadi, pelecehan itu terlihat kian marak dan berani dilakukan di hadapan mata umat Islam.
Khatimah
Dalam Islam, seruan tauhid menjadi inti dari ajaran agama. Tauhid bukan sekadar persoalan membaca dua kalimat syahadat saja. Atau asal manusia itu percaya kepada Tuhan dan mengakui-Nya sebagai Pencipta.
Sebab tauhid yang benar adalah iman yang produktif. Ia kokoh dalam jiwa, tegas dalam ucapan, santun dalam adab dan akhlak, serta menggerakkan untuk senantiasa beramal shaleh.
Hari ini perang pemikiran kian meluas menerpa umat Islam. Tak sedikit di antara mereka yang percaya bahwa semua agama itu sama di hadapan Tuhan.
Dengan dalih paham humanisme dan pluralisme, kebaikan itu lalu diukur menurut standar logika manusia. Sedang agama, bagi mereka adalah tak lebih dari ritual yang bersifat simbolis.
Sebab semua agama itu sama-sama mengajarkan kepada kebaikan dan berbuat baik kepada sesama.
Tokoh pendidikan Melayu, Naquib Al-Attas menegaskan, Islam adalah satu-satunya agama wahyu (revealed religion) yang diturunkan oleh Allah sejak masa Nabi Adam Alaihi as-salam (As).
Ia bukan dimaknai sekadar bahasa, yang berarti agama pasrah atau tunduk. Bahwa percaya kepada Tuhan dan berbuat baik kepada sesama sudah dianggap bentuk agama yang benar (true religion).
Tapi Islam juga harus dipahami dengan makna istilah, yaitu memenuhi lima rangkaian rukun Islam dan enam perkara dalam rukun Iman secara mutlak.
Islam tidak bisa dipahami dengan pemahaman parsial (juziyyah) apalagi dengan mengartikan Islam sesuka hati. Sebab Islam satu-satunya agama yang menawarkan kemuliaan dunia dan akhirat. [yy/hidayatullah]
Artikel Terkait: