pustaka.png
basmalah2.png.orig


15 Dzulqa'dah 1444  |  Minggu 04 Juni 2023

Universitas Al-Mustansiriyah dan Meredupnya Abbasiyah

Universitas Al-Mustansiriyah dan Meredupnya Abbasiyah

Fiqhislam.com - Roda sejarah terus berputar. Seperti janji Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 140. "... Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)..." Kekuasaan Dinasti Abbasiyah ternyata hanya mampu bertahan selama lima abad.

Puncak kejayaan kekhalifahan Islam yang berkuasa sejak 750 M itu berawal ketika Khalifah Harun Al Rasyid (786 M - 809 M) dan ketika Khalifah Al Ma'mun (814 M - 833M) berhasil merebut Ankara. Kekhalifahan Islam ini menjadi adikuasa dunia setelah meraih kemenangan atas Kaisar Romawi Timur, Michel II. Sejak itulah, peradaban Islam menjadi pusat ekonomi, politik serta intelektual dunia.

Sejak abad ke-10 M, kekuasaan Abbasiyah perlahan tapi pasti mulai memudar. Menurut Badri Yatim dalam buku berjudul 'Sejarah Peradaban Islam', kekuasaan Abbasiyah pada tahun 1000M - 1250M dalam bidang politik mulai menurun. Saat itu terjadi masa disintegrasi di kekhalifahan yang menjadi adidaya dunia itu.

Salah satu penyebabnya adalah banyaknya dinasti yang memerdekakan diri dari pusat kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Badri Yatim mengutip pernyataan W Montgomery Watt menjelaskan bahwa keruntuhan kekuasaan Abbas mulai terlihat sejak aawal abad kesembilan.

"Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen," cetus Watt.

Selain itu, fenomena perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan juga telah membuat kekuasaan Abbasiyah kian mengendur. Sisa-sisa kejayaan Abbasiyah memang masih terasa hingga abad ke-13 M. Di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah ke-37, Al-Mustansir Billah, dinasti ini masih sanggup mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal itu dibuktikan dengan dibangunnya Universitas Al-Mustansiriyah oleh Sang Khalifah.

Al-Mustansir (1192 M - 1242 M) adalah khalifah Abbasiyah yang berkuasa selama 16 tahun yakni dari tahun 1226 M hingga 1242 M. Ia adalah putera Azh-Zhahir bi Amrillah (Khalifah Abbasiyah ke-36) dan cucu dari An-Nashir (Khalifah Abbasiyah ke-35). Al-Mustansir digambarkan sebagai sosok Khalifah yang sangat dan saleh. Seperti ayahandanya, ia menjadi khalifah dengan sedikit pengaruh politik.

Ia tetap mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia Islam, meski masa kejayaan Abbasiyah terus meredup. Tak cuma secara politik dan militer. Dinasti ini juga mengalami Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri serta tidak lagi membayar pajak.

Kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. Dinasti ini benar-benar ambruk ketika bangsa Mongol menghancurkan Baghdad pada tahun 1258 M. [yy/republika]

Universitas Al-Mustansiriyah dan Meredupnya Abbasiyah

Fiqhislam.com - Roda sejarah terus berputar. Seperti janji Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 140. "... Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)..." Kekuasaan Dinasti Abbasiyah ternyata hanya mampu bertahan selama lima abad.

Puncak kejayaan kekhalifahan Islam yang berkuasa sejak 750 M itu berawal ketika Khalifah Harun Al Rasyid (786 M - 809 M) dan ketika Khalifah Al Ma'mun (814 M - 833M) berhasil merebut Ankara. Kekhalifahan Islam ini menjadi adikuasa dunia setelah meraih kemenangan atas Kaisar Romawi Timur, Michel II. Sejak itulah, peradaban Islam menjadi pusat ekonomi, politik serta intelektual dunia.

Sejak abad ke-10 M, kekuasaan Abbasiyah perlahan tapi pasti mulai memudar. Menurut Badri Yatim dalam buku berjudul 'Sejarah Peradaban Islam', kekuasaan Abbasiyah pada tahun 1000M - 1250M dalam bidang politik mulai menurun. Saat itu terjadi masa disintegrasi di kekhalifahan yang menjadi adidaya dunia itu.

Salah satu penyebabnya adalah banyaknya dinasti yang memerdekakan diri dari pusat kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Badri Yatim mengutip pernyataan W Montgomery Watt menjelaskan bahwa keruntuhan kekuasaan Abbas mulai terlihat sejak aawal abad kesembilan.

"Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di provinsi-provinsi tertentu yang membuat mereka benar-benar independen," cetus Watt.

Selain itu, fenomena perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan juga telah membuat kekuasaan Abbasiyah kian mengendur. Sisa-sisa kejayaan Abbasiyah memang masih terasa hingga abad ke-13 M. Di bawah kekuasaan Khalifah Abbasiyah ke-37, Al-Mustansir Billah, dinasti ini masih sanggup mengembangkan ilmu pengetahuan. Hal itu dibuktikan dengan dibangunnya Universitas Al-Mustansiriyah oleh Sang Khalifah.

Al-Mustansir (1192 M - 1242 M) adalah khalifah Abbasiyah yang berkuasa selama 16 tahun yakni dari tahun 1226 M hingga 1242 M. Ia adalah putera Azh-Zhahir bi Amrillah (Khalifah Abbasiyah ke-36) dan cucu dari An-Nashir (Khalifah Abbasiyah ke-35). Al-Mustansir digambarkan sebagai sosok Khalifah yang sangat dan saleh. Seperti ayahandanya, ia menjadi khalifah dengan sedikit pengaruh politik.

Ia tetap mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia Islam, meski masa kejayaan Abbasiyah terus meredup. Tak cuma secara politik dan militer. Dinasti ini juga mengalami Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri serta tidak lagi membayar pajak.

Kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan. Dinasti ini benar-benar ambruk ketika bangsa Mongol menghancurkan Baghdad pada tahun 1258 M. [yy/republika]

Pesona Universitas Al-Mustansiriyah

Pesona Universitas Al-Mustansiriyah


Fiqhislam.com - Sejarawan yang khusus mengkaji sejarah Irak di School of Oriental and African Studies pada University of London, Charles Tripp, mengagumi kemegahan bangunan Universitas al-Mustansiriyah.

"Bangunannya sangat indah, sangat menarik," ungkapnya. Menurut Tripp, bangunan Universitas al-Mustansiriyah diperbaiki pada 1980.

Struktur bangunannya menampilkan gaya arsitektur di zaman kekhalifahan. Bangunan utama universitas itu, kata dia, adalah salah satu yang paling indah. Atap gedungnya yang panjang, papar dia, mengingatkan pada bangunan yang terdapat di Isfahan, Iran.

K A C Creswell, sejarawan arsitektur juga menggambarkan keindahan bangunan Universitas al-Mustansiriyah. Menurut dia, bangunan berbentuk segi empat itu memiliki panjang 106 meter dan lebar 48 meter. Bangunannya memiliki tiga iwan terbuka ke halaman dan dilengkapi tiga ruang terbuka yang berfungsi untuk mempelajari ilmu pidato.

Gedung universitas yang dibangun Khalifah al-Mustansir ini juga dilengkapi dengan beragam fasilitas kebutuhan pelajar seperti, dapur, tempat sahalat, kamar tidur, dan tempat mandi. Bangunan universitas ini juga sempat dipugar oleh Sultan Abdul Aziz--Khalifah Turki Usmani--ketika kerajaan Islam yang berpusat di Turki itu menguasai Baghdad.

Setelah abad ke-15 M, bekas bangunan universitas itu digunakan sebagai rumah sakit dan kadang-kadang juga dipakai sebagai barak tentara. Sejak 1945, Direktorat Purbakala Irak kembali memperbaiki monumen bersejarah itu. Kejayaan Universitas Al-Mustansiriyah terbilang tak lama. Setelah Khalifah Al-Mustansir wafat dan digantikan Al-Mus'tasim (1242 M-1258 M), kekuasaan Dinasti Abbasiyah pun ambruk.

Dinasti yang berkuasa hampir lima abad itu pun tak lagi mampu mempertahankan posisinya sebagai adikuasa dunia. Kekhalifahan Abbasiyah luluh-lantak dihancurkan bangsa Mongol pimpinan Khulagu Khan pada tahun 1258 M. Dengan jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol, universitas yang didirikan al-Muntasir pun turut tenggelam.

Cahaya Peradaban dari Baghdad

Pada awalnya, madrasah-madrasah di Metropolis Intelektual Islam - begitu Baghdad kerap dijuluki -- mengajarkan ilmu tertentu secara khusus. Namun, Khalifah Al-Mustansir Billah menyatukan empat studi penting pada masa itu ke dalam satu perguruan tinggi. Keempat bidang studi itu antara lain; ilmu Alquran, biografi Nabi Muhammad, ilmu kedokteran, serta matematika.

Universitas yang dibangun pada 1227 M dan diresmikan tahun 1234 M itu diyakini sebagai salah satu universitas tertua dalam sejarah. Pamor dan popularitas universitas ini mampu membetot perhatian para pelajar dari seluruh dunia untuk menimba ilmu di kota Baghdad. Para pelajar berbondong-bondong datang ke Mustansiriyah untuk mempelajari beragam ilmu unggulan yang ditawarkan di sana.

Al-Mustansiriyah pun menjadi perguruan tinggi yang mengajarkan dan menyatukan empat madhab fikih Sunni yakni, Hambali, Syafi'i, Maliki dan Hanafi. Setiap madhab menempati pojok madrasah - istilah perguruan tinggi di era kekhalifahan. Inilah salah satu kelebihan dari Universitas Al-Mustansiriyah.

Guna menunjang aktivitas perkuliahan, Khalifah Al-Mustansir Billah mendirikan sebuah perpustakaan yang luar biasa besarnya. Penjelajah Muslim terkemuka kelahiran Tangier, Maroko bernama Ibnu Batutta dalam catatan perjalanannya berjudul Ar-Rihla mengungkapkan betapa besarnya perpustakaan kampus Universitas Al-Mustansiriyah.

Menurut Ibnu Batutta, perpustakaan ini mendapatkan sumbangan buku-buku langka yang diangkut oleh 150 unta. Dari kekhalifahan saja, pada abad ke-13 M perpustakaan ini mendapatkan sumbangan 80 ribu buku. Perpustakaan ini terbilang unik, karena di dalamnya terdapat rumah sakit. [yy/republika]