Berprasangka Buruk terhadap Allah
Fiqhislam.com - Prasangka merupakan anggapan yang belum tentu benar. Berprasangka buruk atau mengganggap yang belum tentu benar itu dari sisi yang negatif. Kita tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain baik itu hanya terlitas dalam pikiran. Apalagi kita berprasangka buruk kepada yang menciptakan kita, Sang Pemilik Alam Semesta, Sang Pemilik Kasih Sayang tanpa batas, yaitu Allah SWT.
Allah SWT berfirman: “Kemudian setelah kamu berduka cita Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’ Katakanlah: Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.’ Mereka menyembunyikan dalam hati mereka, apa yang tidak mereka terangkan kepadamu, mereka berkata: Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) disini’ …,”(QS Ali-Imran: 154).
Sebagaimana firman Allah SWT di atas siapa yang berprasangka buruk terhadap Allah maka mereka seperti kaum jahiliah. Dan mereka juga termasuk orang-orang yang tidak bersyukur. Dan sesungguhnya Allah mengetahui setiap isi dari hati seseorang. Maka janganlah kita berburuk sangka kepada Allah dan bersyukurlah atas apa yang di tadirkan Allah kepada kita.
Ibnu Qayyim menafsikan bahwa, “Prasangka disini maksudnya adalah bahwa Allah SWT tidak akan memberikan pertolonganNya (kemenangan) kepada RasulNya dan bahwa agama yang beliau bawa akan lenyap,”
Dan ditafsirkan di sini ditafsirkan dengan tiga penafsiran: Pertama, mengingkari adanya hikmah Allah. Kedua, mengingkari takdirNya. Ketiga, mengingkari bahwa agama yang dibawa Rasulullah SAW akan disempurnakan dan dimenangkan Allah atas semua agama. [dyt/islampos]