Fiqhislam.com - Orang Turki mengenal Maroko dengan nama Fez, sementara orang Persia mengenalnya dengan nama Marrakech yang berarti Tanah Tuhan. Dalam dunia Islam, Maroko adalah sosok penting.
Negeri ini menjadi gerbang penyebaran Islam ke Eropa lewat Spanyol. Sejarawan dari Amerika T Glick dalam bukunya, Muslim and Christian Spain, menuturkan, ada keterkaitan pola ekonomi di antara mereka.
Seperti terlihat banyaknya orang Andalusia dalam perdagangan di Maroko. Dan, negeri ini juga menjadi distribusi bahan mentah berupa kayu, aluminium, besi, dan kain.
Sementara itu, pedagang Andalusia menyediakan berbagai bahan kain jadi serta bahan tembaga. Di bawah Dinasti Almo ravid dan Almohad, kemajuan perdagangan kedua belah pihak terus melaju.
Glick menyebutkan bahwa Maroko merupakan gerbang Islam ke dunia Barat. Ia mencontohkan ekspedisi Thariq Bin Ziyad dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenang sejarah. Waktu itu, Thariq membakar kapal-kapal pasukannya sendiri sehabis mendarat di Spanyol guna menundukkan penguasa yang lalim.
Itulah cara Thariq membangkitkan patriotisme tentaranya seraya menyiratkan perkataan bahwa tak ada jalan pulang dalam jihad selain memenangi pertempuran. Ketika Dinasti Almohad berkuasa hingga ke Andalusia, mereka mempertahankan kejayaan yang dicapai dinasti sebelumnya. Mereka tetap konsisten mengembangkan bidang keilmuan.
Tak heran, jika banyak lahir cendekiawan, seperti pakar herbal al- Ghafiqi (wafat 1165) yang menulis Kitab al-Adwiyata al-Mufrada dan Ibnu al-Baytar (1197-1248) yang aslinya dari Malaga. Dia menulis ensiklopedi terlengkap tentang pengobatan. Tersohor pula penjelajah Muslim Ibn Jubair, filsuf Ibnu Rushd (1126-1198), dan Jabir bin Aflah.
Dinasti Almohad membangun Masjid Kutubiya yang mampu menampung sekitar 25 ribu jamaah. Tidak itu saja, berbagai buku, manuskrip, perpustakaan, dan toko buku tersebar luas di Maroko.
Selain beragam kemajuan dan berkibarnya ilmu pengetahuan, matematika memiliki tempat tersendiri di Maroko, negeri yang dikenal sebagai pusat pengem bangan bidang ilmu ini. [yy/republika]
Mengenal Dua Cendikiawan Asal Maroko
Mengenal Dua Cendikiawan Asal Maroko
Fiqhislam.com - Dua cendekiawan, al-Murrakushi dan Ibnu al-Banna berperan besar di dalam perkembangan ilmu sains. Bersama-sama, mereka mengajarkan aritmatika, astronomi, dan aljabar.
Lebih jauh, mereka menularkan kimia dan sejarah kepada murid-muridnya. Al-Murrakushi memang tak menetap lama di Spanyol, tetapi kontribusinya sangat besar dan menganggap Maroko sebagai Tanah Airnya.
Dia bernama lengkap Abd al-Wahid al- Murrakushi dan lahir pada 1185 Masehi. Ia menimba ilmu di kota kelahirannya, Fez. Lalu, ia menempuh perjalanan ke Spanyol pada 1208. Pada 1217, dia pindah ke Mesir hingga akhir hayatnya. Karyanya pada 1224, melengkapi tulisan sejarah Dinasti Almohad dengan judul, Kitab al-Mu’jib fi Talkhis Akhbar Ahl al-Maghrib.
Kitab utama yang ia tulis adalah Jami’ al- Mabadi’ wal-Ghayat fi ‘Ilm al-Miqat yang digarap 1229-1230. Isinya mengenai astronomi, trigonometri, dan ilmu ukur astronomi. Ia dipandang sejajar dengan ahli matematika dan astronomi besar lainnya. Seperti al-Khwarizmi, al-Farghani, al-Battani, Abu al-Wafa, al-Biruni, Ibnu Sina, al-Zarqali dan Jabir bin Aflah.
Nama lainnya adalah Ibnu al-Banna yang bernama lengkap Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Usman al-Azdi. Dia lahir pada 1256. Geometri dan angka pecahan dikaji dengan baik dan pada masa selanjutnya ia menemukan teori matematika yang sangat menakjubkan. Ibnu al-Banna juga menulis banyak karya. Sebanyak 82 di antaranya bukan tulisan tentang matematika.
Dari temuan Ibnu Haydur, karya Ibnu al-Banna diperkirakan lebih dari 100 judul. Sebanyak 32 buah karya terkait matematika dan astronomi. Sedangkan, sisanya terdiri dari berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik, retorika, astrologi, tata bahasa, dan logika. Ensiklopedi Tanbih al-albab menjadi panduan hitungan pembangunan irigasi.
JJ O’Connor dan EF Robertson dalam Arabic Mathematics, A Forgotten Briliance mengatakan bahwa Ibnu al-Banna juga merumuskan almanak. Ia juga menyusun dua buku dengan judul Talkhis A’mal al-Hisab dan Raf’ al-Hijab. Talkhis dinilai sebagai karya terbaik Ibnu al-Banna dalam matematika.
Melalui karyanya ini, Ibnu al-Banna mengenalkan sejumlah persamaan matematika yang meyakinkan beberapa cendekiawan tentang simbolisme aljabar dikembangkan pertama kalinya dalam lingkungan cendekiawan Muslim oleh Ibnu al-Banna dan al-Qalasadi. [yy/republika]
Menemukan Sains di Maroko
Menemukan Sains di Maroko
Fiqhislam.com - Tapak sains dan kemajuan Islam membekas di Maroko. Banyak cendekiawan bertemu dan mengembangkan beragam ilmu pengetahuan.
Maroko juga menjadi tempat singgah para ilmuwan dari seantero dunia. Para ilmuwan menyempatkan diri untuk berhenti di wilayah ini, terutama ketika jalur Mediterania tak lagi dianggap aman bagi para penjelajah Muslim pada abad ke-11.
Jejak pengembangan industri kertas terkuak di Maroko bermula dari pertemuan antara pedagang Islam dan Eropa. Para pelajar Muslim membawa ilmu mengenai pembuatan kertas dari daratan Cina.
Umat Islam mengembangkannya dan memproduksi kertas dalam skala besar. Kincir air sebagai alat yang digunakan dalam pembuatan keras pertama kali dibangun di Baghdad dan Iran pada abad ke-8 dan ke-9.
Seiring berjalannya waktu, produksi kertas meluas hingga Suriah dan Palestina. Pada 850 Masehi, kertas pembuatan kertas berkembang di Mesir. Teknologi pembuatan kertas dan bermunculannya industri kertas di Maroko berlangsung pada abad ke-10. Dari sini, seabad kemudian menyeberanglah teknologi itu ke Spanyol.
Seusai melalui Spanyol dan Sisilia, menyebarlah industri kertas ke Italia dan hampir seluruh benua Eropa. Gambaran tersebut hanya mewakili satu di antara bukti pentingnya Maroko.
Perspektif kajian lainnya terkait daerah batas negara antara Maroko dan Andalusia. Para siswa dari Maroko pada abad ke-13 banyak ditemui di Cordoba, Murcia, atau Valencia, Spanyol.
Hal tersebut menunjukkan adanya keterkaitan pada peristiwa sejarah di abad ke-8 hingga akhir abad ke-11. Saat itu terlihat perkembangan komunitas Maroko dan Muslim Spanyol yang mempunyai budaya hampir sama.
Negeri ini dijuluki Maghribi yang merujuk pada paradigma Arab karena termasuk daerah Islam Afrika yang beretnik mayoritas Arab sebagaimana Mesir, Libya, dan Aljazair. [yy/republika]