pustaka.png
basmalah2.png


7 Rabiul-Awwal 1445  |  Jumat 22 September 2023

Sejarah Masuknya Islam ke Kirgistan

Sejarah Masuknya Islam ke Kirgistan

Fiqhislam.com - Ajaran Islam pertama kali masuk ke masyarakat suku Kirgiz sekitar abad ke-9 dan 12 M.

Namun, baru di abad ke-17 M, Islam benar-benar mengalami perkembangan yang pesat di wilayah Kirgistan ketika orang-orang Jungar (Dzungar) yang berasal dari suku bangsa Mongolia mengusir orang-orang Kirgiz yang bermukim di wilayah Tian Shan ke kawasan Lembah Fergana.

Pada abad ke-17, orang-orang Jungar berhasil mendirikan sebuah kerajaan nomadik yang wilayahnya meliputi sebelah barat negara Mongolia modern, sebagian Uighur, dan sebelah timur Kazakhstan.

Orang-orang Kirgiz yang bermigrasi ke Lembah Fergana ini adalah penduduk yang benar-benar Islam. Namun, ketika ancaman bahaya dari suku Jungar sudah mereda, mereka pun memutuskan untuk kembali ke wilayah mereka sebelumnya.

Sejalan dengan kepulangan mereka ke daerah asal, pengaruh Islam di kalangan orang-orang Kirgiz mulai melemah. Terlebih lagi ketika pasukan Quqon Khanate berhasil menaklukkan wilayah Kirgiz pada abad ke-18, secara perlahan praktik-praktik ajaran Islam mulai dijauhkan dari para Muslim suku Kirgiz.

Karenanya, tak mengherankan jika di akhir abad ke-19, banyak Muslim Kirgiz yang berpindah keyakinan, ataupun jika mereka tetap memeluk Islam tapi tidak lagi pernah mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kendati ajaran Islam mulai ditinggalkan oleh sebagian besar orang Kirgiz, namun tidak demikian dengan saudara mereka yang bermukim di wilayah Osh. Pengetahuan dan minat mereka terhadap Islam justru meningkat. Kondisi tersebut berbeda dengan Muslim Kirgiz yang tinggal di wilayah bagian utara.

Meski sama-sama beragama Islam, namun orang-orang Kirgiz utara ini kerap mencampuradukkan antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran nenek moyang mereka, seperti animisme dan shamanism (perdukunan).

 

Sejarah Masuknya Islam ke Kirgistan

Fiqhislam.com - Ajaran Islam pertama kali masuk ke masyarakat suku Kirgiz sekitar abad ke-9 dan 12 M.

Namun, baru di abad ke-17 M, Islam benar-benar mengalami perkembangan yang pesat di wilayah Kirgistan ketika orang-orang Jungar (Dzungar) yang berasal dari suku bangsa Mongolia mengusir orang-orang Kirgiz yang bermukim di wilayah Tian Shan ke kawasan Lembah Fergana.

Pada abad ke-17, orang-orang Jungar berhasil mendirikan sebuah kerajaan nomadik yang wilayahnya meliputi sebelah barat negara Mongolia modern, sebagian Uighur, dan sebelah timur Kazakhstan.

Orang-orang Kirgiz yang bermigrasi ke Lembah Fergana ini adalah penduduk yang benar-benar Islam. Namun, ketika ancaman bahaya dari suku Jungar sudah mereda, mereka pun memutuskan untuk kembali ke wilayah mereka sebelumnya.

Sejalan dengan kepulangan mereka ke daerah asal, pengaruh Islam di kalangan orang-orang Kirgiz mulai melemah. Terlebih lagi ketika pasukan Quqon Khanate berhasil menaklukkan wilayah Kirgiz pada abad ke-18, secara perlahan praktik-praktik ajaran Islam mulai dijauhkan dari para Muslim suku Kirgiz.

Karenanya, tak mengherankan jika di akhir abad ke-19, banyak Muslim Kirgiz yang berpindah keyakinan, ataupun jika mereka tetap memeluk Islam tapi tidak lagi pernah mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Kendati ajaran Islam mulai ditinggalkan oleh sebagian besar orang Kirgiz, namun tidak demikian dengan saudara mereka yang bermukim di wilayah Osh. Pengetahuan dan minat mereka terhadap Islam justru meningkat. Kondisi tersebut berbeda dengan Muslim Kirgiz yang tinggal di wilayah bagian utara.

Meski sama-sama beragama Islam, namun orang-orang Kirgiz utara ini kerap mencampuradukkan antara ajaran Islam dengan ajaran-ajaran nenek moyang mereka, seperti animisme dan shamanism (perdukunan).

 

Anut Sekularisme, Kirgistan Batasi Peran Agama

Anut Sekularisme, Kirgistan Batasi Peran Agama


Anut Sekularisme, Kirgistan Batasi Peran Agama


Fiqhislam.com - Konflik antara Muslim dan pemerintah di Kirgistan sudah berlangsung cukup lama. Sejak awal negara ini memerdekan diri dari rezim komunis Uni Soviet pada akhir 1991, agama memang tidak memainkan peran besar dalam kancah politik di negeri ini.

Kendati elemen-elemen masyarakat tradisional di Kirgistan mendesak agar nilai-nilai Islam yang merupakan warisan para leluhur mereka diadopsi dalam pembukaan konstitusi 1993. Namun, sebagai negara yang mengklaim diri berasaskan sekuler, mereka melarang percampuran nilai-nilai ideologi atau agama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.

Bahkan, pemerintah negeri itu kerap menuding kelompok-kelompok Islam berupaya menumbangkan pemerintahan. Dalam sebuah aksi unjuk rasa Oktober 2009 lalu, kepolisian Kirgistan menangkap 100 warga Muslim. Oleh pengadilan mereka kemudian dinyatakan bersalah dengan tuduhan ekstremis Islam.

Damira Kudaibergenova, salah satu staf senior di Departemen Pendidikan berdalih bahwa Kirgistan adalah negara yang menganut sistem sekularisme. “Ketika pilihan dihadapkan antara pendidikan dan kerudung, kami memilih pendidikan,” ujarnya kepada kantor berita Reuters.

Kudaibergenova menganggap jilbab dan agama sebagai bentuk serangan terhadap para siswa di sekolah. Untuk itu, kata dia, mereka harus dilindungi. Kudaibergenova juga mengeluhkan para siswa yang tidak hadir di kelas pada hari Jumat siang karena melaksanakan shalat Jumat.

Kendati fakta di lapangan memperlihatkan hal demikian, namun Kepala Komisi Keagamaan, Kanibek Osmonaliyev, membantah bahwa pemerintah sudah membatasi kebebasan beragama di negeri itu. Osmonaliyev berdalih, pemerintah hanya ingin menertibkan kelompok-kelompok keagamaan yang ada.

“Masyarakat yang meminta kami menertibkan mereka, karena masyarakat khawatir keluarga mereka terpecah belah akibat pengaruh kelompok-kelompok tersebut,” katanya.

 

Ruang Gerak Muslim Dibatasi

Ruang Gerak Muslim Dibatasi


Ruang Gerak Muslim Dibatasi


Fiqhislam.com - Berdasarkan sensus terakhir pada tahun 2007, jumlah penduduk Kirgistan mencapai 5,5 juta orang. Dan sekitar 80 persen penduduknya beragama Islam, 18 persen berafiliasi dengan Gereja Ortodoks Rusia, dan dua persen sisanya penganut Yahudi dan keyakinan lainnya.

Meski pemeluk Islam mendominasi, namun Pemerintah Kirgistan termasuk keras dan tegas terhadap warga Muslim. Seperti kebijakan yang diambil Pemerintah Kirgistan awal 2010 lalu; Pemerintah Kirgistan mengeluarkan undang-undang baru yang membatasi kegiatan kehidupan beragama di sana.

Banyak pihak yang meyakini undang-undang tersebut sengaja diberlakukan sebagai upaya pemerintah untuk memaksakan pandangan tentang agama tertentu pada masyarakat dan targetnya adalah komunitas Muslim.

Undang-undang yang baru dikeluarkan ini mewajibkan kelompok-kelompok keagamaan, baik yang sudah resmi (legal) maupun belum, untuk mendaftarkan organisasinya. Berdasarkan peraturan tersebut, sebuah organisasi keagamaan harus memiliki anggota sedikitnya 200 orang sebelum dinyatakan boleh beroperasi oleh pemerintah.

Undang-undang itu juga melarang distribusi literatur, baik dalam bentuk cetak, audio, atau rekaman video keagamaan di tempat-tempat umum, sekolah-sekolah, dan lembaga-lembaga pendidikan tinggi.

Para pemuka agama di Kirgistan mengungkapkan keberatannya atas pemberlakuan undang-undang ini. Mereka menilai keberadaan undang-undang tersebut menindas kehidupan beragama di sana.

Seorang pemuka Islam di Kirgistan, Kadyr Malikov, menyatakan undang-undang ini menyulitkan gerakan-gerakan Islam dan komunitas Muslim di Kirgistan. Di samping itu, ia juga menilai isi undang-undang itu terlalu berlebihan dan menimbulkan kesan bahwa kegiatan-kegiatan keagamaan seakan sesuatu yang sangat berbahaya bagi Kirgistan.

“Orang-orang di pemerintahan tidak bisa membedakan antara ajaran dan tradisi Islam yang damai dengan ekstremis. Tentunya ini akan mempersulit kami jika ingin membangun madrasah atau masjid baru dan (juga) mempersulit hubungan antara pemerintah yang sekuler dengan komunitas Muslim,” papar Malikov seperti dikutip laman Islamonline.

 

Jumlah Masjid di Kirgistan

Jumlah Masjid di Kirgistan


Jumlah Masjid di Kirgistan


Fiqhislam.com - Dilaporkan eng.24.kg, Rabu (23/11), Pejabat Kementerian Dalam Negeri Kirgistan, Erlan Bakiyev menyebut pada tahun 2000 jumlah masjid di Kirgistan mencapai 195. Saat ini, jumlah masjid yang terdata mencapai 2.743. "Di era Soviet, hanya ada 39 masjid," kata dia.

Bakiyev mengungkap, sebagian masjid berada di wilayah Selatan, yakni 67.8 persen. Sisanya berada di Utara.

Ajaran Islam pertama kali masuk ke masyarakat suku Kirgiz sekitar abad ke-9 dan 12 M.

Namun, baru di abad ke-17 M, Islam benar-benar mengalami perkembangan yang pesat di wilayah Kirgistan ketika orang-orang Jungar (Dzungar) yang berasal dari suku bangsa Mongolia mengusir orang-orang Kirgiz yang bermukim di wilayah Tian Shan ke kawasan Lembah Fergana.

Pada abad ke-17, orang-orang Jungar berhasil mendirikan sebuah kerajaan nomadik yang wilayahnya meliputi sebelah barat negara Mongolia modern, sebagian Uighur, dan sebelah timur Kazakhstan. [yy/republika]

 

 

Tags: Kirgistan