Fiqhislam.com - Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengapresiasi bantuan hukum yang diberikan PP Muhammadiyah melalui tim adokat yang tergabung dalam Majelis Hukum dan HAM (MHH).
”Saya merasa terharu, dan berterima kasih serta memberikan apresiasi kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah lewat Majelis Hukum dan HAM yang menunjukan perhatian, simpati dan dukungan pada saya dalam menghadapi masalah yang sedang saya hadapi terkait tuduhan radikal oleh segelintir alumni ITB yang menamakan dirinya Gerakan Anti Radikalisme (GAR) berdimensi luas dan secara khusus melakukan pembunuhan karakter, tidak terlepas dengan Muhammadiyah, organisasi yang saya ada di dalamnya dan juga dengan umat Islam secara keseluruhan,” katanya, Sabtu (20/2/2021).
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ini menilai, langkah hukum yang cerdas dan elegan oleh Tim Advokasi MHH menjadi sangat penting, namun sesuai dengan watak Muhammadiyah yang wasathiyah. Din juga berpesan agar warga Muhammadiyah tetap tenang dalam menyikapi persoalan ini.
”Kepada warga Muhammadiyah, dan para pendukung saya untuk tetap tenang, mengedepankan akal untuk menjadikan kita kaum berakal. Maka dengan Bismillahirahmanirahim saya memberikan kuasa kepada Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah dan para advokat yang tergabung di dalamnya. Semoga langkah kita ini adalah langkah yang membawa kebaikan dan kemaslahatan bagi bangsa dan negara. Dengan mengucap Bismillahirahmanirahim saya tandatangi surat kuasa ini,” ucapnya. [yy/sindonews]
Artikel Terkait:
GAR-ITB Cenderung Ngawur
-
Pengamat Politik: Tindakan GAR-ITB Cenderung Ngawur
Fiqhislam.com - Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin mengatakan, pelaporan yang dilakukan Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR-ITB) terhadap Din Syamsuddin itu, tidak berdasarkan apa-apa dan cenderung ngawur. Sebab, rekam jejak Din tidak ada yang ke arah radikal. Maka dari itu, kasus ini harus diselesaikan secepat mungkin.
“GAR-ITB itu tidak suka dengan orang yang mengkritik pemerintah. Makanya, dia laporkan Din ke KASN dan BKN. Padahal kan, kritik itu bukan memusuhi negara dan pemerintah," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (19/2).
"Din melakukan kritik karena Din cinta sama negaranya. Eh yang dikritik malah panas terus melapor dan ingin membungkam Din agar tidak terlalu menonjol untuk membuat kritik,” katanya lagi.
Dia menegaskan, sikap yang dilakukan GAR-ITB ini merupakan pembunuhan karakter terhadap seseorang. Hal ini berbahaya jika terus dibiarkan. GAR-ITB ini juga organisasi yang tidak resmi dan tidak diakui oleh ITB. GAR-ITB ini hanya terbentuk di grup WhatsApp dan tidak ada badan pengurusnya.
“Ya ini ada orang-orang yang terafiliasi kekuasaan. Atas nama GAR-ITB itu melaporkan Din. Masyarakat bisa menerima kalau tuduhannya bukan radikal. Tapi ini tuduhannya radikal. Semua mempertanyakan laporan itu? seperti Muhammadiyah, NU dan sebagainya,” kata dia.
Dia menambahkan, Din merupakan dosen yang merupakan seorang pendidik. Bahkan, mantan ketua umum pimpinan pusat Muhammadiyah dua periode itu juga seorang guru besar. Menurutnya, sikap kritis Din tidak melanggar apalagi ASN-nya kan dosen, seorang guru besar pula. Wajar jika mengkritik yang terjadi di pemerintahan.
“GAR-ITB ini salah sasaran jika menuduh Din radikal. Masa seorang guru besar tidak boleh mengkritik terkait persoalan bangsanya. GAR-ITB ini kelihatan sekali memberi peringatan pada Din. Tapi respon Din juga santai saja toh dia tidak merasa radikal,” kata dia.
Karenanya, dia menyarankan, siapapun yang sedang berkuasa jangan sembarangan untuk menuduh orang kalau mereka radikal. Hal ini yang harus diubah. Dia tidak habis pikir kritik terhadap pemerintah merupakan hal yang radikal.
“Yang saya baca di media massa kalau Juru Bicara Presiden Joko Widodo Fadjroel Rachman dan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung terlibat di GAR-ITB. Ya bisa dipikir sendiri dimana ada kekuasaan disitu bisa membatasi. Masalah ini juga tidak dilanjutkan karena Menkopolhukam tidak akan memproses laporan tersebut. Mahfud tahulah Din seperti apa. Mereka sama-sama profesor dan dosen. Jadi, bisa dibilang tuduhan ini sama sekali tidak berdasar,” kata dia.
Sebelumnya diketahui, sejumlah tokoh dari kalangan Muhammadiyah, PBNU, politisi hingga pejabat menentang pelaporan Din Syamsuddin ke KASN oleh GAR ITB. Pembelaan tersebut menyoal Din Syamsuddin yang diklaim GAR ITB telah melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku ASN.
Pelaporan itu awalnya dilakukan oleh GAR ITB yang dengan bersurat ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Ketua Majelis Wali Amanat ITB. Isinya, meminta Din diberhentikan dari anggota MWA ITB.
Dalam lampiran surat, setidaknya ada 1.335 nama yang diklaim alumni ITB dari berbagai jurusan. Mulai dari angkatan 1957 hingga 2014. Alasan yang digunakan GAR ITB itu, hampir sama dengan isi surat kepada KASN dan BKN.
GAR ITB kembali menilai Din telah bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara dan keputusannya. Klaim tersebut merujuk pada pernyataan Din yang dianggap melontarkan tuduhan tentang adanya ketidakjujuran dalam proses peradilan MK di Pilpres 2019 lalu.
Selama ini, Din memang kerap melontarkan kritik tajam ke pemerintah. Din merupakan deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama eks Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Prof Rochmat Wahab. [yy/republika]