Fiqhislam.com - Nasaruddin Umar baru saja dikukuhkan menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal periode 2016-2020 oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (22/1). Ia mengaku terkejut atas penunjukkan dirinya yang tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan terlebih dulu dari Menteri Agama.
"Saya kaget dan merasa bukan orang yang terbaik untuk jadi imam besar Masjid Istiqlal," ungkapnya ketika dihubungi Republika.co.id.
Menurutnya, ada tokoh atau ulama yang lebih baik dan lebih berwawasan dibanding dirinya. Karena ia menilai untuk menjadi imam besar Masjid Istiqlal, tidak hanya diperlukan pengetahuan agama Islam yang luas, tapi juga dibutuhkan wawasan kebangsaan dan pemerintahan yang cukup.
Kendati diberitahu secara mendadak, Nasaruddin mengaku, sebelumnya, Menteri Agama memang pernah menawarkannya untuk mengisi posisi imam besar Masjid Istiqlal yang kala itu hampir berakhir masa baktinya.
"Waktu itu kami sedang dalam perjalanan menuju Gorontalo. Tapi ketika ditawarkan saya bilang pada Pak Menteri bahwa saya bukan orang terbaik untuk menjadi imam besar," ucapnya.
Walaupun merasa bukan tokoh terbaik, Nasaruddin mengatakan dirinya akan tetap melaksanakan tanggung jawab posisi imam besar dengan sebaik-baiknya. "Ini amanah yang sekarang harus saya emban," ujarnya.
Imam Besar Istiqlal Amanah yang Cukup Berat
Mantan wakil Menteri Agama (wamenag) RI, Nasaruddin Umar, dikukuhkan sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta. Pengukuhan itu dilakukan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (22/1) di Jakarta.
Dalam keterangannya kepada Republika.co.id Nasaruddin menyatakan, jabatan yang diembannya kali ini merupakan amanah yang cukup berat. Nasaruddin berharap, bisa melaksanakan amanah tersebut dengan baik."Mohon doanya, semoga saya bisa melaksanakan dan menjalankannya dengan baik dan amanah," ujarnya.
Sebelumnya, Imam Masjid Istiqlal adalah KH Ali Mustofa Yakub. Dalam kesempatan itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga mengukuhkan Muzammil Basyuni sebagai ketua pengelola Masjid Istiqlal. Jabatan ini sebelumnya dipegang H Mubarok.
Masjid Istiqlal Jadi Paru-Paru Spiritual Indonesia
Masjid Istiqlal akan menjadi paru-paru spiritual Indonesia. Tekad tersebut diungkapkan Prof Dr Nasaruddin Umar usai dikukuhkan sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal periode 2016-2020.
“Kalau hutan itu adalah paru-paru dunia, kita perlu oase dan paru-paru spiritual,” ujar Nasaruddin kepada Republika di Jakarta, Jumat (22/1).
Mantan wakil menteri agama (wamenag) itu dikukuhkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Jumat (22/1), di Kantor Kementerian Agama, Jalan Thamrin, Jakarta. Menag juga menetapkan Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal.
Selain bertekad untuk menjadikan Istiqlal sebagai paru-paru spiritual Indonesia, Nasaruddin juga menegaskan, Masjid Istiqlal juga harus tetap menyimbolkan negara. “Dengan ciri keislaman moderat, bercorak rahmatan lil alamin,” ujarnya.
Nasaruddin juga akan menjadikan Masjid Istiqlal sebagai lambang persatuan dan kesatuan umat Islam. “Sebagai simbol pemersatu umat Islam dari berbagai mahzab,” ucapnya.
Masjid Istiqlal, kata dia, juga harus menjadi simbol toleransi antarumat beragama. Sebab, ungkap Nasaruddin, ada rumah ibadah agama lain di dekat Masjid Istiqlal.
Masjid Istiqlal, Pusat Pembinaan Generasi Muda Muslim
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap, Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BP2M) dapat terus mengembangkan kegiatan Masjid Istiqlal yang merupakan salah satu etalase umat Islam di Indonesia.
Menurutnya, sebagai masjid negara, Istiqlal harus bisa menjadi masjid contoh dan karenanya perlu terus dikembangkan sebagai pusat ibadah dan pusat pembinaan umat. “Keberadaan Masjid Istiqlal di jantung kota harus memiliki daya tarik dari segi kegiatan dan program pembinaan keagamaan,” kata Menag.
Masjid Istiqlal, papar Lukman, harus dapat menjadi benteng umat Islam dari pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan agama dan ideologi bangsa. Istiqlal juga harus dapat berperan sebagai pusat pembinaan umat dan generasi muda dengan nilai-nilai Islam dan dakwah secara komprehensif.
“Atmosfer masjid sebagai pusat ibadah dan kebudayaan Islam dalam memancarkan tauhid, ukhuwah dan kemajuan, kedamaian, keadaban, serta rahmatan lil alamin,” ucap Menag.
Pemerintah melalui Kementerian Agama, kata dia, akan senantiasa memfasilitasi pemeliharaan, operasionalisasi, dan pengembangan Masjid Istiqlal dengan mengalokasikan bantuan APBN tiap tahun.
Oleh karena itu, Menag mengimbau kepada BP2M Istiqlal untuk meningkatkan performa akuntabilitas pengelolaan bantuan APBN dan keuangan Masjid Istiqlal dari masyarakat. Imam besar Masjid Istiqlal sebelumnya dijabat Prof Dr KH Ali Mustofa Yakub.
Menteri Agama juga mengukuhkan Muzammil Basyuni sebagai ketua pengelola Masjid Istiqlal. Jabatan ini sebelumnya dipegang Drs H Mubarok.
Menag menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada KH Ali Mustofa Yakub yang telah menyelesaikan amanah sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal dan kepada pengurus periode lalu di bawah kepemimpinan Mubarok. [yy/republika]