Fiqhislam.com - Ghaznawiyah adalah dinasti Muslim Persia yang berasal dari budak-budak Turki. Dinasti ini berkuasa dari 975 hingga 1187 di Persia, Transoksania, serta bagian utara India.
Pusat pemerintahannya berada di Ghazni, sebuah kota di Afghanistan. Secara politik dan budaya, dinasti ini terpengaruh oleh pendahulunya, yaitu Dinasti Persia Samaniyah.
Dinasti ini dibangun oleh Sebuktigin setelah berhasil merebut kepemimpinan teritorial yang berpusat di Ghazni dari ayah mertuanya, Alp Tigin. Anak Sebuktigin yang bernama Mahmud meluaskan wilayah kekuasaannya dari Sungai Amu ke Lembah Indus dan Lautan Hindia. Bagian barat dinasti ini mencapai Rey dan Hamadan.
Pada 997 M, Mahmud melanjutkan penaklukan Samaniyah yang telah dilakukan ayahnya, Tanah Shahi, Kerajaan Ismaili, Sindh, dan Buwayhid. Bisa dikatakan, pada masa pemerintahan Mahmud, dinasti ini mencapai puncak kejayaannya. Mahmud mengadakan ekspedisi ke utara India selama 17 tahun dan mendirikan kotanya di sana.
Dari perbatasan Kurdistan ke Samarkand, dari Laut Kaspia ke Yamuna, ia menciptakan wilayah kekuasaan baru. Kekayaan yang ia bawa dari ekspedisi India ini sangatlah berlimpah. Namun, setelah dirinya wafat, tidak ada satu sultan pun yang dapat menjadikan dinasti ini mencapai kejayaannya seperti yang dilakukan Mahmud.
Di bawah kepemimpinan anak Mahmud, Mas’ud I, dinasti ini kehilangan kepercayaan dirinya. Pada masa Mas’ud, sebagian teritorial di bagian barat direbut. Wilayah ini direbut oleh Dinasti Seljuk pada Pertempuran Dandanagan yang menyebabkan pembatasan kekuasaan di Punjab dan Balochistan.
Tanda-tanda kelemahan dinasti ini semakin terlihat ketik Mas’ud III wafat pada 1115 M. Konflik internal menyebabkan naiknya Sultan Bahram Syah sebagai penguasa Seljuk. Sultan Bahram adalah penguasa Ghaznavid terakhir yang menguasai Ghazni. Alauddin Husein yang berasal dari Dinasti Ghurid menaklukkan kota tersebut pada 1151 untuk membalaskan kematian kakaknya.
Ia meratakan seluruh kota dan membakarnya dalam tujuh hari. Ia mendapat gelar ‘Jahansoz’ yang berarti pembakar dunia. Akibatnya, ibu kota dipindahkan ke Lahore dan kekuatan Ghaznawiyah dipindahkan ke utara India sampai akhirnya ditaklukkan oleh Ghurid pada 1186. [yy/republika]
Menelusuri Jejak Lashkari Bazar
Menelusuri Jejak Lashkari Bazar
Fiqhislam.com - Sejatinya, kota kuno Bust yang terletak di tepi timur Sungai Helmand dan di selatan Afghanistan telah berdiri sejak abad ke-7 sebelum Masehi. Kota itu semakin populer dan berkembang pada era kekuasaan Dinasti Ghaznawiyah yang mulai berkuasa pada 977-1186 M.
Ghaznawiyah yang merupakan kerajaan Islam yang menguasai wilayah Khurasan, Afghanistan, dan India Utara itu untuk pertama kali dipimpin oleh Nashir ad-Dawlah Sebuktigin, gubernur atas nama Dinasti Samaniyah. Pada masa kekuasaannya, dinasti ini menghancurkan berhala-berhala, mengganti kuil menjadi masjid, dan berjaya selama lebih dari 200 tahun.
Dinasti itu menjadikan Kota Bust sebagai ibu kota pemerintahan. Pada era inilah Kota Bust mencapai puncak keemasannya. Di kota itu terdapat warisan Dinasti Ghaznawiyah bernama Lashkari Bazar, yakni jalan pasar panjang yang menghubungkan Kota Bust dan gerbang selatan suburban tersebut.
Wilayah itu terletak di sebelah utara Kota Bust dan di tepi timur Sungai Helmand di sebelah barat Laut Afghanistan. Pada banyak hal, situs ini memiliki kemiripan dengan situs Abbasiyah dengan ukuran bangunan yang monumental, istana-istana, dan arsitekturnya yang terbuat dari bata lumpur yang dibangun di sepanjang sungai.
Jalan ini memiliki panjang lebih dari 400 meter yang diisi oleh ratusan toko kecil di sepanjang jalan. Toko-toko tersebut memiliki luas 3,5 x 5 meter. Pada satu sisi jalan ini, kira-kira di pertengahan jalan, terdapat bangunan dengan ruang-ruang toko. Bangunan ini kemungkinan adalah kantor kepala pasar (muhtasib). [yy/republika]