Fiqhislam.com - Wabah virus corona yang melanda hampir seluruh negara di dunia tak terkecuali Indonesia. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa membolehkan umat Islam tidak melaksanakan shalat Jumat khususnya bagi daerah yang masuk zona berbahaya virus tersebut.
Beberapa daerah di Kabupaten Bogor misalnya, sudah dua kali ini shalat Jumat ditiadakan dengan alasan untuk mencegah bahaya penularan virus tersebut. Sebagai gantinya, umat Islam melaksanakan shalat zuhur di rumah masing-masing.
Belakangan ini lalu ramai di media sosial terkait meninggalkan shalat Jumat tiga kali bertutur-turut secara sengaja tanpa uzur dan dihukumi kafir.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH M Cholil Nafis pun mengaku sering ditanya terkait hukum meninggalkan shalat Jumat.
"Seringkali saat saya wawancara di TV atau radio banyak pertanyaan tentang hadits yang menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan jumatan tiga kali berturut-turut jadi keras hatinya bahkan ada yang menyebut kafir dan wajib bersyahadat kembali. Benarkah?" katanya dikutip iNews.id dari laman Cholilnafis.com, Jumat (3/4/2020).
Lantaran penasaran, Kiai Cholil pun kembali membuka-buka referensi kitab klasik dan hadits. "Saya penasaran pada kesimpulan itu, lalu saya mencari referensi, kira-kira hadits yang mana ya," ucapnya.
Sebatas pencariannya dalam kitab-kitab hadits, ditemukan hadits riwayat Abu Daud, nomor 1052, Tirmidzi, nomor 500 dan Nasai nomor 1.369 dari Abi Al-Ja’d radhiallahu 'anhu (ra).
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ)
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat Jumat sebanyak tiga kali dengan meremehkannya, maka Allah tutup hatinya.”
من ترك ثلاث جمع متواليات من غير عذر طبع الله على قلبه
“Siapa yang meninggalkan jumatan 3 kali berturut-turut tanpa udzur, Allah akan mengunci mati hatinya.” (HR. At-Thayalisi dalam Musnadnya 2548)
Hadits ini shahih namun pemaknaan tetap harus sesuai kaidah ilmu ushul fikih kalau ingin memetik hukum (istinbathul Ahkam) dari teks hadits ini.
Pertama, hadits ini menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan jumatan/ shalat jumat tiga kali berturut-turut karena meremehkan, bahkan dalam riwayat lain disebutkan bukan karena udzur. Artinya yang karena udzur dan bukan karena mengabaikan tidak termasuk dalam hadits ini.
Karenanya, orang yang tak jumatan itu boleh jadi karena udzur juga bisa karena malas bahkan mungkin tak percaya hukum kewajiban shalat jumat. Ulama fikih merinci hukumnya secara berbeda. Bagi yang karena udzur tentu boleh tak jumatan dan diganti degan shalat Zhuhur seperti karena sakit atau ketakutan.
Dalam kasus Covid-19 bisa karena keduanya yaitu karena sakit bagi Pasien Dalam Pengawasan(PDP) dan takut menular bagi Orang Dalam Pamantauan (ODP) juga nasyarakat yang takut tertular. Tak jumatan karena malas atau meremehkan kewajiban shalat jumat hukumnya haram atau maksiat kepada Allah.
Nah, dalam hadits ini ancamannya bagi yang meninggalkan jumatan tiga kali berturut-turut maka dicap oleh Allah sebagai munafik dan anti-kebaikan sehingga tertutup hatinya dari menerima kebaikan. Akhirnya ia cenderung menolak terhadap ajakan kebaikan dan bahkan resah dari seruan baik dari agama.
Jika meninggalkan shalat jumat karena inkar/tak percaya pada rukun Islam atau jewajiban jumatan maka tak perlu sampai tiga kali jumatan maka saat itu juga ia telah kufur kepada Allah dan keluar dari Islam.
Nah, fatwa ulama se-Dunia yang membolehkan tidak shalat jumat dan ditetapkan oleh pemerintah DKI dan daerah merah Covid-19 tidak boleh shalat jumat itu bukan karena alasan masjid atau kewajiban shalat yang dilatang tapi untuk menghindari kerumunan banyak orang yang dikhawatirkan jadi arena penularan covid-19 yang membahayakan.
Jadi larangan itu bukan shalat jumat atau jemaahnya tapi berkerumun banyak orang yang membahayakan. Dalam prinsip Hukum Islam: “Mencegah dari mafsadah/keburukan didahulukan daripada memperoleh kebaikan”. Sebab menurut dugaan kuat (ghalabatuzhzhan) virus itu menyebar kepada orang lain dengan cepat saat orang dalam kerumunan.Makanya shalat jumat diliburkan dan diganti dengan shalat zhuhur itu saddan lidzdzari’ah (langkah preventif) dari bahaya covid-19.
Allah SWT tetap mencatat pahala jumatan bagi orang yang sudah biasa shalat jumat tapi beberapa kali tidak melakukan karena udzur wabah Corona. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
Rasulullah saw. bersabda: ‘Apabila seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat.’” (HR Bukhari). Wallahu a'lam bish showab. [yy/iNews]
Ustaz Abdul Somad: Larilah dari Orang Kena Penyakit Menular seperti Engkau Lari dari Singa
Ustaz Abdul Somad: Larilah dari Orang Kena Penyakit Menular seperti Engkau Lari dari Singa
Fiqhislam.com - Wabah virus corona yang melanda dunia semakin mengkhawatirkan. Di Indonesia, jumlah pasien positif terinfeksi covid-19 (virus corona) terus bertambah.
Data dari pemerintah, Kamis (2/4/2020), ada 1.790 orang yang positif terinfeksi virus mematikan itu. Dari jumlah itu, 170 orang meninggal dunia.
Ulama kelahiran Asahan, Sumatera Utara, Ustaz Abdul Somad mengatakan, wabah penyakit menular pernah terjadi pada masa kejayaan Islam tahun 749 Hijriah di Mesir.
"Penduduk Mesir masa itu dua puluh juta orang. Lalu terjadi peristiwa wabah hitam atau wabah besar tahun 749 Hijrah," tulis Ustaz Abdul Somad di akun Instagramnya @ustadzabdulsomad_official.
Postingan mantan dosen Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Suska Riau itu merupakan tulisan ulama Mesir, Syeikh Ali Jum’a yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.
Dalam tulisannya, kata Ustaz Abdul Somad, Grand Mufti Mesir itu menerangkan, akibat wabah hitam itu penduduk Mesir banyak yang meninggal dunia.
“Penduduk Mesir hanya tinggal dua setengah juta pada masa Muhammad Ali Pasha,” tulisnya.
Ustaz Abdul Somad mengatakan, Imam Ibnu Hajar al-'Asqalani bercerita tentang peristiwa itu, "Harta warisan berpindah ke sembilan rumah dalam satu hari, saking parahnya wabah. Orang-orang berkumpul untuk membaca Shahih al-Bukhari agar wabah diangkat,” katanya.
Namun, perkumpulan orang banyak itu justru menjadi penyebaran wabah semakin meluas. Karena perbuatan seperti ini bukanlah tindakan Rasulullah Saw dalam menanggulangi wabah. Rasulullah Saw bersabda, "Larilah dari orang kena penyakit menular seperti engkau lari dari singa".
Postingan Ustaz Abdul Somad pada 31 Maret 2020 lalu itu disukai 45.000 orang dan 1.037 kali dibagikan, serta dikomentari 192 netizen. [yy/iNews]