pustaka.png
basmalah2.png


19 Rabiul-Awwal 1445  |  Rabu 04 Oktober 2023

Fungsi Membaca Watak

Fungsi Membaca Watak

Fiqhislam.com - Ilmu membaca watak ini sangat diperlukan untuk menyeleksi pemimpin dan orang-orang yang akan menjalankan amanah besar. Mereka adalah orang-orang yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. Kepribadian akan menentukan arah kebijakan dan jalannya pemerintahan.

Ar-Razi mengutip sebuah hadis Rasulullah, Sungguh telah ada pada umat-umat terdahulu para muhaddatsun, dan jika ada seseorang dari ummatku, ia adalah Umar bin Khattab. Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari itu menunjukkan Umar adalah ahli ilmu firasah. Apa yang dianalisisnya kerap menjadi kenyataan.

Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimasyqi menuliskan Umar bin Khattab suatu ketika berpatroli pada malam hari secara diam-diam. Di sebuah tenda dia mendengarkan percakapan wanita penjual susu dengan ibunya. Sang ibu memerintahkan anaknya untuk mencampur susu dengan air, tapi sang anak selalu menolak melaksanakan perintah itu.

Keesokan harinya Umar memerintahkan anaknya, Ashim untuk mendatangi wanita tersebut. Jika wanita tersebut masih seorang diri, maka nikahilah, perintah Umar.

Setiba di sana, ternyata wanita tersebut masih sendirian. Ashim kemudian menikahinya. Pernikahan mereka dikaruniai seorang puteri yang kelak dikenal sebagai Ummu Ashim. Dialah ibu yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz, khalifah Umayah yang membawa masa kejayaan Islam pada abad ke delapan Masehi.

Sosok lain yang dikenal mahir menggunakan ilmu firasah adalah Rasulullah. Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah memprediksikan Konstantinopel suatu saat akan jatuh ke tangan umat Islam (HR Ahmad). Ternyata benar, pada abad ke-15, kota tersebut berhasil dikuasai umat Islam di bawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih.

Ilmu seperti ini juga dimiliki oleh menteri al-Aziz yang membaca kepribadian Nabi Yusuf, istri Firaun yang melihat bayi Musa akan menjadi orang hebat, dan Abu Bakar Shiddiq yang memprediksi Umar bin Khattab yang akan memimpin umat Islam.

Di Barat, ilmu membaca watak dikenal dengan nama fisiognomi. Tradisi ini dikembangkan oleh Johann Kaspar Lavater pada abad ke- 18. Karyanya menyebar luas di Eropa. Lavater mengembangkan ilmu tersebut setelah mendalami gagasan ilmuwan Sir Thomas Browne (1605-1682) dan ilmuwan Italia Giambattista Della Porta (1535?1615). Browne dalam bukunya Religio Medicimembicarakan kemungkinan mendalami kualitas kepribadian melalui wajah seseorang.

 

Fungsi Membaca Watak

Fiqhislam.com - Ilmu membaca watak ini sangat diperlukan untuk menyeleksi pemimpin dan orang-orang yang akan menjalankan amanah besar. Mereka adalah orang-orang yang memengaruhi hajat hidup orang banyak. Kepribadian akan menentukan arah kebijakan dan jalannya pemerintahan.

Ar-Razi mengutip sebuah hadis Rasulullah, Sungguh telah ada pada umat-umat terdahulu para muhaddatsun, dan jika ada seseorang dari ummatku, ia adalah Umar bin Khattab. Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari itu menunjukkan Umar adalah ahli ilmu firasah. Apa yang dianalisisnya kerap menjadi kenyataan.

Ibnu Asakir dalam Tarikh ad-Dimasyqi menuliskan Umar bin Khattab suatu ketika berpatroli pada malam hari secara diam-diam. Di sebuah tenda dia mendengarkan percakapan wanita penjual susu dengan ibunya. Sang ibu memerintahkan anaknya untuk mencampur susu dengan air, tapi sang anak selalu menolak melaksanakan perintah itu.

Keesokan harinya Umar memerintahkan anaknya, Ashim untuk mendatangi wanita tersebut. Jika wanita tersebut masih seorang diri, maka nikahilah, perintah Umar.

Setiba di sana, ternyata wanita tersebut masih sendirian. Ashim kemudian menikahinya. Pernikahan mereka dikaruniai seorang puteri yang kelak dikenal sebagai Ummu Ashim. Dialah ibu yang melahirkan Umar bin Abdul Aziz, khalifah Umayah yang membawa masa kejayaan Islam pada abad ke delapan Masehi.

Sosok lain yang dikenal mahir menggunakan ilmu firasah adalah Rasulullah. Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah memprediksikan Konstantinopel suatu saat akan jatuh ke tangan umat Islam (HR Ahmad). Ternyata benar, pada abad ke-15, kota tersebut berhasil dikuasai umat Islam di bawah kepemimpinan Muhammad al-Fatih.

Ilmu seperti ini juga dimiliki oleh menteri al-Aziz yang membaca kepribadian Nabi Yusuf, istri Firaun yang melihat bayi Musa akan menjadi orang hebat, dan Abu Bakar Shiddiq yang memprediksi Umar bin Khattab yang akan memimpin umat Islam.

Di Barat, ilmu membaca watak dikenal dengan nama fisiognomi. Tradisi ini dikembangkan oleh Johann Kaspar Lavater pada abad ke- 18. Karyanya menyebar luas di Eropa. Lavater mengembangkan ilmu tersebut setelah mendalami gagasan ilmuwan Sir Thomas Browne (1605-1682) dan ilmuwan Italia Giambattista Della Porta (1535?1615). Browne dalam bukunya Religio Medicimembicarakan kemungkinan mendalami kualitas kepribadian melalui wajah seseorang.

 

Enam Cara Analisis Watak Ar-Razi

Enam Cara Analisis Watak Ar-Razi


Enam Cara Analisis Watak Ar-Razi


Fiqhislam.com - Muhammad bin Umar bin Hasan bin Husain at-Taimi al-Bakri dalam Kitab al-Firasah sekitar abad ke-12 M menjelaskan tentang kemampuan Fakhruddin ar-Razi (1149- 1209) mengetahui dan menyimpulkan watak.

Ar-Razi menjelaskan, enam cara mengetahui dan menyimpulkan watak. Pertama, adalah melalui bentuk dan rupa seseorang. Perilaku alami dapat menjadi petunjuk untuk mengetahui watak. Rupa seseorang akan tampak berbeda ketika sedang marah, takut, dan bahagia.

Tidak menutup kemungkinan rupa yang mirip dengan orang yang marah menandakan orang tersebut adalah pemarah. Bila rupa seseorang mirip dengan rupa penakut, bisa saja seseorang itu adalah penakut.

Kedua, memperhatikan suara. Ar-Razi berkesimpulan ada hubungan erat antara suara dan kondisi kejiwaan. Orang yang kerap bersuara lantang dan bersuhu tubuh lebih panas dinilai cenderung emosional.

Sedangkan, yang bersuara tidak lantang dan bersuhu tubuh tidak begitu panas, cenderung mampu mengontrol emosi.

Cara ketiga adalah membaca watak berdasarkan kesamaan dengan hewan dalam bentuk fisik. Cara ini memang mendapat sorotan karena ada sebagian orang yang meyakini manusia sama sekali tidak dapat disamakan dengan hewan. Namun, ar-Razi menggunakan metode ini sebagai salah satu cara menyimpulkan watak. Dia menulis ketika kondisi lahiriah seekor binatang mirip dengan manusia maka harus dicocokkan lagi dengan binatang lainnya untuk menguatkan kesimpulan.

Contohnya, ada hubungan antara tubuh kuat dan dada berbidang dengan sifat keberanian. Semua binatang yang memiliki tubuh kuat dan dada berbidang adalah pemberani. Manusia pun diduga kuat berwatak pemberani bila memiliki dua hal tersebut.

Keempat, adalah kesamaan ciri rasial. Ar-Razi menyebutkan, beberapa ras besar manusia, yaitu Persia, Romawi, India, dan Turki. Setiap ras memiliki bentuk fisik dan watak tertentu. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah juga menyebutkan watak dan kondisi fisik yang berbeda antara orang yang hidup di pegunungan dan pesisir. Mereka yang tinggal di pegunungan lebih rentan terkena penyakit karena selalu berada dalam situasi yang dingin. Sedangkan, mereka yang hidup di pesisir mengalami hal sebaliknya.

Kelima, membaca watak dapat dilakukan berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Ar-Razi sangat memperhatikan perbedaan antara jantan dan betina. Misalnya, lelaki memiliki pendirian yang teguh. Sedangkan perempuan lebih mampu membuat tipu muslihat.

Keenam, menganalisis berdasarkan sebagian watak yang sudah diketahui. Kesimpulan semacam ini muncul berdasarkan eksperimen dan usaha yang terus-menerus. Seorang ahli watak tidak hanya membuat satu studi kasus.

Dia harus selalu mendalami pengetahuannya dengan menganalisis watak banyak orang. Dengan demikian, dia dapat mengetahui misalnya, orang pemarah cenderung kurang mampu berpikir rasional karena orang tersebut lebih mengedepankan emosinya.

Enam cara itu bukanlah petunjuk mutlak. Semuanya hanyalah cara untuk menghasilkan dugaan-dugaan yang masih harus diperkuat lagi. Yang paling utama, menurut ar-Razi, analisis mengenai watak harus didukung dengan pengamatan indrawi yang kuat. Indra seseorang harus berfungsi maksimal sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang lebih mendekati kebenaran mengenai kepribadian.

 

Kitab Al-Firasah Ungkap Misteri Kepribadian

Kitab Al-Firasah Ungkap Misteri Kepribadian


Kitab Al-Firasah Ungkap Misteri Kepribadian


Fiqhislam.com - Seorang ahli ilmu watak dan kepribadian bernama Aqlimun kerap menjadi rujukan. Masyarakat kerap berkonsultasi kepadanya untuk mengetahui seperti apa sifat dan kecenderungan psikologis seseorang.

Suatu ketika, seorang raja ingin menguji keahlian Aqlimun. Sang raja memerintahkan seniman melukiskan dirinya sebagai orang yang terhormat. Setelah jadi, seorang kurir diperintahkan untuk mengirim lukisan itu kepada Aqlimun. Satu pesan yang harus selalu dipegang si kurir, jangan sampai Aqlimun mengetahui lukisan itu dari raja.

Kurir itu kemudian berangkat menemui si ahli watak. Ketika sampai ke tujuan, kurir menunjukkan lukisan itu. Aqlimun kemudian menatapi dan menganalisisnya berdasarkan kemampuan yang dimiliki. Setelah itu, sang ahli menyimpulkan, orang yang ada di lukisan itu suka berzina.

Kesimpulan itu sempat ditolak beberapa warga sekitar karena tidak memercayai hasil analisis Aqlimun. Ada yang menuding Aqlimun menghasilkan kesimpulan bodoh dan tidak masuk akal. Namun, apa pun omongan masyarakat, sang kurir tetap menyampaikan analisis sang ahli watak kepada raja.

Tidak disangka, raja pun kagum dengan analisis itu. Seketika itu, sang raja menunggangi kudanya untuk mendatangi Aqlimun. Engkau benar. Aku memang seperti yang engkau katakan, hanya aku pandai menutupi perbuatan mesum yang kulakukan itu, kata sang raja.

Kisah tersebut ditulis oleh Muhammad bin Umar bin Hasan bin Husain at-Taimi al-Bakri dalam Kitab al-Firasah sekitar abad ke-12 M. Masyarakat ketika itu memanggilnya Fakhruddin ar-Razi (1149- 1209). Alimketurunan Quraisy ini dikenal menguasai berbagai tradisi keilmuan, seperti tafsir, falsafah, termasuk firasat atau yang kini dikenal sebagai kepribadian atau watak. [yy/republika]