Fiqhislam.com - Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS) mengecam dan menolak Yudaisasi Israel di kota Yerusalem dan Masjid Al-Aqsha pada Kamis (14/1). Para ulama itu pun menyerukan agar Yerussalem dan masjid tersebut dilindungi dari Yudaisasi Israel.
Dilansir dari Middle East Monitor, Sabtu (16/1), IUMS mengeluarkan pernyataan tersebut setelah adanya laporan tentang penggalian baru oleh Israel di dekat Tembok Buraq (Ratapan) di Yerusalem. Mereka menegaskan, pekerjaan tersebut merupakan bagian dari upaya Israel untuk Yudaisasi alun-alun di depan tembok yang berdekatan dengan Tempat Suci Al-Aqsha.
IUMS menambahkan, Israel mencegah warga dari luar Kota Tua Yerusalem memasuki Masjid Al-Aqsha dengan dalih tindakan memerangi pandemi virus Covid-19. Sementara itu, Israel memanfaatkan penutupan tersebut untuk melakukan perubahan di distrik tersebut.
“Kami menolak setiap dan semua upaya (oleh Israel) untuk mencuri lebih banyak tanah Palestina dan mengubah identitas kota suci itu,” kata IUMS.
IUMS juga menyerukan kepada dunia Arab dan umat Islam, serta negara-negara yang tetap setia pada perjuangan Palestina untuk melindungi Masjid Al-Aqsha dan menduduki Yerussalem. Karena, menurut dia, Israel terus melakukan serangan dan bertindak provokatif untuk menghapus identitas kota suci tersebut.
Palestina telah berkomitmen menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina merdeka atas dasar resolusi dan legitimasi internasional. Sementara, aneksasi Israel atas Yerusalem pada 1981 tetap ilegal menurut hukum internasional.
Pada Rabu (13/1), Kementerian Luar Negeri Palestina juga telah memperingatkan terhadap rencana Israel untuk membagi Masjid Al-Aqsha dan menghapus pengelolaan eksklusif situs suci tersebut dari departemen wakaf Islam.
Kompleks Masjid Al-Aqsha meliputi area seluas 36 hektar dan merupakan situs Islam paling suci ketiga di dunia setelah Masjid di Makkah dan Madinah. Kendati demikian, Masjid Al-Aqsha sering diserbu oleh para pemukim dan polisi ilegal Israel, biasanya dari gerbang yang mengarah dari Buraq Wall Square. [yy/republika]
Artikel Terkait:
Blokir Shalat di Masjid Al-Aqsha
-
Israel Blokir Jamaah yang Ingin Shalat di Masjid Al-Aqsha
Fiqhislam.com - Pemerintah Israel membatasi orang yang ingin melaksanakan sholat Jumat di Masjid Al-Aqsha di Yerussalem Timur, Jumat (15/1). Polisi Israel pun memblokir orang-orang Palestina agar tidak sampai ke Masjid Al-Aqsha untuk melakukan sholat Jumat.
Dikutip dari Anadolu Agency, mereka menghentikan jamaah di pos pemeriksaan di pintu masuk ke Kota Tua dengan dalih perjuangan melawan Covid-19. Aparat keamanan hanya mengizinkan mereka yang tinggal di Kota Tua untuk mencapai Masjid Al-Aqsha.
Namun, meskipun dicegah, warga Palestina tetap melaksanakan shalat Jumat di dekat tembok Kota Tua. Dalam khutbah Jumatnya, Imam Besar Masjidil Aqsha, Syekh Yusuf Abu Sneina mengecam pemerintah Israel yang memblokir jamaah yang ingin beribadah di Al-Aqsha.
Juru bicara Hamas, Hazim Qasim mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa langkah baru-baru ini dapat dilihat sebagai bagian dari rencana Israel untuk menduduki Yerusalem dan menghancurkan identitas Arab-Palestina.
"Israel memanfaatkan wabah virus corona untuk menjalankan rencana bermusuhannya terhadap Palestina," kata juru bicara gerakan Jihad Islam, Dawoud Shihab.
Pada 7 Januari, pemerintah Israel memberlakukan karantina nasional selama dua minggu. Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat Al-Aqsha berada, selama Perang Arab-Israel 1967. Pada 1980, dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional, Israel mencaplok seluruh kota Yerusalem, mengklaimnya sebagai ibu kota Israel.
Bagi umat Islam, Al-Aqsha mewakili situs tersuci ketiga di dunia setelah Makkah dan Madinah. Sementara, orang Yahudi menyebut daerah itu sebagai "Temple Mount," mengklaim itu adalah situs dua kuil Yahudi di zaman kuno. [yy/republika]