pustaka.png
basmalah2.png


16 Rabiul-Awwal 1445  |  Minggu 01 Oktober 2023

Karena Diampuni, Ia Bertaubat

Karena Diampuni, Ia BertaubatFiqhislam.com - Syahdan, seseorang mendatangi majelis pengajian Rabi'ah Al-Adawiyah. Kepada salah seorang wanita sufi terbesar dalam Islam itu, ia membuat testimoni seputar kehidupannya. Ia akui betapa sudah terlalu jauh meninggalkan Allah SWT dan sudah tak terhitung lagi dosa yang dia perbuat, baik dosa-dosa kabaair (dosa-dosa besar) maupun dosa soghooir (dosa-dosa kecil). Maka, dia mencoba mengukur ragam-ragam kesalahannya.

Di ujung kelelahan pengembaraannya itu, ia merasakan bukannya kesadaran positif yang muncul, melainkan malah merasa semakin jauh dari ketidaktaatan kepada Allah SWT. Lalu, dia bertanya, apakah kalau pada akhirnya ia bertaubat Allah SWT akan mengampuninya. ''Tidak!'' jawab Rabi'ah. Ia tercekat. Serasa palu godam menerjang dadanya. ''Tetapi, apabila Dia mengampunimu, engkau akan bertaubat,'' ujar Rabi'ah.

Jawaban Rabi'ah ini sungguh membuat nurani siapa saja akan bergetar. Jawaban itu merombak seluruh sendi kesadaran kita tentang pertaubatan dan pengampunan. Selama ini, kita selalu menutup pintu bagi pemaknaan tunggal atas pertaubatan dan pengampunan. Biasanya, kita beranggapan bahwa kalau kita bertaubat atas dosa-dosa, lalu Allah SWT akan serta-merta mengampuni kita.

Padahal, menurut perspektif Rabi'ah, seseorang memerlukan kualifikasi tertentu untuk bisa melakukan pertaubatan sehingga memperoleh pengampunan. Dalam pandangan Rabi'ah, pertaubatan datang setelah turunnya pengampunan dan bukan sebaliknya. Jadi, kalau Allah SWT telah mengampuni kita, demikian konstatasi Rabi'ah, kita akan dianugerahkan kesempatan untuk menyampaikan pengakuan akan dosa dalam bentuk pertaubatan.

Maknanya pula, pertaubatan yang tulus baru akan muncul setelah kita mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Karena itu pulalah, dunia eskatologi Islam nyaris pada satu kata tentang maqam taubat. taubat berada pada maqam paling awal bagi mereka yang ingin pulang kembali kepada Tuhannya. Kalau maqam ini didapat, seseorang bertaubat bukan lagi atas dosa yang dilakukan, melainkan atas kelalaian dan kealpaan yang membuat pengabdiannya kepada Allah SWT terganggu.

InnalLaaha yuhibbut tawwaabinna wa yuhibul mutathohhirin. ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.'' (QS al-Baqarah [2]:222].

At-Taa-ib minadz dzanbi kaman la dzanba lahuu. ''Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa.'' (HR Ibnu Hibban). Begitulah seharusnya kita menikmati pertaubatan sebagai sebuah jalan pulang terbaik bagi kita kepada Allah SWT.

Oleh KH A Hasyim Muzadi | republika.co.id

 

Tags: Taubat | Tobat