Satu-satunya pemimpin di dunia Islam yang berada di barisan paling depan membela kepentingan Muslimin adalah Erdogan. Tidak ada yang lain.
Ketika semua pemimpin dunia Islam hanya bisa menjadi "pecundang" dan "begundal" Amerika Serikat dan Israel, maka Erdogan berdiri dengan tegak, tanpa rasa rendah diri, berhadapan dengan Amerika Serikat dan Israel. Itu sangat "clear" jelas. Bukan lagi isapan jempol.
Erdogan bukan jenis pemimpin yang hanya bisa mengolah kata-kata, dan hanya sekadar mencari simpati, tetapi dia jenis pemimpin yang sangat berani mempertaruhkan segala yang dimilikinya untuk membela kaum Muslimin. Mungkin ini terlalu berlebihan.
Tapi, sekadar catatan, guna menyegarkan ingatan, dan sebagai gambaran posisi dan sikap Erdogan terhadap kaum Muslimin, seperti ditunjukkan dengan langkah kebijakan yang sangat jelas.
Diantaranya, ketika Presiden Amerika George W.Bush akan melakukan invasi militer ke Irak, di tahun 2003, dan pasukan Amerika Serikat dan Nato, yang ingin menggunakan wilayah dan pangkalan udara Turki, maka Erdogan sebagai Ketua Partai AKP, menggelar pertemuan dengan parlemen, mensikapi langkah invasi militer Amerika Serikat dan Nato ke Irak. Parlemen Turki yang didominasi Partai AKP, mayoritas menolak pengunaan wilayah dan pangkalan udara Turki untuk menyerang Irak.
Erdogan dengan sangat tegas menolak permintaan Presiden George Bush yang ingin melakukan invasi militer ke Irak secara unilateral (sepihak). Karena tindakan Presiden Bush dinilai akan membahayakan keamanan dunia. Invasi milter Amerika Serikat dan Nato terhadap Irak membawa konsekwensi ketidakstabilan kawasan, yang mempunyai dampak sangat luas, khususnya negara-negara di kawasan Teluk. Sampai sekarang.
Turki mengutuk keras langkah agresi militer Israel ke Gaza, yang sangat menghancurkan, Desember, 2008. Sekalipun Turki merupakan sekuktu Israel. Ketika, Perdana Menteri Turki Erdogan menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, dan bertemu dengan Presiden Israel, Shimon Peres dalam satu forum, tidak canggung, dan dengan nada yang tinggi mengkritik pemimpin Israel itu, sebagai pelaku kejahatan, dan tidak pernah mau mendengarkan. Sesudah itu Erdogan kembali ke negaranya, tanpa melanjutkan pertemuan itu.
Erdogan melalui lembaga NGO seperti IHH, membolisasi bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina di Gaza, usai agresi militer Israel. Melakukan rekonstruksi kembali Gaza yang hancur dan porak-poranda.Kebijakan Turki membantu bidang ekonomi, sosial, dan kesehatan. Turki membangun rumah sakit di Gaza. Turki membantu finansiil bagi pemerintahan Hamas yang diboikot oleh Israel, dan nyaris ambruk.
Tetapi, yang sangat esensial bagi rakyat Palestina, terutama bagi mereka yang ada di Gaza, Erdogan mempunyai komitmen yang kuat, membebaskan rakyat Palestina dari blokade Israel. Membebaskan belenggu Israel. Karena blokade dan belenggu itu, tidak sesuai dengan martabat kemanusiaan dan melanggar hak-hak dasar manusia.
Erdogan berbicara dengan Presiden Barack Obama, agar bertindak adil, dan ikut menghentikan blokade Israel terhadap Gaza, ketika Obama melakukan kunjungan ke Istambul, di awal masa kepresidenannya. Erdogan meminta kepada Obama mengakui hak-hak berdaulat rakyat Palestina.
Ketika, Israel menyerang kapal Mavi Marmara, di perairan bebas, dan menyebabkan 8 orang warga negara Turki tewas, pemerintah Turki mengutuk tindakan Israel. Ujungnya hubungan bilateral antara Turki-Israel menjadi putus. Hubungan antara Turki-Israel, sekarang ini sudah mencapai "zero" di semua tingkatan.
Begitu lembaga multilateral (PBB) mengumumkan hasil penyelidikan terhadap insiden kapal Mavi Marmara,yang terjadi Mei 2010, kemudian nampak PBB memihak Israel, maka langkah Perdana Menteri Turki Erdogan, mengusir Duta Besar Israel dari Ankara, dan memulangkan duta besar Turki dari Tel Aviv. Bahkan Turki menurunkan tingkat hubungan diplomatiknya, yang hanya setingkat sekretaris dua, dan yang mewakili kepentingan pemerintah Israel di Turki.
Turki memutuskan segala bentuk hubungan kerjasama bilateral dengan Israel. Di bidang finansiil, ekonomi dan perdagangan, kebudayaan, dan pertahanan. Turki mengakhiri kerjasama dibidang industri pertahanan dengan Israel. Turki menolak latihan militer bersama dengan Nato, karena keikut sertaan Israel dalam latihan itu.
Sekarang Erdogan berada di Cairo, Mesir, di elu-elukan sebagai pahlwan dunia Arab. Tetapi, sejatinya Erdogan bukan hanya pahlawan dunia Arab, tetapi Erdogan sebagai pembela kaum Muslimin di dunia Islam.
Erdogan yang sekarang berada di Cairo, dan saat berada di markas Liga Arab, di Cairo, menegaskan dukungan terhadap berdirinya negara Palestina. "Sudah saatnya saudara-saudaraku bangsa Palestina memproklamirkan negara Palestina", ujarnya di depan sidang para Menlu Liga Arab.
"Sekarang sudah saatnya mengibarkan bendera Palestina di Gaza, dan bendera Palestina akan berkibar di PBB", tambah Erdogan, yang mendapat tepukan tangan panjang dari para Menlu Liga Arab. "Mari kita kibarkan bendera Palestina di udara bebas, sebagai bentuk simbol keadilan dan perdamaian di Timur Tengah", tandasnya.
Dengan pernyataan yang penuh emosional itu, akhirnya mengakhiri Turki dari isolasi dunia Arab. Selama berbicara di depan para Menlu Liga Arab, Erdogan selalu menggunakan kata yang sangat penuh familiar "brothers". Inilah sebuah era baru, hubungan Turki dengan dunia Arab.
Dibagian lain, Turki yang berbatasan dengan Syria, langsung menampung puluhan ribu pengungsi, yang menjadi korban kekejaman rezim Bashar al-Assad. Perdana Menteri Turki, Erdogan juga mengirimkan Menteri Luar Negeri, Ahmed Davotuglu ke Damaskus, dan meminta rezim Assad mengakhiri kekerasan, dan segera membentuk pemerintahan transisi. Turki mengancam Bashar Al-Assad, jika tidak menghentikan kekejamannya, maka ia akan bernasib seperti Gaddafi.
Saat situasi masih penuh dengan ketidak pastian di Libya, Erdogan mempunyai sikap yang jelas, yaitu mendukung kekuatan oposisi, dan membuka dialog langsung dengan Ketua Dewan Transisi Nasional (TNC), Mustafa Jalil, dan mengakui sebagai wakil yang sah pemerintah Libya yang baru.
Tentu, yang tidak kalah penting, sikap dan pandangan Erdogan yang penuh dengan perhatian terhadap kaum Muslimin, yaitu ketika terjadi krisis kemanusiaan di Somalia. Erdogan bersama dengan keluarganya (isteri dan anaknya) dengan sejumlah menteri dan para pemimpin Partai AKP, terbang ke Somalia, dan mengunjungi kamp pengungsi yang sedang menghadapi sekarat.
Turki membuka kembali kedutaannya di ibukota Somalia, Mogadishu, membangun rumah sakit, dan membolisir para pengusaha dan orang kaya Turki membantu Somalia, dan terkumpul dana $ 500 juta dollar. Ini adalah wujud keseriusan Turki dan Erdogan dalam urusan kaum Muslimin.
Turki sebagai anggota Nato ikut menyelamatkan Bosnia dan Kosovo, yang diamuk oleh Serbia, yang penuh dengan kekejaman. Sekarang kawasan Balkan relatif stabil dan kaum Muslimin di kawasan Balkan itu, bisa memulai hidup baru, dan mengembangkan kehidupan mereka.
Dengan jumlah penduduknya yang mencapai hampir 80 juta, yang mayoritas Muslim Sunni, Turki yang dipimpin oleh Erdogan, mempunyai posisi yang sangat strategis di masa depan bagi dunia Islam, dan terus memberikan akan insparasi. Saat di mana-mana kaum Muslimin menghadapi hegemoni Amerika Serikat dan Israel, yang menjadi ancaman nyata bagi masa depan mereka, Turki membuat kaum Muslimin mempunyai hargai diri.
Sekarang Erdogan sedang melakukan 'tour revolusi" ke seluruh dunia Arab, dan ingin membangun poros baru, yang lebih bermakna bagi perubahan, yang tidak lagi menjadi bergantung kepada para penjajah Barat dan Israel. Erdogan layak menjadi pemimpin dunia Islam dan menyatukannya. Wallahu'alam.
eramuslim.com
{mooblock=Tanggapan Artikel "Erdogan Pahlawan Dunia Islam"}
Menarik membaca tulisan di kolom editorial eramuslim.com yang berjudul “Erdogan Pahlawan dunia Islam”? bagaimana di artikel tersebut digambarkan bagaimana sosok Erdogan yang berani dan lantang bersikap tatkala kasus kapal kemanusiaan marvi marmara yang diserang oleh tentara Zionist Israel oleh Erdogan kemudian dikutuk oleh pemerintah Turki.
Kita juga melihat bagaimana lantang dan berani nya Erdogan dalam hal menolak keinginan dari Pemerintah Amerika serikat ketika Presiden Amerika George W.Bush akan melakukan invasi militer ke Irak, di tahun 2003, dan pasukan Amerika Serikat dan Nato, yang ingin menggunakan wilayah dan pangkalan udara Turki, maka Erdogan sebagai Ketua Partai AKP, menggelar pertemuan dengan parlemen, mensikapi langkah invasi militer Amerika Serikat dan Nato ke Irak. Parlemen Turki yang didominasi Partai AKP, mayoritas menolak pengunaan wilayah dan pangkalan udara Turki untuk menyerang Irak.
Dan baru-baru ini kita disuguhkan berita bagaimana beberapa Negara timur tengah seperti mesir yang rakyatnya menyambut Erdogan dalam lawatannya ke Mesir yang disambut bak pahlawan di Negara tersebut.
Dalam hal lain kita juga melihat bagaimana beraninya Erdogan untuk memutuskan hubungan diplomatic nya dengan Israel karena pemerintah Israel enggan meminta maaf kepada korban kapal marvi marmara dan membayar kompensasi bagi para korban, termasuk korban kaum muslimin di Gaza.
Terkait agresi Israel tersebut Turki mengutuk keras langkah agresi militer Israel ke Gaza, yang sangat menghancurkan, Desember, 2008. Sekalipun Turki merupakan sekuktu Israel. Ketika, Perdana Menteri Turki Erdogan menghadiri Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, dan bertemu dengan Presiden Israel, Shimon Peres dalam satu forum, tidak canggung, dan dengan nada yang tinggi mengkritik pemimpin Israel itu, sebagai pelaku kejahatan, dan tidak pernah mau mendengarkan. Sesudah itu Erdogan kembali ke negaranya, tanpa melanjutkan pertemuan itu.
Kalau melihat dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Erdogan di atas memang sacara lahiriah kita bisa menyebut Erdogan sebagai pahlawan bagi dunia Islam, namun sayangnya ini adalah hasil pemikiran yang tidak bisa melihat fakta secara mendalam dan cemerlang. Persoalan-persoalan tersebut diatas tidaklah bisa disimpulkan bahwa sosok Erdogan merupakan sosok yang dinanti-nantikan untuk melindungi kaum muslim sebagaimana kalimat terakhir dari isi artikel tersebut yang bertuliskan “Erdogan layak menjadi pemimpin dunia Islam dan menyatukannya.”
Melihat aktivitas Erdogan, haruslah kita bersikap kritis, kritis dalam hal melihat permasalahan secara merata, tidak melihat sepenggal-sepenggal kemudian dibuatkan kesimpulan.
Apa yang dilakukan oleh Erdogan ketika menolak permintaan Pemerintah Amerika Serikat untuk menjadikan daerah Turki sebagai pangkalan perang guna menginvasi ke Irak memang perlu kita acunkan jempol, namun persoalanya tidaklah sesederhana demikian.
Seharusnya jika Erdogan ingin dikatakan sebagai sosok yang layak untuk menjadi pemimpin di dunia Islam harusnya Erdogan berani mencegah apa yang dilakukan oleh pasukan penjajah Amerika di irak, bukan hanya sebatas menolak tawaran menyediakan pangkalan. Bukankah yang meninggal di Irak tersebut adalah muslim?! Kenapa Turki tidak berani melarang invasi tersebut atau minimal meminta kepada Pemerintah Amerika Serikat untuk membuktikan kebenaran tuduhan yang ternyata memang tidak benar apa yang dituduhkan oleh Pemerintah kepada Irak.
Terkait apa yang dilakukan oleh Pemerintah Turki terhadap korban kapal marvi marmara pun perlu kita acungkan jempol, karena memang merupakan sebuah kewajiban untuk menolong para korban. Namun bagaimana dengan pelaku aksi terror tersebut yakni Israel? Padahal Erdogan jauh-jauh hari mengatkan akan melindungi kapal tersebut,namun faktanya? Hanya bisa mengutuk dan mengutuk tanpa aksi. Ini hamper sama dengan Presiden Iran Ahmadinejad yang berkoar-koar lantang terhadap Amerika Serikat dan Israel namun faktanya hingga hari ini tidak ada satupun peluru yang menyentuh para serdadu kafir Zionist tersebut.
Sikap politik dari Pemerintah Erdogan akan Israel pun perlu dipertanyakan. Semisal ketika Turki meminta HAMAS untuk mengakui eksistensi Negara Israel, yang sama artinya mendukung solusi dua Negara, yakni Negara Israel dan Negara palestina. Padahal satu orang yahudi pun tidak boleh hidup sejengkal di tanah palastina, artinya jika meminta HAMAS mengakui Negara Israel, maka Turki membolehkan Zionist Yahudi untuk hidup dan tinggal di tanah Palestina tersebut. Padahal status tanah Palestina adalah kharajiyah.
Tanah menurut hukum Islam dari segi statusnya dapat dikelompokkan sebagai tanah kharajiyah dan tanah ‘usyriyah. Suatu tanah dikategorikan sebagai tanah kharajiyah adalah jika tanah di daerah tersebut diperoleh karena daerah atau negara tersebut ditaklukkan oleh negara Islam (Ad-Daulah Al-Islamiyah) melalui peperangan. Status tanah yang demikian misalnya status tanah yang ada di daerah Mesir, Irak, Turki, Spanyol (Andalusia), Ukraina, Albania, India, Yugoslavia dan sebagainya. Suatu daerah atau negara yang ditaklukkan dengan peperangan, maka kepemilikan atas seluruh tanah yang ada di daerah tersebut adalah menjadi milik negara Islam. Dan tanah yang seperti ini disebut dengan tanah kharajiyah.
Tanah kharajiyah dari segi faktanya dapat dibedakan menjadi tanah yang terdapat di daerah yang taklukan dengan peperangan fisik, serta tanah yang terdapat di daerah yang ditaklukan tanpa peperangan fisik namun penduduknya takluk melalui perjanjian damai yang disepakati. Jika statusnya sebagai tanah kharajiyah dari penaklukan dengan peperangan fisik, maka status tanah tersebut dimiliki oleh negara sampai hari kiamat.
Adapun jika statusnya adalah sebagai tanah kharajiyah yang diperoleh karena perdamaian maka status kepemilikan atas tanah tersebut tergantung pada isi perjanjian damai antara negara Islam dengan penduduk setempat.
Status Tanah Palestina
Palestina merupakan negeri Islam yang ditaklukkan secara damai oleh Daulah Khilafah Islamiyyah pada masa pemerintahan Umar bin Khattab. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Hâfidz Abu Qâsim Ibnu ‘Asâkir di dalam al-Mustaqshâ fi Fadhâil al-Masjid al-Aqshâ, setelah menaklukkan Damsyiq beliau kemudian mengarahkan pasukannya yang dipimpin oleh Abu Ubaidah ke daerah Iliyâ (Palestina) dan mengepung daerah tersebut selama beberapa hari hingga penduduk negeri tersebut meminta damai kepada kaum Muslimin dengan syarat Umar bin Khattab menjumpai mereka.
Abu Ubaidah kemudian mengirim surat untuk meminta pendapat Umar bin Khattab. Umar lalu berunding dengan sejumlah sahabat tentang hal tersebut. Utsman r.a. mengusulkan agar beliau tidak ke Iliyâ dengan maksud untuk menghinakan mereka. Sementara Ali bin Abu Thalib meminta beliau tetap ke wilayah tersebut untuk meringankan pengepungan yang dilakukan oleh kaum muslimin. Umar lantas memilih pendapat Ali dan memintanya menjadi pengganti beliau di Madinah. Setelah sampai di wilayah tersebut Umar bertemu dengan Abu Ubadah dan sejumlah pemimpin pasukan kaum muslimin seperti Khalid bin Walid dan Yazid bin Abu Sofyan. Abu Ubaidah bermaksud mencium tangan Umar atas kemenangan ini namun Umar malah bermaksud mencium kaki Abu Ubaidah. Namun masing-masing menolak untuk diberi penghormatan demikian. Umar lalu menyetujui perdamaian dengan orang-orang Nashrani (al-Bidâyah wa an-Nihâyah: V/65-66).
Adapun isi perjanjian antara Umar bin Khattab dengan Penduduk ‘Iliyâ yang dikenal dengan perjanjian ‘Umariyah atau ‘Iliyâ adalah:
“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini adalah apa yang diberikan oleh hamba Allah, Umar, amirul mukminin kepada penduduk Iliyâ di Ammân. Saya memberikan keamanan atas jiwa dan harta mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib mereka, orang-orang yang sakit dan yang tidak bersalah dan seluruh agama mereka. Gereja mereka tidak boleh ditempati dan dihancurkan, tidak boleh diambil bagiannya ataupun isinya, demikian pula dengan salib-salib dan harta mereka. Mereka tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan agama mereka. Dan seorang pun dari mereka tidak boleh dimudharatkan. Dan tidak seorangpun dari orang Yahudi boleh tinggal di Iliyâ. Penduduk Iliyâ harus membayar jizyah sebagaimana halnya dengan penduduk kota lain. Mereka harus mengeluarkan orang-orang Romawi dan Lashut.
Barangsiapa yang keluar dari mereka maka jiwa dan harta mereka aman serta perniagaan dan salib-salib mereka dibiarkan. Dan barangsiapa di antara mereka yang menetap maka mereka aman. Dan mereka harus membayar jizyah sebagaimana halnya penduduk Iliyâ. Dan siapa saja dari penduduk Iliyâ yang pergi dengan hartanya ke Romawi dan dan membawa perniagaan dan salib mereka maka mereka aman hingga mereka tiba ditempat mereka. Dan penduduk al-Ardh yang berada di Iliyâ sebelum terbunuhnya Fulan maka mereka boleh menetap namun mereka wajib memberikan jizyah sebagaimana penduduk Iliyâ. Dan siapa yang mau maka mereka boleh pergi dengan orang-orang Romawi. Dan siapa saja yang mau kembali kepada kelurganya maka tidak diambil apapun dari mereka hingga mereka memanen hasil pertanian mereka. Dan apa yang ada di dalam tulisan ini merupakan janji Allah, jaminan Rasul-Nya, jaminan para Khalifah dan kaum muslimin jika mereka memberikan jizyah. (Perjanjian) ini disaksikan oleh Khalid bin Walid, ‘Amru bin ‘Ash, Abdurrahman bin Auf dan Mu’awiyah bin Abu Sofyan (Târîkh ar-Rusul wa al-Mulûk: II/307)
Bertolak dari kenyataan tersebut, tanah Palestina termasuk dalam katagori ardh al-shulhi (tanah yang diperoleh melalui perundingan damai). Sedangkan status ardh al-shulhi sesuai dengan isi perjanjian yang disepakati antara pemerintahan Islam dengan penduduk negeri yang ditaklukkan. Selama tidak bertentangan dengan syara’, kaum Muslim pun wajib menaati klausul perjanjian yang telah disepakati itu. Rasulullah saw bersabda:
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Perjanjian damai itu boleh antara kaum Muslim kecuali perjanjian damai yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (HR Abu Dawud dan al-Tirmidzi).
Di dalam kitab ‘Awn al-Ma’bûd dijelaskan bahwa kata bayna al-muslimîn memberikan makna kharaja makhraj al-ghâlib (mengikuti adat kebiasaan). Alasannya, perjanjian damai antara kaum Muslim dan kaum kafir diperbolehkan. Pada ghalibnya, yang diseru dengan hukum adalah kaum Muslim. Sebab, merekalah yang bersedia tunduk terhadapnya.
Rasulullah saw juga bersabda:
الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ
Kaum Muslim tunduk dengan syarat-syarat mereka (HR al-Bukhari, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi).
Berkaitan dengan tanah Palestina, terdapat klausul yang jelas mengenai status Yahudi. Di situ termaktub: Dan tidak seorangpun dari orang Yahudi boleh tinggal di Iliyâ.
Ketentuan ini berlaku hingga hari kiamat. Berdasarkan klausul tersebut, kaum Yahudi tidak boleh tinggal di Palestina. Terlebih dengan cara merampas dari pemiliknya, mengusir penduduknya, dan mendirikan negara yang berkuasa di atasnya.
Dukungan yang diberikan oleh penguasa-penguasa negeri Islam eksistensi negara Israel dan dukungan berdirinya negara Palestina jelas merupakan tindakan yang dzalim sekaligus merupakan pengkhiatan terhadap kaum muslimin. Mereka tanpa malu meridhai eksistensi negara yang berdiri di atas tanah yang dirampas dari kaum muslim. Sikap ini sekaligus menunjukkan bahwa tidak lain adalah agen-agen Barat (’umalâ) yang terus mendukung berbagai strategi negara-negara penjajah untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Padahal Allah Swt telah mengingatkan:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada orang yang tidak memerangi kalian dan tidak mengusir kalaian dari neger- kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil. Namun Allah melarang kalian untuk membantu orang-orang yang telah memerangi kalian, mengeluarkan kalian dari negeri kalian dan berupaya untuk mengeluarkan kalian. Barangsiapa yang menolong mereka mereka adalah orang-orang yang dzalim.” (QS al-Mumtahanah: 8-9)
Dalam hal lain, kita juga menyaksikan bagaimana pemerintah Turki menangkapi para hamilud dakwah yang berjuang untuk menegakan agama Allah melalui system khilafah Islam yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah saw!
Kita juga harus melihat Fakta lain dari Erdogan dengan partai AKP nya. Bagaimana mungkin Erdogan bisa dianggap sebagai sosok yang bisa diharapkan untuk menjadi pemimpin umat Islam padahal faktanya sendiri Erdogan mengatakan bahwa AKP adalah partai sekuler yang menentang syariah Islam. Erdogan mendukung demontrasi yang membawa sepanduk berbunyi: “No to a military coup, no to Sharia (Islamic) Law”. (Reuters, 15/5/2007).
Erdogan juga menegaskan, AKP bukan partai agama, melainkan partai yang ingin menciptakan kesejahteraan bagi rakyat Turki. “Tidak ada peran agama dalam partai politik dan juga tidak ada partai agama dalam politik,” tegas Erdogan.
Dalam kunjungannya ke Amerika Serikat di Johns Hopkins University, Erdogan mengumumkan bahwa pintu partainya terbuka untuk menyambut keinginan siapapun, namun partai Keadilan dan Pembangunan Turki bukanlah partai Islam.”Partai kami tidak pernah menjadi partai Islam, sebab tidak mungkin melakukan hal yang kurang memberikan rasa hormat terhadap agama kami seperti ini. Partai ini juga tidak mungkin berupa partai agama,” ujarnya.
Dia menambahkan: “Partai kami adalah sebuah partai konservatif dan demokratis. Bahkan kami bertekad untuk terus mempertahankan identitas ini.”Erdogan menolak mentah-mentah sebutan Utsmaniyin baru atas politik luar negeri Turki. Dia mengatakan bahwa “tidak dapat diterima pendekatan semacam itu.”(al-aqsa.org, 15/12/2009)
Turki melalui Erdogan juga Berkersama dengan negara imperialis Amerika Serikat yang mengokohkan hegomoni AS terhadap Turki . Pemerintahan Erdogan berada dalam hegomoni AS tampak dalam Shared Vision Document yang ditandatangani antara pemerintah Turki dan Amerika oleh Abdulla Gul dan Condoleezza Rice pada tanggal 5 Juli, 2006 . Dokumen ini membuktikan bahwa global manuver Turki tidaklah Islam atau independen, tetapi untuk melayani kepentingan Amerika Serikat. Pertemuan itu menegaskan: “Dokumen dengan visi strategis menegaskan konsensus Turki-Amerika dalam menerjemahkan visi bersama melalui upaya bersama melalui kerja sama yang efektif dan dialog terstruktur.”
Selain mengatakan bahwa Turki bukanlah Negara agama, dia juga mengatakan bahwa akan tetap mempertahankan sekulerisme di Negara yang dia pimpin. dia berkata, “Demokrasi, sekularisme, dan kekuasaan negara yang diatur oleh undang-undang, adalah prinsip utama dalam sebuah negara republik. Jika ada salah satunya yang hilang, maka pilar bangunan negara akan runtuh. Tidak ada kelompok manapun yang meresahkan pilar-pilar itu. Dengan keinginan masyarakat, maka pilar-pilar itu akan hidup selamanya. ” Saat berbicara dengan anggota Partai Keadilan dan Pembangunan Turki (17/4/2007)
Lantas, bagaimana mungkin kita bisa dengan mudah menganggap Erdogan sebagai sosok yang dinantikan untuk menjadi pemimpin umat Islam jika apa yang dia perbuat malah menangakapi para pejuang khilafah Islam, padahal khilafah adalah system pemersatu umat islam?
Bagaimana mungkin kita bisa dengan mudah menganggap Erdogan sebagai sosok yang dinantikan untuk menjadi pemimpin umat Islam jika dia meminta HAMAS megakui Israel, padahal mengakui eksistensi Israel atas tanah palestina merupakan pengkhianatan terhadap umat Islam di seluruh dunia.
Bagaimana mungkin kita bisa dengan mudah menganggap Erdogan sebagai sosok yang dinantikan untuk menjadi pemimpin umat Islam jika dirinya sendiri menolak hokum syariah danmasih tetap mempertahankan system demokrasi sekuler di Negara yang dia pimpin?
Bagaimana mungkin kita bisa dengan mudah menganggap Erdogan sebagai sosok yang dinantikan untuk menjadi pemimpin umat Islam jika dirinya masih berkerjasama dengan Amerika dan Israel, padahal kedua Negara tersebut membunuhi umat Islam secara sistematis sampai sekarang. Padahal Allah Swt telah mengingatkan:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (8) إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (9)
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik dan berbuat adil kepada orang yang tidak memerangi kalian dan tidak mengusir kalaian dari neger- kalian. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang adil. Namun Allah melarang kalian untuk membantu orang-orang yang telah memerangi kalian, mengeluarkan kalian dari negeri kalian dan berupaya untuk mengeluarkan kalian. Barangsiapa yang menolong mereka mereka adalah orang-orang yang dzalim.” (QS al-Mumtahanah: 8-9
Wallahu A’lam bis showab.
Adi Victoria
Al_ikhwan1924@yahoo.com
http://adivictoria1924.wordpress.com
{/mooblock}