Keberhasilan dalam Pembebasan al-Quds pada Masa Perang Salib (2/2)
Fiqhislam.com - Dari kisah Perang Salib kita mempelajari bahwa posisi Mesir dan Suriah sangat penting dalam proses penaklukkan kembali al-Quds dan Palestina. Namun penyatuan kaum Muslimin di seluruh negeri itu tidak dapat dilakukan melainkan melalui proses penguatan nilai-nilai Islam di tengah masyarakat yang dilakukan oleh para ulama dan juga oleh para pemimpin Muslim. Setelah Islam dan kesalehan menjadi nilai-nilai utama di tengah masyarakat, barulah ukhuwah dapat ditegakkan dengan lebih efektif. Fokus berikutnya adalah mengerahkan kekuatan dalam menghadapi pihak yang menjajah al-Quds.
Pelajaran yang terdapat pada masa Perang Salib sangat penting untuk dijadikan bahan refleksi dalam proses membebaskan al-Quds dari kekuatan zionisme pada hari ini. Diperlukan kesabaran yang besar di pihak kaum Muslimin serta kesungguh-sungguhan dalam memperbaiki kondisi internal mereka serta meminimalisir konflik dengan sesama dunia Islam.
Para ulama perlu memperbaiki diri dan meningkatkan peran dalam meningkatkan keilmuwan dan spiritualitas masyarakat Muslim. Mereka juga perlu mengembangkansikap yang bijak dalam menghadapi perbedaan-perbedaan yang ada di tengah umat Islam serta berusaha memupuk ukhuwah di antara sesama Muslim.
Begitu juga para pemimpin Muslim yang berhasil naik ke tampuk kekuasaan perlu berusaha sekuat tenaga untuk mengayomi kaum Muslimin di negerinya secara umum, membangkitkan kesadaran mereka dengan nilai-nilai Islam, serta membangun kekuatan fisik di negeri tersebut sehingga pada saatnya akan mampu menghadapi kekuatan musuh-musuhnya serta membebaskan al-Quds dari tangan zionis.
Sebelum hal-hal itu tercapai, mereka perlu menahan diri dan meminimalisir konflik terbuka dengan musuh-musuhnya yang lebih kuat, termasuk dengan sesama dunia Islam yang berbeda ideologi dengannya. Jika tidak demikian, maka apa yang sudah berhasil diraih akan hilang kembali disebabkan kebijakan yang tergesa-gesa.
Hal ini seperti digambarkan oleh sebuah pepatah Arab yang beberapa kali dikutip oleh Ibn al-Athir dalam kitabnya Al-Kamil fi-l-Ta’rikh, “Burung onta keluar untuk mencari tanduk bagi dirinya, dan kembali tanpa telinga.” Jika tergesa-gesa dan salah dalam perhitungan, maka kaum Muslimin akan mengalami seperti yang digambarkan oleh pepatah tersebut: ingin meraih sesuatu yang lebih besar, tetapi akhirnya kehilangan apa yang sudah ada di tangannya sendiri. Semoga pada masa-masa mendatang Allah membuka jalan bagi kaum Muslimin untuk membebaskan al-Quds dari cengkeraman zionisme.