Fiqhislam.com - Tragedi Mina yang menewaskan ratusan orang menyedot perhatian seluruh dunia tak terkecuali orang-orang yang sebenarnya selama ini bukan ulama atau pakar hukum Islam. Komentar juga datang dari para pengamat demokrasi yang mengusulkan "jalan keluar" supaya tragedi Mina tidak terulang. Salah satunya adalah Denny JA.
Melalui laman Facebook Denny J.A’s World, pendiri Lembaga Survei Indonesia (LSI) itu meminta pendapat masyarakat agar haji tidak menjadi ibadah yang paling banyak memakan korban manusia. Ia pun mengusulkan agar dilakukan reformasi manajemen haji secara radikal alias out of the box.
Bagaimana caranya? Menurut Denny dalam akunnya, ada tiga cara bisa dilakukan.
1. Ulama terkemuka mengeluarkan fatwa bahwa jumlah hari haji yang sah tak hanya 5 hari, tapi berbulan-bulan.
2. Arisitektur di Mina diubah agar semakin nyaman dan aman untuk menampung jutaan jemaah yg terus bertambah.
3. Arab Saudi melibatkan manajemen multi nasional dengan kualitas internasional terutama di Mina," demikian tulis Denny dalam akunnya.
Tak ayal, usulan Denny menuai kritikan pedas dari para netizen. Alasannya, ibadah haji adalah ibadah yang telah ditentukan waktunya hanya di bulan Dzulhijjah, khususnya tanggal 9 hingga 13 Dzulhijjah.
"Ibadah tuh ada yang waktu dan tata caranya sudah ditentukan, kalo mau ditambah/diperpanjang. Ibarat orang boleh sholat subuh sore-sore. Kan aneh jadinya," komentar Yudha Wisnu Syaputra.
"Pak Denny J.A ibadah bukan demokrasi. Kalo ndak paham Islam jangan bicara tentang Islam," tambah Ibnu Jauhari Al Banjary.
Hingga kini, postingan Denny JA masih terus menuai kontroversi dari para netizen. [yy/rimanews]