Pahala Pewakaf
Assalamualaikum wr wb. Bagaimanakah pahala pewakaf bila tanah wakaf tidak lagi bisa digunakan atau tidak lagi mempunyai nilai ekonomi? Misalnya, karena terkena lumpur Lapindo atau bencana alam lainnya?. Bagaimanakah ukuran pahala pewakaf? Apakah diukur dari fungsional tidaknya harta yang diwakafkan, besar kecilnya harta yang diwakafkan, ataukah keikhlasan pewakaf terhadap Allah SWT?.
Terima kasih atas jawaban Bapak. Andi Bandung
Jawab:
Alaikumussalam wr wb
Sebelum menjawab pertanyaan Andi, ada baiknya kita simak ulang hadis Rasul Allah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah ra, katanya "Apabila anak Adam itu telah mati, maka terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal (berikut), sedekah jariah (yang oleh umummya ulama dimaknai dengan wakaf), ilmu yang bermanfaat (dan dimanfaatkan oleh orang lain), dan anak saleh/salehah yang mendoakan orang tuanya."
Dari lahiriah matan hadis di atas, dapatlah dipahami bahwa pahala wakaf akan berakhir seiring dengan punahnya harta benda wakaf itu sendiri. Salah satunya misalnya sudah tidak lagi mempunyai nilai ekonomis seperti hewan yang sudah mati, mobil atau kendaraan yang sudah rusak, atau bahkan gedung termasuk masjid/mushala yang sudah hancur lebur dan tidak lagi digunakan untuk ibadah.
Namun, kalau contohnya tanah yang terkena lumpur Lapindo sebagaimana yang Anda tanyakan, kita belum bisa memprediksi apalagi memastikan kepunahannya, mengingat ke depan tidak tertutup kemungkinan ada hikmah (dampak positif) lain.
Misalnya, wilayah itu bisa memiliki nilai ekonomis kembali jika sekiranya daerah eks lumpur Lapindo itu ke depan umpamanya dibuat area rekreasi yang syar'I, lalu dikunjungi banyak orang baik domestik maupun wisatawan mancanegara. Pandangan ini insya Allah tidaklah mustahil meskipun boleh jadi juga cuma "mimpi" belaka, mengingat masa depan itu, sebagaimana disinggung sebelum ini, penuh teka-teki bahkan misteri.
Tidak mustahilnya, mengingat sekarang-sekarang ini juga sudah banyak orang – terutama yang melewati kawasan itu – untuk merelakan waktunya barang sesaat hanya untuk melihat-lihat kawasan Lapindo. Akan tetapi, boleh jadi itu cuma mimpi, mengingat tanah yang semula bisa didiami penduduk setempat itu, dalam waktu yang relatif singkat, sontak berubah menjadi kawah lumpur yang "mengerikan."
Yang jelas, sebagaimana dikatakan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, "Sesungguhnya wakaf itu tidaklah sah (kecuali jika pewakafannya) semata-mata dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Alah SWT (taqarrub ila Allah), serta dalam rangka menaati (perintah)-Nya dan menaati pula (perintah) rasul Nya."
Maknanya, menurut hemat pengasuh, keikhlasan niat atau niat yang ikhlas dalam berwakaf merupakan pangkal dan tumpuan bagi pahala dari wakaf itu sendiri. Namun, kadar sedikit-banyak atau besar-kecilnya nilai (price), serta lamanya tenggat waktu pemanfaatan harta benda wakaf juga akan turut memengaruhi besar-kecilnya pahala yang akan diterima oleh wakif.
Alasannya, bukankah berdasarkan Hadis rasul Allah SAW amalan shalat munfarid (sendirian) dengan shalat berjamaah demikian berbeda lipatan pahalanya, yakni 1:27 derajat? Demikian pula halnya dengan jumlah pahala zakat, infak, dan sedekah.
Semakin baik kualitas dan semakin banyak kuantitas wakaf yang diberikan wakif, tentu akan semakin besar pula pahalanya. Demikian pula, semakin lama jangka waktu wakafnya, insya Allah akan semakin lama pula pahala wakafnya. Wallahu a'lam bis shawab. [yy/republika]
Prof Dr Muhammad Amin Suma / Ketua Dewan Syariah Dompet Dhuafa
Artikel Terkait: