Wali Songo, Bukti Organisasi Dakwah yang Hebat
Fiqhislam.com - “Menelusuri jejak masuknya Islam di Jawa berarti mengidentifikasi konsep dakwah yang luar biasa,” demikian peneliti yang juga pengamat sejarah Islam, Asep Sobari, Lc
Ia melihat, penyebaran Islam di Tanah Jawa khususnya dan Nusantara umumnya sesuai dengan karakter dakwah Islam sejak masa Rasulullah saw.
Alumni Universitas Islam Madinah itu menambahkan, sejarah penyebaran Islam di Jawa yang terungkap adalah hanya sebatas jejak penyebaran yang dilakukan secara masif.
“Jauh sebelum periode itu, Islam telah masuk ke Jawa,” ujar wakil direktur eksekutif Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (Insists) ini kepada reporter Republika, Devi A. Oktavika.
Ada banyak versi mengenai periode masuknya Islam ke Jawa. Dapatkah Anda menjelaskannya secara ringkas?
Jika memang harus menyoroti masuknya Islam ke Pulau Jawa, saya kira kita tidak bisa tidak membicarakan sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Sulit memisahkan keduanya, karena menurut saya, Islam masuk ke Jawa tidak lama setelah ia masuk ke Indonesia. Jadi jika ditanya kapan ajaran Islam masuk Jawa, jawabannya dapat kita peroleh jika kita membaca sejarah masuknya Islam ke Nusantara.
Bahkan, saya pun yakin, sangat mungkin Islam mulai masuk ke Nusantara pada periode yang jauh lebih awal dari sajian informasi dari buku-buku sejarah yang banyak kita baca. Kitab Tarikh Thobari misalnya, menceritakan bahwa sekitar 450 tahun sebelum kelahiran Rasulullah saw, rempah Indonesia telah diperdagangkan dengan suku Quraisy.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa jalur dagang telah terbentuk sejak lama, dan Indonesia adalah salah satu bagian dari rute tersebut. Selain itu, yang diamati adalah bahwa karakteristik dakwah Islam tidak pernah berubah sejak zaman Rasulullah dan para sahabat. Yakni, ketika proses dakwah Islam telah sampai di satu tempat yang belum pernah dijangkau, ia akan dijadikan basis penguatan dakwah tersebut. Setelah basis dakwah tersebut kuat, maka dilakukan lah penyebaran yang lebih jauh lagi.
Apa itu berarti sebagian sumber sejarah salah menyajikan informasi?
Menurut saya, persoalan mendasarnya adalah perbedaan dalam memaknai penyebaran Islam itu sendiri. Saya mengklasifikasikannya ke dalam penyebaran secara individu dan penyebaran secara masif. Nah mungkin, penyebaran agama Islam yang dimaksudkan oleh sebagian referensi sejarah adalah penyebaran Islam secara masif.
Penyebaran yang seperti apa itu?
Penyebaran secara masif berarti dilakukan secara besar-besaran dan terorganisir. Wali Songo adalah contoh pelaku penyebaran Islam secara masif. Apakah sebelum periode Wali Songo belum ada aktivitas penyebaran Islam? Tentu tidak. Makam Fatimah binti Maimun yang berketerangan tahun 1082 adalah contohnya.
Dari namanya, kita akan segera tahu bahwa Fatimah adalah seorang Muslim. Pun nama belakangnya yang diambil dari nama ayahnya, juga nama Islam. Dari situ terlihat bahwa jika memang ia berasal dari keturunan Arab, maka koloni Arab telah lama berada di wilayah tersebut. Apalagi kalau ternyata ia adalah orang Indonesia, maka Islam telah masuk jauh sebelum itu.
Mengapa saya katakan demikian? Karena (jika Fatimah binti Maimun berasal dari kalangan masyarakat lokal) pengubahan nama Jawa menjadi nama Arab atau nama Islam hanya mungkin dilakukan setelah proses akulturasi. Dan akulturasi memerlukan waktu yang tidak singkat.
Bagaimana organisasi dakwah yang diterapkan Wali Songo?
Mereka adalah tipikal pelaku dakwah yang berhasil dengan dakwahnya. Pada era Wali Songo ini, kerajaan Islam pertama di Jawa berdiri. Sebelumnya, mereka telah membaca kemunduran Majapahit, dan menyiapkan Raden Patah sebagai pemimpin yang baru (sultan Demak pertama).
Namun demikian, dalam dakwahnya, Wali Songo menggunakan pendekatan kultur, bukan pendekatan politik. Salah satu contohnya adapat dilihat pada masyarakat pesisir di sepanjang wilayah Banten hingga Cirebon. Mereka berbicara dengan bahasa yang merupakan perpaduan antara Jawa dan Sunda. Ini menunjukkan keberhasilan akulturasi yang luar biasa.
Nah karakter itu berbeda dengan yang ada dalam Hindu dan Budha. Sebagaimana kita tahu, dalam lingkungan kerajaan Hindu-Budha di Jawa, diberlakukan tradisi elitis. Misalnya, dari segi bahasa, Jawa mengenal bahasa krama inggil, krama alus, ngoko, dan lain sebagainya. Krama inggil digunakan di kalangan kerajaan dan kepada orang tertentu yang dianggap terhormat, bukan oleh masyarakat umum. Jika orang-orang kerajaan beragama Hindu atau Budha, maka rakyatnya adalah penganut Animisme. Dan sebagainya.
Dalam kasus Demak, Raden Patah adalah dampak dari organisasi dakwah Wali Songo tersebut. Dengan mengangkat raja yang berasal dari kalangan pejabat Majapahit, Wali Songo menggalang dukungan yang besar dari masyarakat yang sebelum kedatangan Islam hanya mengenal Hindu atau Buddha.
Itu juga berarti bahwa politik (pendirian kerajaan Islam) berkontribusi bagi penyebaran Islam pada masa itu?
Politik tidak digunakan sebagai media pendekatan dakwah kala itu. Namun tidak dapat dipungkiri, kehadiran Kerajaan Demak dengan Raden Patah sebagai rajanya mempercepat perkembangan Islam di masa tersebut. Bukan karena dakwah menggunakan politik sebagai kendaraan atau alatnya, melainkan bahwa politik itu sendiri merupakan dampak dari organisasi dakwah Wali Songo yang hebat.
Namun perlu diingat, Wali Songo adalah sebagian kecil dari banyak tokoh dai lain pada zaman tersebut. Wali Songo menjadi tokoh yang dicitrakan sedemikian rupa karena peninggalan mereka bagi Islam teramat besar bagi masyarakat. Kini, menurut saya, yang perlu didalami adalah bagaimana para wali tersebut bermusyawarah menentukan cara dan gerakan penyebaran Islam yang masif dan terorganisir tersebut.
Merujuk pada konsep penyebaran Islam secara masif, apakah itu menolak pendapat yang menyebut Islam dibawa oleh para pedagang?
Tidak, karena seperti telah saya singgung di depan, Indonesia telah menjadi bagian dari rute perdagangan antar bangsa. Jadi, dalam hal penyebaran Islam, bisa saja pedagang yang telah menjadi Muslim (mengenal Islam di sela aktivitas perdagangan yang dijalankannya) menyebarkan ajaran agamanya.
Sementara orang-orang yang memang membawa misi dakwah, sebagian mungkin telah menjadikan perdagangan sebaai bagian dari kehidupannya. Khalifah Abu Bakr as-Shiddiq dan Umar bin Khattab misalnya, meski menjadi penyeru Islam, mereka adalah pedagang
republika.co.id