Fiqhislam.com - Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) menyampaikan kendala yang dihadapi para dai di daerah dan kota berbeda-beda, terutama dalam memanfaatkan teknologi digital. Para dai belum bisa sepenuhnya memanfaatkan teknologi digital untuk keperluan dakwah di masa pandemi Covid-19.
Ketua Umum Ikadi, Prof KH Achmad Satori Ismail mengatakan, kemungkinan besar pada dai di daerah menghadapi masalah jaringan internet yang sulit diakses dan biaya kuota internet yang sulit terjangkau.
"Mereka (para dai di daerah) juga bisa dikatakan untuk (memenuhi kebutuhan) hidup saja agak susah (apalagi untuk membeli kuota internet untuk keperluan dakwah)," kata Kiai Satori kepada Republika, Kamis (24/9).
Ia menjelaskan, untuk bisa berdakwah dengan memanfaatkan teknologi digital tentu dibutuhkan keahlian dalam memanfaatkan teknologi. Tapi tidak bisa dipungkiri masih banyak para dai di daerah yang belum bisa sepenuhnya memanfaatkan teknologi digital.
Ia mengatakan, untuk para dai yang ada di kota, tantangan dan kendalanya berbeda dengan para dai di daerah. Kemungkinan para dai di kota masih ada yang belum maksimal memanfaatkan teknologi digital.
"Karena para dai kadang-kadang memiliki program yang rutin yang cukup menyita waktu, ada yang aktivitas di pesantren, ada yang mengelola masjid, mengelola majelis taklim, itu saja sudah merasa capai," ujarnya.
Dengan demikian, lanjutnya, para dai di kota-kota sudah memiliki kegiatan padat sehingga tak sempat melakukan dakwah digital. [yy/republika]
Artikel Terkait:
Sarana Berdakwah
MUI: Platform Digital Sarana Utama Berdakwah Saat Pandemi
Fiqhislam.com - Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menyampaikan, platform digital saat ini menjadi sarana utama dalam berdakwah di tengah pandemi Covid-19. Terlebih, menurut dia, masyarakat mulai terbiasa dengan dakwah yang disampaikan secara digital.
"Kita sekarang sudah mulai terbiasa, karena harus jaga jarak fisik. Jadi platform digital menjadi pilihan menyampaikan dakwah maupun ceramah. Bahkan program-program pun sekarang yang sifatnya konkret itu dilakukan secara daring, dan kita sama-sama memaklumi," ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (24/9).
Kiai Cholil juga mengungkapkan, undangan kepada dirinya untuk menghadiri agenda dakwah di luar kota pun harus diurungkan. "Selama Covid ini saya belum pernah ke luar kota. Undangan yang relatif 'memaksa' itu pun tidak kami lakukan sehingga disampaikan secara daring saja kepada masyarakat," ucapnya.
Di wilayah perkotaan, dakwah yang disampaikan memang sudah melalui digital. Banyak yang memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. Sejumlah agenda pengajian yang biasa digelar di masjid tidak lagi tatap muka tetapi kini secara daring.
"Banyak orang yang memanfaatkan Whatsapp, Facebook, dan Youtube. Jadi memang itu sudah mulai, meskipun orang merasa ini tidak senyaman ketika bertatapan langsung," ujarnya.
Meski demikian, Kiai Cholil menyadari, upaya menjadikan digital secara khusus sebagai sarana dakwah ini belum terbangun di wilayah pedesaan. Lembaga keagamaan seperti majelis taklim di pedesaan masih belum bisa memanfaatkan daring secara maksimal. Salah satu sebabnya, karena warga pedesaan lebih terbiasa melakukan pengajian secara tatap muka.
Kendala lain yang menyulitkan dakwah secara digital yakni kualitas internet yang belum memadai. "Di daerah pasti terasa internet yang nggak bisa maksimal. Di tengah kota saja saya sering down. Pas lagi ngomong itu down, apalagi kendala internet kita yang kadang-kadang lambat itu juga masih menjadi kendala, sehingga ceramah digital itu menjadi kurang maksimal," katanya. [yy/republika]