Fiqhislam.com - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang Baijuri Khotib menyampaikan akan melakukan mediasi terhadap pihak yang terlibat dalam kasus penarikan cadar. Dia meminta kedua pihak berdamai dan tidak memperpanjang kasus tersebut dengan mencabut laporan polisi.
“MUI berperan mendamaikan. Senin kami adakan islah, buat surat perdamaian, masing-masing mencabut laporan,” ujar Baijuri kepada Republika.co.id, Sabtu (14/11).
Korban P (42 tahun) telah melaporkan pelaku Z (70) kepada pihak berwajib pada Jumat (13/11) dengan tuntutan pasal yang berkenaan dengan perbuatan tidak menyenangkan. Menurut penuturan Baijuri, Z juga melayangkan laporan ke polisi dengan tuntutan pencemaran nama baik dan pelanggaran undang-undang informasi dan transaksi elektronik (ITE).
“Kami proporsional, tidak ada yang kami bela,” kata Baijuri.
Baijuri mengaku, MUI Kota Tangerang telah mendapatkan informasi dari kedua pihak terkait kasus penarikan cadar tersebut. Menurut hasil penelusuran, Baijuri mengungkapkan adanya beberapa hal yang perlu dipahami.
Diantaranya, korban dan pelaku merupakan murid dan guru, sudah kenal lama, dan merupakan tetangga. “Kami dapat informasi. Faktanya, mereka murid dan guru, sudah lama nggak bertemu. Lalu dilakukan di tempat umum. Bisa jadi kita tidak membenarkan adanya unsur kesengajaan,” ujarnya.
Menurutnya, kejadian itu merupakan insiden yang perlu diselesaikan secara kekeluargaan. Baijuri menerangkan, pada dasarnya hal yang dilakukan Z terhadap P merupakan perbuatan yang salah secara akhlak dan tidak bisa dibenarkan.
Namun, dia menyebut perbuatan itu tidak sampai pada penodaan agama. “Itu memang ada pelecehan tapi dari sisi akhlak. Setelah ditelusuri dari aspek hukum, tidak ada penodaan agama,” katanya.
Dia menambahkan, nantinya dalam pertemuan untuk mendamaikan keduanya, MUI akan memberikan tausiyah keagamaan yang berkaitan dengan hal tersebut. “Nanti ada tausiyah. Ya, dalam beragama pasti ada tantangan dan ujian. Tidak semua tantangan dibahasakan hukum, nggak usah terlalu khawatir, agama ada yang jaga,” katanya.
Sebelumnya, pada 4 November 2020 sekitar pukul 10.00 WIB di Kota Tangerang terjadi insiden penarikan cadar yang dilakukan Z terhadap P. Saat itu, P bersama keponakannya yang berusia empat tahun sedang berjalan pulang dari pasar.
Saat hendak melewati gang rumahnya, korban merasa terhalangi oleh Z yang sedang berbincang dengan orang lain di gang depan rumahnya, ditambah adanya jemuran milik Z.
Korban meminta izin melintas, namun tiba-tiba pelaku yang kerap dipanggil ustadz di lingkungan sekitar itu menarik cadarnya hingga tersingkap wajahnya. Kasus ini telah dilaporkan ke polisi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. [yy/republika]
Artikel Terkait:
Ustaz Tarik Cadar
Kasus Ustaz Tarik Cadar Perempuan Dimediasi MUI Tangerang
Fiqhislam.com - Kasus penarikan cadar di Kota Tangerang, Banten yang dialami oleh P (42 tahun) dengan pelaku Z (70) masih terus berproses polisi. Selain melayangkan laporan ke pihak kepolisian, tim advokat korban juga telah melakukan audiensi dengan majelis ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang pada Jumat (13/11).
Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang, Baijuri Khotib, mengatakan, pihaknya siap mengadakan pertemuan untuk mendamaikan kedua belah pihak pada awal pekan depan. “Nanti ada islah hari Senin (16/11),” kata Baijuri kepada Republika, Sabtu (14/11).
Baijuri menjelaskan, pada dasarnya memang apa yang dilakukan oleh Z terhadap P merupakan perbuatan yang salah secara akhlak dan tidak bisa dibenarkan. Namun, dia menyebut, perbuatan itu tidak sampai pada penodaan agama.
“Itu memang ada pelecehan tapi dari sisi akhlak. Setelah ditelusuri dari aspek hukum, tidak ada penodaan agama,” tuturnya.
Melalui proses penelusuran dan pendalaman, Baijuri menyampaikan, ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam menanggapi kasus itu. Di antaranya, korban dan pelaku merupakan murid dan guru, sudah kenal lama, dan merupakan tetangga.
“Kedua belah pihak sudah kami dapat informasi. Fakta-faktanya, mereka murid dan guru, sudah lama enggak bertemu. Lalu (kejadian) dilakukan di tempat umum," kata Baijuri."
Bisa jadi kita tidak membenarkan adanya unsur kesengajaan. Kuat dugaan begitu, anggapan itu cukup punya alasan,” ujar Baijuri menambahkan.
Dia menerangkan, peristiwa itu merupakan insiden yang tidak perlu diperpanjang. Apalagi, kedua belah pihak diketahui saling melapor ke kepolisian. Baijuri menambahkan, tim dari pihak P melaporkan Z dengan pasal perbuatan tidak menyenangkan. Sementara itu, dari pihak Z melaporkan P dengan tuntutan adanya pencemaran nama baik dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Saya sampaikan, MUI tidak ada masuk pada wilayah hukum positif. Kalau sama-sama ngotot, monggo saja,” kata Baijuri.
Baijuri berharap, kasus itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan berujung pada kata damai. “Kami arahkan ada kesepakatan hari Senin untuk damai. Nanti ada tausiyah dari MUI, kita proporsional tidak ada yang kami bela,” terangnya.
Pada 4 November 2020 sekitar pukul 10.00 WIB, di Kota Tangerang terjadi insiden penarikan cadar yang dilakukan Z terhadap P. Saat itu, P bersama keponakannya yang berusia empat tahun sedang berjalan pulang dari pasar.
Saat hendak melewati gang rumahnya, korban merasa terhalangi oleh Z yang sedang berbincang dengan orang lain di jalan gang depan rumahnya, ditambah adanya jemuran milik Z. Korban meminta izin melintas, namun tiba-tiba pelaku yang kerap dipanggil ustaz di lingkungan sekitar itu menarik cadarnya hingga tersingkap wajahnya.
Kasus itu diketahui telah dilaporkan oleh tim advokat korban ke polisi pada Jumat (13/11). MUI Kota Tangerang pun ikut turun tangan untuk menangani masalah itu. [yy/republika]
Berlanjut ke Depan Hukum
Pelaku Penarikan Cadar di Tangerang Berlanjut ke Depan Hukum
Fiqhislam.com - Menjalankan syarait agama adalah hak asasi dari seseorang yang tak boleh dicederai oleh siapa pun. Sehingga bila ada yang mencoba menghalanginya maka akan berurusan dengan hukum.
Terkait soal itu adalah masalah hukum yang menarik dicermaiti. Hal ini berhubungan dengan kasus penarikan cadar di Kota Tangerang berlanjut ke jalur hukum. Korban bernama Ati (nama samaran) menjelaskan alasan di balik keputusannya melaporkan Z (70) ke pihak yang berwajib.
"Jadi trauma saya. Takut jadinya," kata dia kepada Republika usai membuat laporan di Polres Metro Tangerang Kota, Jumat (13/11).
Ati pun menceritakan kronologi kejadian penarikan cadar pada 4 November 2020 sekira pukul 10.00 WIB. Saat itu, Ati mengatakan, ia bersama keponakannya yang berusia empat tahun sedang berjalan pulang dari pasar dengan membawa barang belanjaan.
Saat hendak melewati gang rumahnya, korban merasa terhalangi oleh Z yang sedang berbincang dengan orang lain di jalan gang depan rumahnya dan jemuran milik pelaku. Korban meminta izin melintas, tetapi tiba-tiba Z menarik cadarnya hingga tersingkap wajahnya.
"Ustaz itu menghalangi jalan. Saya permisi, tapi malah cadar saya ditarik, dan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas : 'lu ngapain sih pakai-pakai beginian segala (red: cadar)?', terus mereka tertawa-tawa," kata Ati.
Ati mengaku kaget atas perbuatan yang dilakukan Z terhadapnya. Sebelum kejadian itu, menurut Ati, Z memang kerap melecehkan pakaiannya yang berpakaian gelap dan mengenakan cadar.
"Dia pernah bilang pakai baju hitam udah kayak TKW (tenaga kerja wanita). Kemudian pertama kali saya bercadar dia bilang saya teroris. Udah sering dia ngomong kayak gitu. Kemarin itu kaget aja itu kok dia tiba-tiba narik cadar dengan kata-kata itu," kata dia.
Ati mengatakan ia telah bercadar selama tujuh tahun. Karena itu, ia merasa sangat keberatan dengan perbuatan Z sehingga memutuskan melapor ke polisi.
Ati mengatakan ia sudah menerima permohonan maaf dari pelaku. Namun, ia mengatakan, proses hukum harus tetap perlu berjalan. "Harapannya bisa segera ditindak secara hukum biar dia jera, dan biar enggak ada lagi yang kasusnya kayak saya seenaknya gitu tarik-tarik cadar," kata dia.
Pada Jumat (13/11), tim advokat korban telah melayangkan laporan ke Polres Metro Tangerang Kota dengan Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Pengacara Ati, Dewi, mengatakan, laporan sudah dilengkapi dengan beberapa nama saksi. "Langsung di-BAP (berita acara pemeriksaan). Sementara kita pasalkan perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 335 KUHP," ujar Dewi.
"Masih kita gali lagi pasal-pasal lain yang juga bisa menjerat," kata dia. [yy/ihram]