Fiqhislam.com - Presiden Nusantara Foundation di Amerika Serikat, Ustadz Imam Shamsi Ali penasaran terhadap banyaknya penolakan terhadap Ustadz Abdul Somad (UAS) di beberapa negara. Dia pun heran dengan adanya penolakan tersebut, karena menurutnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari sosok UAS.
“UAS itu manakutkannya di mana? Nggak sangar banget orangnya. Kalau ceramah lucu dan pas. Kenapa justru ada yang menolak, kenapa ada orang ketakutan,?" tanya Shamsi Ali dalam acara bincang santai virtual bersama UAS, pada Ahad malam (5/7).
Menjawap pertanyaan itu, UAS pun menceritakan berbagai kisahnya saat ditolak di beberapa negara. Misalnya, saat ia akan melakukan kunjungan ke Balanda melalui Swiss. Saat tiba di imigrasi Swiss, UAS saat itu tidak diperkenankan masuk.
Karena, menurut mereka, paspor UAS sudah dicap untuk tidak boleh lagi masuk ke Eropa. Padahal, UAS sendiri baru pertama kali akan masuk ke Eropa. “Akhirnya setelah lima jam, mereka diportasi, pulang melalui Thailand, kemudian pulang ke Malaysia. Itu yang untuk visa Swiss dan Belanda,” ungkap UAS.
Kemudian, saat ada undangan ke Inggris UAS juga tidak diizinkan berangkat menggunakan pesawat Royal Brunei. “Satu jam setelah check in, ternyata mereka langsung ter-connect jaringan Internasional, peaswat Royal Brunei tidak mengizinkan berangkat karenan visa saya dicancel. Padahal visa itu udah ada,” ucapnya.
Berapa bulan sebelum kejadian itu UAS juga mengalami penolakan di Timur Lete. Waktu itu UAS sudah terjadwal untuk bertemu dengan seorang uskup dan Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao.
Namun, saat tiba di bandara Timur Leste UAS dilarang masuk oleh petugas dan ia pun menghentikan langkahnya. Kemudian, UAS bertanya kapan para petugas di bandara itu mendapat perintah untuk melarangnya.
“Kata mereka dua jam sebelumnya. Dua sebelumnya kami diberitahu tidak boleh mengizinkan bapak masuk. Kata saya, tuduhannya apa? Kata mereka bapak terindikasi ISIS. Dia sambil senyum-senyum. Karena dia mungkin membayangkan ISIS itu sangar sekali. ini ISIS-nya kok lucu,” kata UAS.
Setelah tidak diizinkan masuk ke Timor Leste, UAS pun kembali ke pesawat untuk pulang. Namun, tak berapa lama kemudian, seorang pramugari memintanya untuk turun lagi dari pesawat. Karena, menurut pramugari tersebut, di pesawat itu juga ada presiden yang mau ke Jakarta.
“Pramugari minta saya turun, karena ada presiden di pesawat itu mau ke Jakarta, dia tidak mau satu pesawat dengan teroris,” ujar UAS.
Akhirnya, UAS pun terpaksa turun dari pesawat itu dan menunggu pesawat yang akan berangkat dua jam berikutnya. Setelah itu, UAS pulang dan sebagian timnya melanjutkan perjalanan ke Timor Leste. “Dan saya sampai sekarang tidak tahu apa yang menakutkan (dari dirinya), tapi saya kira sampai masanya nanti Allah akan bukakan bisa jadi mereka taubat,” ujarnya. [yy/republika]
UAS Tanggapi Stigma Ustadz Pecah Belah Umat dalam Demokrasi
UAS Tanggapi Stigma Ustadz Pecah Belah Umat dalam Demokrasi
Fiqhislam.com - Ketika ada seorang Ustadz yang menentukan pilihannya dalam proses demokrasi, ada sebagain masyarakat yang menggap bahwa Ustadz tersebut sudah menjadi pemecah belah umat. Hal ini pun menjadi kegelisan Presiden Nusantara Foundation di Amerika Serikat, Ustadz Imam Shamsi Ali.
Dia pun meminta respons Ustadz Abdul Somad (UAS) terhadap penggunaan istilah ‘pemecah belah umat’ tersebut dalam acara bincang santai secara vitual bertema “Tantangan dan Peluang Dakwah: Indonesia dan US”.
Dalam menjawab pertanyaan itu, UAS menyampaikan bahwa ada orang yang memang ingin dirinya tidak memihak kepada siapapun dalam proses demokrasi. Bahkan, ada orang menginginkan dirinya menjadi seorang guru bangsa saja.
“Tapi saya pikir saya ada masanya bersikap, dan setiap dilihat itu ada risiko yang mesti saya ambil dan saya siap dengan segala risiko itu. Saya tidak takut, saya tidak sombong, tapi saya tidak menyalahkan sahabat-sahabat saya, ustadz yang memang mereka ada jalannya masing-masing sendiri,” ujar UAS, Ahad (5/7) malam.
UAS mengatakan, ada saatnya menjadi sahabat untuk semua orang dan saatnya menjadi teman bagi semua kelompok. Namun, menurut UAS, ada saatya juga untuk memilih. Jika pilihannya benar, maka UAS yakin Allah SWT telah memberikan kebaikan.
“Ada saatnya saya memilih. Andai saya benar di situ saya yakin Allah bawa kebaikan. Andai saya salah di situ, saya yakin Allah juga memaafkan salah saya,” ucapnya.
Setelah mendapat jawaban UAS, Ustadz Shamsi Ali pun menyimpulkan bahwa pada intinya memilih dalam konteks demokrasi itu bagian dari ijtihad dan hak sebagai warga negara. Oleh karena itu, menurut dia, seorang Ustadz yang menentukan pilihannya dalam proses demokrasi bukanlah pemecah belah umat.
“Oleh karena itu teman-teman kalau seseorang mengambil sikap, jangan dianggap itu memihak atau misalnya memakai kata-kata memecah belah umat. Karena itu hak individu sebagai warga negara dan hak sebagai manusia untuk memilih dalam hidup,” jelas Ustadz Shamsi Ali. [yy/republika]
Artikel Terkait: