Fiqhislam.com - Meknes terbilang kaya tradisi yang mengakar, termasuk ritual, dan ke giatan kehidupan sehari-hari. Meknes juga dikenal sebagai kota musik klasik yang kemudian bertransmisi hingga bergenerasi.
Di sini, musik yang terkenal adalah musik Andalusia. Musik ini merupakan warisan budaya Andalusia yang dibawa generasi pertama imigran Arab ke Andalusia. Orkestranya terdiri dari banyak instrumen yang dimainkan banyak musisi, seperti biola, rebab, tamborin, dan lute. Musik yang me nga lun lalu diisi nyanyian berbahasa Arab Maroko.
Ada pula musik Malhoun. Musik ini pertama kali dikenal pada abad ke-12 dan terpengaruh ritme musik Andalusia. Lagu yang diiringi musik Malhoun bahkan juga dipakai mengiringi para ibu yang hendak melahirkan, inilah Quasida. Lagulagu jenis Quasida berisi narasi panjang dengan ritme yang khas.
Kelembutan dan kedamaian Quasida adalah oase bagi mereka yang lelah dengan terik kegiatan sehari-hari. Kalimat-kalimat dalam Quasida disusun puitis menggunakan bahasa Arab Maroko. Tujuannya untuk tetap mempertahankan nilai religiusitas tanpa kehilangan efek menghibur.
Musik tradisional Meknes lainnya adalah musik Aissaoua. Jenis musik ini berasal dari tarekat Aissaoua yang didirikan Mohammed Ben Aissa pada abad ke-16 M. Mohammed Ben Aissa merupakan salah satu tokoh sufi generasi awal di Meknes. Musik Aissaoua merupakan musik yang kemudian mengarakterisasi Meknes. Musik ini juga menginspirasi banyak musisi berkat ritme dan penggunaan alat musik yang khas.
Untuk mempromosikan kebudayaan dan keseniannya, Meknes menggelar Festival Seni Aissaoua Nasional. Festival ini merupakan bentuk perayaan keberagaman dan kekayaan seni lokal.
Meknes berada di lokasi strategis, di dataran tinggi di bagian tengah wilayah utara Maroko. Kota ini dilalui Sungai Bou Fekrane yang membelah kota menjadi dua area, kota tua di satu sisi dan kota baru di sisi lain. Kota ini terletak sekitar 80 mil di timur Rabat dan 35 mil di barat daya Fes. Berada di persimpangan membuat akses Meknes ke berbagai tempat bersejarah lainnya pun jadi mudah.
Cuaca di Meknes bisa dikatakan bagus. Musim semi dan musim panas merupakan masa favorit berwisata karena semua situs bersejarah tampak terpajang jelas. Cuaca juga menentukan gelaran festival kebudayaan lokal.
Meknes dikenal sebagai kota yang kaya sumber air mengingat lokasinya dekat Atlas tengah, sumber air terbesar di Maroko. Belum lagi, kekayaan dan kesuburan tanahnya yang baik. Kualitas geografis itu membuat Meknes menarik bagi mereka yang hendak berinvestasi agribisnis sehingga tak mengherankan bila pertanian kota ini pun amat bagus.
Perkebunan zaitun dan produk minyak zaitun jadi salah satu andalan Meknes. Anggur produksi Meknes juga luar biasa sehingga sebagian besarnya diekspor ke Eropa. Perkebunan jeruk dan gandum juga banyak ditemui di sana.
Tak mengherankan bila Meknes pernah menjadi tuan rumah pameran pertanian internasional. Acara itu dihadiri para pakar dan partisipan pameran dari seluruh dunia. Harapan nya, inovasi terbaru yang dipaparkan dan dipamerkan di sana bisa berimplikasi positif bagi pertanian Meknes.
Di sisi manufaktur, Meknes juga tak mau tertinggal. Kota ini dikenal sebagai produsen karpet, tekstil, perabot kayu bercat, dan kerajinan tangan seperti bordir pola geometris. [yy/republika]
Menelusuri Bangunan Bersejarah di Meknes
Menelusuri Bangunan Bersejarah di Meknes
Fiqhislam.com - Adalah Bab al-Mansour, salah satu bangunan bersejarah di Meknes. Ia merupakan salah satu gerbang paling mengesankan di Maroko, bah kan di Afrika Utara. Gerbang ini dibangun pada era Moulay Ismail oleh seorang teknisi Kristen yang kemudian menjadi Muslim. Gerbang ini kemudian didekorasi oleh putra Moulay Ismail, Moulay Abdillah.
Ada pula Alun-Alun Hedim yang terletak di jantung Kota Meknes. Alun-alun ini juga di bangun pada era Moulay Ismail sebagai area pengarahan para tentara. Kini, Alun-Alun He dim menjadi tempat pertunjukan budaya yang ramai dikunjungi wisatawan.
Mausoleum Moulay Ismail di Meknes memajang aneka inskripsi berhias mozaik yang dikelilingi kutipan ayat Alquran dan puisi yang ditulis tangan. Hal yang menarik dari mauso leum ini adalah kubah yang menaungi makam Moulay Ismail dan sanak keluarganya.
Selain itu, ada pula Penjara Qara. Penjara ini merupakan penjara bawah tanah yang di bangun pada masa Moulay Ismail dan meru pakan karya seorang arsitek Portugis, Cara, yang mendapat hadiah bebas dari tahanan setelah mengerjakan karyanya. Penjara ini diper untuk kan para pelanggar hukum dan musuh peme rin tahan saat itu. Dengan berbagai pembenah an, Penjara Qara kini jadi salah satu objek wisata.
Tak jauh dari Penjara Qara, terdapat bangunan penerimaan duta besar oleh Moulay Ismail. Ada pula tempat penampungan air bawah tanah bernama Sahrij Souani. Ukuran Sahrij Souani mencapai 300 x 148 meter dengan kedalaman lebih dari tiga meter. Sahrij Souani dikelilingi tempat penyimpanan dan penggilingan gandum.
Meski gempa bumi pada 1755 M sempat mengguncang Meknes, bangunan-bangunan bersejarah di sana masih terjaga baik. Di Meknes, ada pula Museum Dar Al-Jamai yang dibangun pada 1882 M di era Moulay Alhasan I. Tempat ini pernah menjadi kediaman men teri Moulay Alhasan I, yakni Mohamed Ben Al-Arabi Al- Jamai. Kini, Museum Dar Al-Jamai diisi koleksi karya seni yang menarik yang menunjukkan keragaman budaya lokal.
Kota Tua di Meknes atau The Old Medina se perti museum hidup karena area ini merupakan ikon utama kota Meknes. Adapun yang sa ngat menarik di sini adalah kerajinan tangannya. Pasar-pasar di Kota Tua jadi area menarik untuk dijelajahi dan berburu cendera mata tradisional. Tidak heran, pasar ini selalu sangat ramai.
Di pusat Kota Tua ada Madrasah Bou Ana niyya, tempat pendidikan Alquran yang berdiri sejak abad ke-14 M. Madrasah ini terletak di dekat Jamaa Lakbir. Paduan keduanya menam bah atmosfer spiritualitas Kota Tua. Ada Kota Tua, ada pula Kota Baru (Hamria).
Kota ini ditata oleh seorang arsitek bernama Hen ri Prost pada 1914 M pada masa pendu duk an Prancis. Kawasan ini menjadi area permu kiman warga Prancis dan Eropa dengan desain bangunan dan konstruksi dari Eropa.
Hamria tampil sebagai kota dengan bangun an dan fasilitas modern seperti hotel, restoran, kehidupan malam, bioskop, teater, kafe, klub budaya, dan lainnya. Daerah ini jadi bentuk modernisasi yang coba masyarakat Maroko lakukan.
Sekitar 20 kilometer dari Meknes, ada se buah kota yang menjadi ibu kota dinasti kecil di Maroko, Dinasti Idrissiyah. Kota Moulay Idriss Zer houn didirikan oleh Moulay Idriss. Kota ini di kelilingi pegunungan. Kondisi itu ber guna sebagai benteng alami saat menghadapi invasi Roma. Panorama alam yang indah dan sejarah yang menarik membuat kota ini jadi mag net wisata ba gi para pelancong. [yy/republika]
Jejak Masa Keemasan Kota Meknes
Jejak Masa Keemasan Kota Meknes
Fiqhislam.com - Nama Kota Meknes di Maroko berasal dari nama sebuah suku di sana, Miknasa, yang mendominasi wilayah timur Maroko pada abad kedelapan Masehi. Meknes sendiri berarti kepala suku.
Kota ini berdiri pada 1061 M. Sebagai dinasti baru pada abad ke-11 M, Dinasti Murabithun memerlukan pangkalan militer untuk menjaga Fez sekaligus jalur karavan menuju Sahara. Meknes kemudian dipilih untuk memenuhi peran itu.
Kota ini kemudian dikuasai Dinasti Muwahidun pada 1150 M yang kemudian menguatkan peran Meknes sebagai pangkalan militer. Dinasti Muwahidun membangun saluran air, jembatan, pasar, dan masjid-masjid. Madrasah Djadida yang dibangun kala itu masih berdiri hingga hari ini bersama Madrasah Bou Inaniyya.
Saat kekuasaan kemudian dipegang Dinasti Marinid, Meknes tetap berperan, kali ini sebagai pusat industri, terutama minyak zaitun. Penda patan produksi minyak zaitun di sana kemudian dipakai untuk membiayai pembangunan masjid di Fez.
Pada masa-masa sebelum Dinasti Alawiyah kemudian berkuasa, Meknes tak pernah jadi kota sendiri. Barulah pada era Moulay Ismail (1672-1727 M), Meknes jadi kota sendiri dengan dinding benteng yang mengelilingi kota.
Banyak sejarawan yang menyebut masa keemasan Meknes terjadi saat Moulay Ismail dari Dinasti Alawiyah berkuasa. Rupa-rupa bangunan didirikan Moulay Ismail, terutama setelah upaya menikahi anak perempuan Louis XIV dari Prancis akhirnya gagal. Kota kerajaan terkecil dari empat kota kerajaan lain di Maroko ini pernah menjadi ibu kota Maroko antara 1675 M hingga 1728 M.
Bahkan, Moulay Ismail membangun kompleks khusus yang memiliki dua istana, istana raja, dan istana selir. Di antara kedua istana terdapat taman-taman dan dihubungkan oleh 45 paviliun dan empat masjid. Selain bangunan itu, ada pula 20 mausoleum bercungkup.
Pembangunan Kota Meknes kemudian disempurnakan oleh putra Moulay Ismail, yakni Moulay Abdillah (1727-1757 M) dan Sidi Mohammed (1757-1790 M). Setelah Moulay Ismail wafat, Meknes perlahan kehilangan peran sebagai kota kerajaan, terlebih gempa bumi juga sempat mengguncang Meknes pada 1755 M.
Meknes tak bisa mengejar perkembangan seperti yang terjadi pada Marrakesh dan Fez. Saat Fez kemudian lebih dipilih jadi ibu kota kerajaan baru, Meknes makin redup. Meskipun untuk pertemuan khusus dengan para delegasi asing, Meknes masih menjadi tujuan.
Sebelum era kepemimpinan Moulay Hasan berakhir pada akhir abad ke-19, Meknes meng alami restorasi dan revitalisasi. Pada era kepe mimpinan Prancis (1912-1956 M), kota baru dibangun di seberang Sungai Bou Sekrane, tepat di seberang istana kerajaan.
Pascakemerdekaan Maroko, Meknes jadi kota Akademi Militer Kerajaan Maroko (Dar al- Beida). Akademi ini adalah sekolah khusus para calon pejabat dan jenderal militer. Lulusan aka demi ini juga yang berhasil menahan upaya ku deta atas Raja Hasan pada Juli 1971 M.
Meski begitu, kota ini kaya akan monumen-monumen bersejarah, termasuk benteng, mu seum, mausoleum, kota tua, kota baru, dan tem pat lain yang laik dikunjungi. Pada 1996 M, Mek nes ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Meski terpengaruh perkembangan arsitek tur militer, banyak bangunan bersejarah di Mek nes yang dibangun dengan gaya Hispano- Moor. Pendekatan desain urban juga ada di sana dan terlihat dari integrasi elemen era Islam dan gaya Eropa.
Selain dinding pelindung kota, Meknes pu nya sembilan gerbang, 25 masjid, 10 pemandian tradisional, istana-istana, tempat penyimpanan gandum, pasar, serta rumah-rumah pribadi yang menjadi saksi pergantian para raja dari Dinasti Murabithun, Marinid, dan Alawiyah. [yy/republika]