Fiqhislam.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menekankan bahwa status Hagia Sophia sepenuhnya adalah masalah internal Turki. Ia pun mendesak negara-negara lain untuk menghormati keputusan akhir pemerintahannya soal status Hagia Sophia yang kini resmi menjadi masjid.
"Pembuat keputusan akhir tentang status Hagia Sophia adalah bangsa Turki, bukan yang lain. Ini urusan internal kami," ujar Erdogan seperti dikutip laman Anadolu Agency, Senin (13/7).
Erdogan menekankan bahwa negara-negara lain harus menghormati keputusan Turki. Menurutnya, konversi tengara ikonik dari masjid ke museum pada tahun 1934 silam adalah keputusan yang menyakitkan bagi bangsanya. Dia menolak kritik domestik dan asing atas keputusan tersebut. "Mereka tidak memiliki nilai di pengadilan," katanya.
Pada Jumat (10/6), pengadilan tinggi Turki membatalkan dekrit kabinet tahun 1934, yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum. Putusan Dewan Negara membuka jalan untuk Hagia Sophia digunakan kembali sebagai masjid setelah 85 tahun menjadi museum.
Hagia Sophia digunakan sebagai gereja selama berabad-abad di bawah pemerintahan Kekaisaran Bizantium. Situs Unesco itu berubah menjadi masjid setelah penaklukan Istanbul pada 1453. Pada 1935, Hagia Sophia diubah menjadi museum.
Presiden Erdogan mengatakan kompleks bersejarah itu akan siap untuk digunakan untuk beribadah shalat Jumat pada 24 Juli. Meski begitu, Erdogan juga menjanjikan Hagia Sophia akan tetap terbuka bagi siapa pun, termasuk orang asing dan non-Muslim. Erdogan juga menegaskan bahwa Hagia Sophia akan terus merangkul semua orang dengan status barunya sebagai masjid. [yy/republika]
Dikecam Soal Hagia Sophia Jadi Masjid, Ini Respons Erdogan
-
Dikecam Soal Hagia Sophia Jadi Masjid, Ini Respons Erdogan
Fiqhislam.com - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menolak kecaman internasional terkait keputusannya menjadikan Hagia Sophia menjadi masjid. Menurut Erdogan keputusannya tersebut merupakan bagian dari kedaulatan Turki.
"Mereka yang tak mengambil langkah dalam mengatasi Islamofobia di negaranya menyerang Turki yang ingin menggunakan hak kedaulatannya," ujar Erdogan dalam sebuah seremoni lewat konferensi video pada Sabtu seperti dilansir Aljazirah.
Erdogan sudah sejak lama ingin mengubah status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid. Pada 2018, Erdogan membaca ayat Alquran di Hagia Sophia. Kecamannya dari internasional tak membuatnya mundur dan ia berulangkali menegaskan status Hagia Sophia yang juga warisan Unesco ini adalah urusan Turki.
Keinginan Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid terwujud setelah pengadilan mencabut keputusan status museum yang disematkan pada 1934 ketika Kemal Ataturk berkuasa pada Jumat lalu. Setelah putusan itu ia langsung mengeluarkan dekrit bahwa Hagia Sophia tak lagi di bawah Menteri Kebudayaan, namun di Kementerian Urusan Agama.
Langkah Erdgogan menuai kecaman. Yunani menyebut Turki melakukan provokasi. AS dan Prancis juga menyatakan kekecewaannya. Begitu pula Rusia yang menganggap bangunan itu sebagai warisan dunia. Dewan Gereja Sedunia menulis surat kepada Erdogan untuk mengungkapkan "kesedihan dan kegelisahan" atas langkah itu. Mereka mendesak Erdogan untuk mencabut keputusannya.
Perjalanan Hagia Sophia
Hagia Sophia adalah gereja pertama yang diresmikan pada 15 Februari 360 M di masa pemerintahan kaisar Konstantius II oleh uskup Eudoxius dari Antioka. Gereja dibangun di sebelah tempat istana kekaisaran Byzantium.
Pada 7 Mei 558 M, di masa kaisar Justinianus, kubah sebelah timur runtuh terkena gempa. Kemudian, pada 26 Oktober 986 M pada masa pemerintahan Kaisar Basil II (958-1025) juga kembali terkena gempa.
Akhirnya, pada awalan abad ke-14 dilakukan renovasi besar-besaran agar tidak terkena gempa lagi. Keistimewaan kubah ini terletak pada bentuk kubahnya yang besar dan tinggi. Ukuran tengahnya 30 meter, tinggi dan fundamentalnya 54 meter.
Interiornya pun dihiasi mosaik dan fresko, tiang-tiangnya terbuat dari pualam warna-warni dan dindingnya dihiasi ukiran. Saat Konstantinopel ditaklukkan Sultan Mehmed II pada 29 Mei 1453. Sultan turun dari kudanya dan bersujud syukur pada Allah SWT, lalu pergi ke Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan agar gereja tersebut diubah menjadi Masjid Aya Sofia yang dikemudian hari digunakan untuk melakukan shalat berjamaah, shalat Jumat, dan kegiatan keagamaan umat Islam lainnya.
Hingga pada 1937, Mustafa Kemal Ataturk mengubah status Hagia Sophia menjadi museum. Sehingga mulailah proyek pembongkaran Hagia Sophia, dimulai dari dinding dan langit-langit dikerok dari cat-cat kaligrafi hingga ditemukan kembali lukisan-lukisan sakral Kristen.
Sejak saat itu, Masjid Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata yang terkenal oleh pemerintah Turki di Istanbul. Nilai sejarahnya tertutupi gaya arsitektur Byzantium yang indah memesona.
Karakter arsitektur Byzantium menunjukkan pengembangan dari tiga periode utama. Pertama, 330-850 M termasuk masa permerintahan Justinian; Kedua, 850-1200 M termasuk dalam dinasti Macedonia dan Comnenia; Ketuga, 1200 M hingg saat ini. Karakter arsitektur juga terpengaruh oleh budaya lokal, seperti yang terlihat di Turki, Italia, Yunani, Macedonia, Armenia, Syria, rusia Serbia, dan Prancis. [yy/republika]
Hagia Sophia Terima Ibadah Muslim Mulai 24 Juli
-
Hagia Sophia Terima Ibadah Muslim Mulai 24 Juli
Fiqhislam.com - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan setelah menyelesaikan semua persiapan, Hagia Sophia akan dibuka untuk ibadah umat Muslim. Tepatnya, Muslim bisa menggelar sholat di sana pada 24 Juli.
Dalam pidatonya Jumat (10/7) kemarin, Erdogan menekankan pintu Hagia Sophia akan terbuka untuk Turki, orang asing, Muslim, maupun non-Muslim. Seperti halnya semua masjid lainnya.
"Saya mengundang semua orang untuk menghormati keputusan yang diambil oleh badan peradilan dan eksekutif negara saya tentang Hagia Sophia," ujarnya dikutip di Greek Reporter, Ahad (11/7).
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menekankan bagaimana kompleks sejarah akan digunakan merupakan masalah kedaulatan nasional. Kunjungan atas situs permata bersejarah ini dapat dilakukan tanpa membayar biaya apa pun.
Erdogan menyebut Turki menyambut semua pandangan terkait masalah ini, merujuk pada status baru Hagia Sophia. Tetapi, ia juga menambahkan setiap sikap atau ekspresi di luar itu akan dianggap sebagai pelanggaran dari kemerdekaan Turki.
Sebelumnya, pengadilan Turki membatalkan dekrit Kabinet 1934, yang mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi museum pada Jumat (10/7) kemarin. Langkah ini membuka jalan untuk digunakan kembali sebagai masjid setelah 85 tahun.
Hagia Sophia sebelumnya digunakan sebagai gereja selama berabad-abad di bawah pemerintahan Kekaisaran Bizantium. Pada tahun 1453 bangunan ini berubah fungsi menjadi masjid setelah penaklukannya atas Istanbul. Pada tahun 1935, Hagia Sophia kembali diubah menjadi museum. [yy/republika] Kritik Atas Hagia Sophia, Banyak Masjid Eropa Jadi Gereja
-
Kritik Atas Hagia Sophia, Banyak Masjid Eropa Jadi Gereja
Fiqhislam.com - Langkah Turki mengubah status Hagia Sophia dari museum menjadi masjid menuai beragam kritikan dan kecaman. Sejumlah negara termasuk Yunani, Prancis, Siprus, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, menyatakan kekecewaan mereka atas langkah presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tersebut. Langkah ini juga disesalkan para pemimpin gereja.
Hagia Sophia di Istanbul (dahulu konstantinopel) dibangun oleh Kaisar Byzantium Justinianus pada 537. Hagia Sophia berpindah tangan antara agama Ortodoks dan Katolik. Hingga kemudian, penaklukan Ottoman atas Konstantinopel pada 1453 mengubah fungsi bangunan tersebut menjadi masjid. Namun, Hagia Sophia kemudian dialihfungsikan sebagai museum oleh pemerintah sekuler Turki pada 1934.
Kini, pengadilan tinggi Turki pada Jumat (10/7) lalu memungkinkan pengembalian status situs tersebut kembali menjadi masjid. Putusan pengadilan membatalkan dekrit Kabinet 1934 yang mengubah Hagia sophia menjadi museum.
Turki tetap kukuh dalam keputusannya mengalihfungsikan bangunan yang menjadi museum selama 85 tahun lamanya itu menjadi masjid kembali seperti di era Ustmaniyyah. Di sisi lain, Erdogan dan pemerintah Turki menanggapi kritikan dan intervensi asing atas keputusan tentang status Hagia Sophia sebagai bentuk serangan terhadap kedaulatan negaranya.
Erdogan bahkan menegaskan Turki melindungi hak-hak Muslim serta semua komunitas agama lain. Menurutnya, banyak tempat ibadah seperti gereja dan sinagog diberikan kebebasan di Turki. Ia juga menjamin bahwa Hagia Sophia tetap dapat dikunjungi oleh semua kalangan agama, meskipun statusnya telah diubah menjadi masjid.
Sementara itu, Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop juga meyakinkan Turki tidak akan merusak peninggalan bersejarah di situs tersebut. Ia bahkan menyinggung soal penghancuran masjid-masjid di Eropa, seperti di Spanyol di Portugal.
Dalam sejarahnya, banyak masjid dibangun di Spanyol selama masa kekuasaan Islam berjaya di sana. Namun, pengusaan kembali wilayah tersebut oleh kerajaan Kristen atau disebut Reconquista, banyak mengubah bahkan menghancurkan bangunan masjid dan menggantikannya sebagai gereja.
Salah satu bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu kejayaan sekaligus kehancuran imperium Islam di Andalusia adalah Istana Alhambra. Di dalam kompleks istana ini dibangun masjid di masa kepemimpinan Islam.
Selama 800 tahun lamanya, Islam pernah berjaya di Eropa, tepatnya di Spanyol yang dulu dikenal sebagai Andalusia. Penaklukan Andalusia terjadi pada 711 M oleh pasukan Muslim yang dipimpin Thariq bin Ziyad. Kala itu, Thariq berhasil merebut dataran Iberia. Satu per satu kerajaan di sekitar wilayah itu jatuh ke tangan Islam.
Kerajaan Islam pun bermunculan di negeri Matador itu. Salah satu kerajaan yang sekaligus daulah terakhir Islam di Andalusia adalah Bani Ahmar atau Bani Nasrid (1232-1492 M). Dinasti Nasrid ini meninggalkan jejak arsitektur yang unik pada bangunan Istana Alhambra.
Istana Alhambra adalah sebuah kompleks istana sekaligus benteng megah yang merupakan sisa peninggalan masa kejayaan Islam di Andalusia (kekhalifahan bani Umayyah) di Granada, Spanyol bagian selatan. Istana Alhambra berdiri di Bukit La Sabica.
Istana ini dibangun pada masa kepemimpinan Dinasti Nasrid (Bani Ahmar) pada 1238-1358. Alhambra menjadi kediaman para pemimpin kerajaan dan sekaligus benteng pertahanan.
Di dalam Istana Alhambra terdapat kaligrafi-kaligrafi dalam bahasa Arab. Dalam bahasa Arab, bangunan ini disebut 'qa'lat al-Hamra' atau Istana Merah. Disebut demikian karena dinding istana yang berwarna kemerah-merahan.
Pada masa Mohammed II (1273-1302) dan Mohammed III (1302-1309), mulai dibangun tempat pemandian umum dan Masjid Alhamra (Mezquita) di kompleks istana tersebut. Namun demikian, daulah Bani Ahmar di Spanyol berakhir pada akhir abad ke-16.
Dinasti Islam ini diserang oleh pasukan gabungan raja-raja Katolik yang dipimpin oleh Raja Ferdinan V dan Ratu Isabella. Mengutip situs www.alhambradegranada.org, pada 1492 setelah masa Reconquista, sebagian kompleks Alhambra digunakan pemimpin Kristiani dan pengadilan Kristen.
Selain itu, dibangun Istana Charles V di kompleks tersebut pada 1527. Belakangan, sejumlah bangunan di kompleks itu digunakan untuk menampung warga negara terkemuka, barak militer, gereja dan Biara Franciscan. Sementara itu, masjid atau Mezquita yang ada di istana itu juga diubah menjadi Gereja Santa Maria.
Selain di Granada, tercatat banyak masjid di wilayah lainnya di Spanyol yang kemudian diubah jadi gereja. Mengutip buku berjudul Islam, Eropa dan Logika oleh Syarifah Salwasalsabila, di kota Sevilla pernah didirikan masjid yang sangat indah pada masa pemerintahan Sultan Abu Ya'kub. Namun, setelah ditaklukkan Raja Ferdinand, masjid Sevilla itu lantas diubah menjadi gereja Santa Maria de La Sade.
Di Cordova/Cordoba (ibu kota Spanyol sebelum Islam), banyak masjid dibangun di masa kekuasaan Islam di bawah Bani Umayyah. Menurut ibn al-Dala'i, terdapat 491 masjid di sana di masanya. Salah satu yang menjadi kebanggaan kota Cordova adalah Masjid Cordova.
Namun setelah masa penaklukan kembali Spanyol oleh kaum Kristen, gedung itu diubah fungsi menjadi sebuah gereja dengan katedral gotik yang dimasukkan ke tengah gedung berarsitektur Moor tersebut. Saat ini, keseluruhan bangunan itu digunakan sebagai gedung katedral diosese Cordoba di Spanyol.
Yang menarik dari Masjid Agung Cordoba yang kemudian berubah nama menjadi 'Mesquita Cathedrale (Katedral Masjid)', bangunan ini berada di bawah pengawasan gereja Katolik Roma. Bambang Pranggono dalam bukunya berjudul Percikan Sains dalam Al Quran: Menggali Inspirasi Ilmiah menuliskan, bahwa di gereja tersebut masih terdapat ukiran kaligrafi Laa ilaaha illallah di dinding latar belakang. Menara masjid memang masih berdiri kokoh, namun dari puncaknya yang terdengar bukan lagi suara adzan, melainkan lonceng gereja besar. [yy/republika]
Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi, Rusia: Itu Urusan Dalam Negeri Turki, Kami Tak Ikut Campur
-
Hagia Sophia Jadi Masjid Lagi, Rusia: Itu Urusan Dalam Negeri Turki, Kami Tak Ikut Campur
Fiqhislam.com - Rusia menghormati keputusan Turki untuk mengubah Hagia Sophia di Istanbul menjadi masjid lagi. Menurut Moskow, pengubahan status bangunan bersejarah itu adalah sepenuhnya urusan dalam negeri Turki.
“Kami melanjutkan dari fakta bahwa ini adalah urusan internal Turki, di mana kami dan orang lain tidak boleh ikut campur,” kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Vershinin, kepada wartawan, dikutip AFP, Senin (13/7/2020).
Kendati demikian, dia menekankan pentingnya Hagia Sophia untuk budaya dan peradaban dunia, lapor kantor berita Rusia.
Hagia Sophia atau dalam Bahasa Turki dikenal dengan sebutan Ayasofya, telah menjadi magnet bagi wisatawan di seluruh dunia. Bangunan itu pertama kali dibangun sebagai katedral oleh Kekaisaran Bizantium yang beragama Nasrani.
Setelah peristiwa Penaklukan Konstantinopel pada 1453, katedral itu diubah menjadi masjid oleh Kesultanan Usmani (Kekaisaran Turki Ottoman). Namun, oleh Mustafa Kemal Ataturk, masjid itu kemudian diganti fungsinya menjadi museum.
Pada Jumat (10/7/2020) lalu, Dewan Negara—selaku pengadilan tata usaha negara tertinggi di Turki—dengan suara bulat membatalkan keputusan kabinet 1934 yang dibuat semasa rezim Ataturk itu. Keputusan tersebut sekaligus memperkuat fungsi Hagia Sophia sebagai masjid.
Keputusan bersejarah yang diambil Turki itu dianggap memicu ketegangan dengan dunia Barat. Ketegangan itu terutama ditunjukkan oleh “musuh abadi” Turki yaitu Yunani. Padahal, di ibu kota Yunani, Athena, upaya umat Islam untuk membangun satu masjid saja sulitnya bukan main. [yy/iNews]
Artikel Terkait: